Mata Kamala yang semula tertutup rapat perlahan membuka. Perasaan takut beransur-ansur lebih lega saat mengetahui laki-laki yang masuk ke dalam ruangannya itu adalah Bara. Bukan orang asing yang bisa saja mencelakainya. Setelah lebih tenang, ia memberanikan diri menatap Bara.
“Duduklah...” kata Kamala pelan, ia menunjuk kursi di sampingnya dengan lirikan mata.
“Kau tidak berhak memerintahku!” tandas Bara. Amarah masih menguasainya. Tidak hanya mata tapi wajahnya juga memerah menahan semua emosi yang kini mengambil kendali dirinya.
Kamala menghembuskan nafas untuk menenangkan diri, “Lalu kau mau apa?”
“Batalkan pernikahan ini sekarang!” perintah Bara tegas.
Kamala menatap Bara tajam seolah ingin membuka asal sumber amarah yang dirasakan laki-laki itu. Ia mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya sebelum kembali berbicara, “Pergi saja jika kau tidak mau. Kenapa pula kau datang kemari?”
“Bukan urusanmu! Batalkan pernikahan ini sekarang juga!” perintah Bara masih dengan nada yang sama.
“Kau juga tidak berhak memerintahku....” Kamala sebisa mungkin menahan diri agar tidak terbawa emosi.
“Apa kau sudah gila hingga mau menerima pernikahan ini? Apa pikiranmu sudah tidak waras? Kau jual berapa dirimu itu, hah!” Bara semakin menyudutkan Kamala. Ia tidak menyangka wanita itu mau menjalani pernikahan yang tidak masuk akal ini.
“Jika kau tidak tahu apa-apa, apalagi tidak tahu masalahnya, setidaknya jaga mulutmu agar tidak melukai orang lain,” Kamala menatap Bara lekat-lekat. Ia bisa melihat laki-laki itu putus asa hingga melampiaskan apa yang tidak bisa ia katakan pada Om Dipa. Kamala tentu saja menjadi sasaran empuk bagi amarah Bara.
“Persetan dengan semuanya itu! Pokoknya batalkan pernikahan...”
“AKU!” Kamala sengaja menaikan intonasi suaranya untuk memotong kalimat Bara. Ia menelan lagi emosi yang hampir saja lepas kendali. “ Aku...juga sudah mengatakannya bukan? Jangan memerintahku anak muda. Lagi pula, pernikahan ini tidak hanya milikku tapi juga milikmu, jika kau tidak mau kau bisa pergi. Aku lebih memilih menahan malu sekarang daripada nanti!” Kamala bahkan menyilangkan tangannya di atas dada.
“Kau...”
“Kenapa? Kau tidak bisa menolaknya kan?” tembak Kamala langsung pada intinya.
“Apa itu kau berarti setuju dengan ide gila ini?” Bara tidak bisa mempercayai kata-kata Kamala.
Kamala mendengus kesal. Butuh kesabaran lebih untuk berhadapan dengan Bara tanpa menaikan nada suara, “kau saja tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi aku! Aku sudah berusaha semampuku dan berharap agar kau tidak datang hari ini. Tapi lihatlah...”
Kamala bisa melihat ketegangan yang dirasakan oleh Bara mulai melunak. Perlahan ia mulai lebih tenang dari sebelumnya. Ia terdiam dalam waktu yang cukup lama, seolah-olah sedang memahami dan menerima apa yang telah terjadi.
Kamala tidak salah. Bara memang datang dengan penuh dengan amarah. Tapi ia juga menggenggam bendera putih di kepalan tangannya yang mengeras. Ia tidak bisa mengelak lagi dari perjodohan Ayahnya. Ia baru sadar bahwa ia begitu lemah tanpa Ayahnya.
“Duduklah...” tidak seperti sebelumnya, Baru mengikuti kemauan Kamala. Hati-hati Kamala meraih tangan Bara yang masih mengeluarkan darah. Ia membungkus luka itu dengan sapu tangan miliknya.
“Bersikaplah dengan baik dan terima takdirmu, takdir kita. Kita hanya perlu bertahan beberapa tahun saja bukan?” Kamala berdiri dari duduknya. Ia berjalan mengambil jas yang masih tergantung menunggu pemiliknya lalu menyerahkannya pada Bara.
“Jika kau tidak bisa memegang kendali penuh atas dirimu sendiri, setidaknya kau harus mengupayakan agar kau bisa bertahan walau dengan sedikit paksaan. Semuanya pasti berlalu...” Kamala tersenyum pada laki-laki yang kini menatapnya dengan curiga.
Bara meraih jas dari tangan Kamala dengan kasar. Tanpa menghiraukan keberadaan Kamala, Bara mulai mengganti bajunya di hadapan wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu. Ia bahkan tidak melepaskan pandangannya dari Kamala yang mulai salah tingkah saat Bara melepas celananya.
“Apa kau belum pernah melihat tubuh pria? Payah!” goda Bara saat melihat pipi Kamala mulai merona.
“Kau menyebut dirimu pria? Heh pria mana yang melampiaskan ketidakmampuannya kepada seorang wanita! Sudah pasti kau masih anak-anak!” Kamala tidak ingin terlihat lemah di hadapan laki-laki kecil itu.
“Kau!” Bara tidak bisa membalas kalimat Kamala yang begitu menohok egonya.
“Apa? Aku yakin kau bahkan tidak bisa menggunakan dasi mu dengan benar.” Sebenarnya Bara tidak salah, Kamala panik saat Bara tiba-tiba melepaskan bajunya. Kejadian itu terlalu tiba-tiba dan membuat Kamala merona. Kamala bahkan merutuki dirinya yang tiba-tiba gagap di hadapan anak kecil itu. Ia lalu meraih kotak dasi yang senada dengan warna jas yang dikenakan oleh Bara.
“Kau salah jika meremehkan anak-anak. Aku...” Bara menyeringai lebar.
Belum selesai Bara berbicara, seseorang mengetuk pintu dan tak lama kemudian seorang karyawan wedding organiser memberikan kode bahwa upacara pernikahan akan segera dimulai.
“Terima kasih...” Kamala hendak melangkah mengikuti orang itu saat Bara menarik lengannya.
“Kau belum melakukan tugasmu dengan benar, Istri!” Bara mengulurkan dasinya pada Kamala. Ia tidak tahu cara memakai dasi persis seperti ucapan Kamala.
“Jika orang lain mendengarnya, mereka pikir kita adalah pasangan yang saling mencintai!” Kamala melingkarkan kedua tangannya untuk meraih ujung dasi. Perbedaan tinggi badan antara Kamala dan Bara membuat wanita itu berjinjit walau sudah memakai hak tinggi. Hati-hati ia mengikat simpul agar bentukan dasi calon suaminya itu sempurna.
“Cinta? Cih!” Bara tidak percaya apalagi tau arti dari kata yang baru saja diucapkan oleh Kamala. Ia tidak pernah bermimpi dalam hidupnya akan bisa merasakan hal absurd itu.
“Nah sempurna, kau siap?”
“Mari kita arungi neraka ini bersama-sama!” Entah apa yang membuat Bara berubah menjadi semangat, tapi Kamala tidak mempedulikannya. Ia hanya ingin hari ini segera berakhir menjadi masa lalu. Harapan terakhirnya sudah dipatahkan dengan kedatangan Bara ke venue tempat pernikahan sederhana itu digelar. Ia kini hanya bisa bergantung pada tali lain dan kepercayaan pada dirinya sendiri.
Kau adalah wanita dewasa, Kamala. Kau pasti bisa menjalani semua ini, walau tidak mudah.
Kamala tidak ingin memikirkan hal yang belum tentu terjadi. Ia hanya ingin fokus untuk bertahan dalam cobaan yang harus ia jalani ini. Ia kembali menyerahkannya pada kuasa sang takdir.
Lantas Ikrar sakral itu resmi diucapkan.
Doa-doa resmi dipanjatkan.
Wajah-wajah gembira memenuhi seluruh ruangan.
Hanya sepasang pengantin yang pura-pura tersenyum sambil canggung menggenggam tangan satu sama lain. Entah saling menguatkan atau justru menguar kebencian.
Entahlah! Yang jelas kini keduanya menaiki kapal yang sama. Mereka berlayar tanpa tujuan dermaga yang jelas dan tanpa nahkoda yang memimpinnya. Hanya karam atau sampai tujuanlah ujungnya. Itu pun kalau mereka berhasil menentukan tujuan yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Kuningan
berangsur-angsur?
2024-02-15
1
🧭 Wong Deso
semoga kita bisa menjadi author terfavorit yang karyanya masuk daftar list populer ya kak.
2024-01-30
2
Jumi Saddah
semangat thor,,,dn mdhn rame pembaca nya,,,👍👍😘😘
2023-10-09
2