“Kau bisa berkata seperti itu karena kau tidak pernah tahu bagaimana aturan itu bisa mencekikmu!” tatapan tajam mata Bara membuat Kamala tidak ingin mendebatnya. Ia belum tahu apa yang sebenarnya dialami oleh Bara dan bagaimana kehidupannya sampai saat ini.
Kebaikan yang Om Dipa berikan pada Kamala belum tentu sama dengan apa yang dirasakan Bara. Biar bagaimanapun juga Kamala tetaplah orang luar.
“Ya mungkin aturan itu tidak berlaku untukmu...” Kamala berdiri dari tempat duduknya, “dimana kamarku? Aku ingin beristirahat.”
“Cih, kau sudah ada di kamarmu...” ucapan Bara membuat Kamala termangu. Terlihat jelas di wajah ayunya jika ia terkejut dengan situasi itu, “kenapa? Kau kan istriku, sudah sewajarnya kita menggunakan kamar yang sama. Lagi pula ini bukan pertama kalinya!”
“Bukan itu masalahnya!” Kamala melempar pegangan kopernya hingga terantuk lantai di bawahnya, “bukankah kau tidak menginginkan pernikahan ini? Untuk apa kita harus berpura-pura juga di tempat ini. Toh Ayah tidak tinggal di rumah ini!”
“Kapan aku mengatakannya? Aku awalnya memang menolak, tapi melihatmu seperti itu membuatku tidak ingin melepaskanmu begitu saja!” Bara bisa-bisanya tertawa dalam kondisi tersebut. Ia merasa situasi ini sangatlah menarik, “lagi pula, walau Ayah tidak tinggal disini, bukan berarti dia tidak tahu apa-apa.”
“Aku nggak paham maksudmu!” Kamala menatap Bara dengan putus asa. Apakah laki-laki itu tidak bisa membiarkannya saja. Bahkan jika Kamala bisa tidur di kamar pembantu pun menurutnya itu akan jauh lebih nyaman daripada harus berbagi kamar dengan Bara.
“Akan aku beritahu sesuatu yang lebih menarik...” sambil mengatakan hal tersebut. Bara ikut berdiri dari duduknya. Ia mendekati Kamala perlahan tanpa mengalihkan kuncian matanya pada wanita itu.
“Kau mau apa?” kaki Kamala secara naluri melangkah mundur. Salah satu kakinya terantuk koper yang tergeletak di lantai, membuat tubuhnya oleng dan kehilangan keseimbangan. Bara dengan cepat menarik tangan Kamala hingga membuat keduanya terjatuh di atas sofa yang semula diduduki keduanya.
“Teriaklah, sekencang yang kau bisa,” tanpa sempat mengolah maksud kalimat Bara, mata Kamala langsung melebar saat bibir keduanya kembali beradu. Kamala berusaha mendorong tubuh Bara namun gagal. Posisi Kamala yang tertindih tubuh beruang milik Bara membuatnya tidak bisa bergerak bebas.
“Ba..ra...” Kamala berhasil melepaskan kuncian Bara. Ia mengalihkan wajahnya hingga Bara tidak bisa menjangkaunya.
“Aku bilang teriaklah, berteriaklah kecuali kau memang ingin melakukannya...” bisik Bara di telinga Kamala. Gadis itu memang bisa menjauhkan bibirnya dari Bara dengan terus menoleh ke samping, tapi Kamala membuka peluang lain tanpa disadarinya. Bara hanya tersenyum melihat sikap polos Kamala itu.
“Kau masih sekolah...” kata Kamala di sela usahanya melepaskan diri.
“Itu bukan jawaban yang tepat...” Bara justru senang dengan jawaban Kamala. Secara tersirat bukan masalah rasa atau kemauan yang membuat Kamala tidak menginginkan kegiatan intim ini. Hanya masalah moral saja yang mengganggu wanita itu. Hal itu membuat Bara semakin ingin menggodanya.
Tanpa menunggu lagi, Bara menyatukan bibirnya di leher Kamala yang tanpa perlindungan. Wanita itu lengah dan membuat Bara dengan mudah mengecup leher jenjang Kamala sekuat tenaga.
“AKH! BARA!” akhirnya Kamala berteriak. Ia merasakan sensasi menggelitik yang membuatnya gila. Ia tidak mengira akan mendapatkan serangan yang lebih membuatnya hampir kehilangan akal sehatnya.
“BARA! JANGAN BERCANDA!” tangan Kamala kini tidak lagi sungkan untuk menarik rambut Bara saat laki-laki itu melebarkan jangkauannya hingga jauh lebih ke dalam bajunya.
Saat itulah pintu kamar Bara dibuka dengan paksa dari luar. Tiga orang laki-laki berbadan besar langsung masuk tanpa meminta izin si empunya kamar. Bara menarik diri dari atas tubuh Kamala. Tanpa berkata apapun tangannya mengambil bantal duduk disamping kakinya untuk menutupi Kamala dari jangkauan padang tamu yang tak diundang itu.
“Apa tindakan kalian ini atas seizin Ayah?” nada bicara Bara berubah tajam.
“Kami harus memastikan semua keselamatan orang yang ada di rumah ini,” jawaban itu datang dari Leni. Ia masuk di barisan terakhir dan langsung mengedarkan pandangannya untuk melihat situasi, “anda baik-baik saja Nyonya?”
“Tentu saja dia baik-baik saja...” Bara menghalangi usaha Leni untuk melihat Kamala. Bara sendiri sempat terkejut melihat hasil karyanya hingga ia tidak ingin orang lain melihatnya.
“Saya harus memastikan...”
“APA KAU GILA!” teriak Bara. Matanya ****** menatap Leni.
“Apa Anda lupa tugas saya?” dari nada bicaranya, Leni seolah tidak takut dengan Bara. Ia merasa memiliki kekuasan penuh di rumah ini melebihi Bara sekali pun dan Kamala tidak bodoh untuk bisa menebak situasinya.
“Aku tidak apa-apa. Kalian bisa keluar dari sini. Lain kali, apapun yang kalian dengar dari kamar ini, kalian tidak berhak masuk ke kamar tanpa izin!” tegas Kamala dari balik punggung Bara.
“Saya harus melihat dan memastikan Anda baik-baik saja Nyonya...”
“Hanya suamiku yang boleh melihat keadaanku, sekarang semuanya tolong keluar. Aku harus memakai bajuku dulu untuk menjelaskan situasinya bukan?” kalimat terakhir Kamala membuat Bara hampir tidak bisa menahan ekspresi wajahnya untuk tidak tersenyum. Kenapa wanita itu malah semakin membuat drama ini semakin menyenangkan?
“Jika Tuan bersikap kurang ajar....” Leni seperti tidak mau menyerah.
“Tolong keluar sekarang!” tandas Kamala. Kali ini ada nada perintah yang ia tekankan diakhir kalimat.
Leni menatap tajam ke arah Bara sebelum ia keluar dari kamar bersama dengan para bodyguard. Ia seolah menekankan pada Bara untuk tidak berbuat seenaknya.
Bara melempar bantal kursi yang masih dipegangnya ke arah dinding dengan sekuat tenaga untuk meredam kekesalannya yang kembali naik ke ujung kepala.
“Tidak bisakah kau memberitahuku betapa menyebalkannya dia dengan cara yang biasa-biasa saja?” Kamala juga merasa kesal. Tidak hanya karena Leni tapi juga karena sikap Bara yang seenaknya.
“Apa kau akan percaya begitu saja?” ucapan Bara tidaklah salah. Kamala tidak akan mudah percaya hanya dengan cerita.
“Tapi itu bukanlah alasan dirimu bebas memperlakukanku seperti itu...” Kamala masih berusaha merapikan rambut dan bajunya yang berantakan. Walau statusnya memang sudah menjadi istri sah Bara. Tapi ia masih tidak rela Bara berbuat sesuka hatinya.
“Apa salahnya aku mencicipi istriku sendiri?” Bara kembali duduk di samping Kamala yang kini terlihat canggung. Ia bahkan tidak berani menatap mata Bara seperti sebelumnya, “lalu sejak kapan aku melepas bajumu?” kali ini tawa Bara pecah.
“Diam, aku hanya terbawa suasana...” Kamala memukul bahu Bara yang tidak menghentikan tawanya.
“Mandi sana! Kau sangat kacau luar biasa!” sambil mengatakan demikian, tangan Bara mengusap bagian luar bibir Kamala. Lipstik yang dikenakan wanita itu meleber keluar akibat ulahnya.
“Kau pikir ini gara-gara siapa!” Kamala berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi. Ia meraih bantal yang tadi dilempar Bara dan melemparkannya balik pada Bara yang sedang lengah hingga mengenai kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments