Setelah menempuh perjalanan yang sangat-sangat lama, akhirnya sampailah mereka bertiga di tempat tinggal Sanca. Namun, mereka bertiga tidak langsung masuk ke dalam rumah Sanca. Mereka ingin mengetahui secara pasti, kalau mereka tidak salah rumah. Dari kejauhan, Panji, Sutono, dan Pak Bandri, melihat kalau ada seorang perempuan yang keluar dari rumah tersebut. Panji yakin, kalau perempuan itu adalah istri dari Sanca. Tapi melihat cara berpakaian perempuan itu, Sutono dan Pak Bandri merasa ragu. Karena cara berpakaian perempuan itu seperti seorang perempuan penghibur, atau perempuan malam.
"Kamu yakin Ji? Saya ragu kalau itu istrinya Sanca." Ucap Sutono kepada Panji yang duduk di kursi belakang.
"Ya.. saya juga sebenarnya tidak tahu pasti pak. Tapi, apa tidak sebaiknya kita langsung datangi rumahnya saja pak? Kalaupun itu bukan rumahnya Sanca, toh tidak ada salahnya kan kalau kita ke sana?"
"Jangan bodoh. Kalau ternyata rumah itu bukan rumah Sanca, bisa-bisa kita diteriaki maling oleh pemilik rumahnya. Memangnya kamu berani menghadapi semua orang yang ada di komplek ini?"
"Ya.. Tidak sih pak."
Benar apa yang dikatakan oleh Sutono. Perempuan itu hanyalah perempuan penghibur. Karena tak lama kemudian, perempuan itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Barulah di sini mereka bisa melihat dengan jelas, kalau rumah itu adalah rumah Sanca. Tapi, Sutono merasa sangat terkejut melihat penampilan Sanca yang lebih mirip seperti preman. Sanca keluar dari dalam rumahnya hanya menggunakan kaos lengan pendek berwarna hitam. Sehingga terlihatlah semua tato yang ada di tangan dan dadanya. Rambutnya juga gondrong dan keriting. Tidak seperti Sanca yang beberapa tahun lalu masih bersama dengan Sutono dan timnya.
Tapi mau dilihat dari sisi manapun, wajah itu tetaplah wajah Sanca. Beberapa tahun tidak bertemu, tentu saja penampilan Sanca sudah berubah. Dan bisa saja, sifatnya pun sudah tidak sama lagi seperti dulu. Karena sudah bosan menunggu, Sutono akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari dalam mobilnya. Saat itu Sanca memperhatikan Sutono yang berjalan secara perlahan menuju ke halaman rumahnya. Setelah cukup dekat, barulah Sanca mengenali Sutono. Dia masih ingat dengan wajah Sutono, yang seperti tidak pernah berubah sedikitpun. Namun, Sanca benar-benar telah berubah sekarang. Dia nampak enggan untuk menerima kedatangan Sutono dan kedua sahabatnya di tempat itu.
Saat Sutono bertanya kabarnya, Sanca berpura-pura tidak mengenalinya. Namun gelagatnya yang aneh dan mencurigakan, membuat Sutono tidak percaya, kalau Sanca sudah melupakannya.
"Mungkin mulutmu bisa berbohong Sanca. Tapi tidak dengan bahasa tubuhmu." Ucap Sutono kepada Sanca yang masih berdiri di hadapannya.
"Mau apa? Untuk apa kamu datang ke tempat ini? Mau buat masalah apalagi?" Tanya Sanca dengan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
Sanca terlihat marah kepada Sutono. Sutono bisa memahami apa yang saat ini sedang dirasakan oleh Sanca. Karena dengan melihat pakaian yang Sanca kenakan, Sutono sudah tahu, kalau Sanca setelah berubah menjadi orang yang penuh dengan masalah.
"Maafkan saya Sanca. Saya memang bersalah, dan pantas untuk disalahkan. Tapi kamu harus tahu, kalau semua ini adalah ulah Barga. Dialah yang telah menjebak kita semua. Kamu tahu itukan? Sanca?" Ungkap Sutono sembari menepuk pundak Sanca.
"Sudahlah." Balas Sanca menepis tangan Sutono yang ada di pundaknya.
"....Kalian semua memang sama saja. Sama-sama memiliki ambisi. Kamu tahu apa yang sudah terjadi kepadaku selama kalian semua pergi? Hmm?"
"Saya tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu, Sanca. Tapi, saya datang ke tempat ini, untuk membersihkan nama kita semua. Agar kita semua yang ada di sini bisa hidup dengan tenang dan damai."
"Waaww... Mudah sekali bicara ya?"
"Sanca...."
Bluugggghhh!
Tiba-tiba Sanca memukul wajah Sutono. Pak Bandri dan Panji langsung keluar dari mobil, dan mencoba untuk menenangkan Sanca. Hadirnya Panji di sana, ternyata memberikan sedikit sentuhan kepada Sanca. Awalnya Sanca ingin memukuli Sutono habis-habisan, tapi setelah melihat Panji, dia mengurungkan niatnya itu.
"Sanca... Tenang sahabatku. Mari kita bicarakan semuanya baik-baik. Kita masuk ke dalan rumahmu. Oke?" Ucap Panji mencoba menenangkan Sanca.
Akhirnya Sanca pun luluh. Meskipun masih ada rasa marah dalam dirinya, Sanca mempersilahkan mereka bertiga untuk masuk ke dalam rumahnya. Setelah semua orang duduk di lantai rumah itu, barulah Sanca mengungkapkan semuanya kepada mereka. Amarahnya terpancing setelah dia melihat Sutono, karena semenjak Sanca dipecat dari kepolisian, dia sering sekali mendapatkan ancaman dari Barga dan anak buahnya. Tak hanya sekedar ancaman, Barga juga melakukan hal yang sangat menyakitkan bagi Sanca. Barga dan anak buahnya memukuli anak laki-laki Sanca yang masih berumur enam tahun, sampai anak itu meninggal.
Namun karena Barga orang yang punya kuasa, sedangkan Sanca hanyalah orang biasa, Sanca tidak memiliki kekuatan apa-apa. Bahkan, Barga tidak mendapatkan hukuman sekecil apapun. Kasus pemukulan yang mengakibatkan korban jiwa itu, hanya dicatat sebagai kasus kecelakaan. Barga dan anak buahnya malah menuding balik, kalau Sanca-lah yang sudah memukuli anak dan istrinya sendiri. Tuduhan-tuduhan itu sudah tidak bisa lagi dihindari oleh Sanca, karena semua tim yang menangani kasus itu telah disuap oleh Barga, untuk membuat bukti-bukti palsu. Dengan semua bukti palsu yang ada, Sanca pun akhirnya dijebloskan ke penjara.
Meskipun Sanca hanya lima tahun berada dalam penjara, tapi Sanca sudah mengalami berbagai penyiksaan dan penderitaan. Bagaimana tidak? Sanca selalu dipukuli, dan sering mendapatkan perlakuan yang menjijikkan dari para sipir penjara. Tidak ada satupun orang yang bisa membantunya waktu itu. Dia mencoba bertahan sebisa mungkin di dalam penjara, agar suatu saat dia bisa membalaskan dendamnya kepada Barga. Entah penderitaan macam apa yang sudah Sanca dapatkan. Hanya Sanca sajalah yang tahu soal itu. Namun akibat perlakuan kasar dari para sipir penjara, Sanca berubah menjadi orang yang sangat-sangat brutal.
Dia yang awalnya hanyalah orang lemah, berubah menjadi monster yang mengerikan dalam penjara tersebut. Tidak ada satupun orang yang berani menyentuh Sanca. Karena siapa saja yang berani mengganggu Sanca, pasti mereka akan mati. Termasuk para sipir penjara yang sudah menyiksanya. Sanca menghabiskan waktu bertahun-tahun di dalam penjara. Semakin hari, sikap brutalnya semakin menjadi-jadi. Karena sudah terbiasa membunuh orang, Sanca benar-benar sudah mati rasa. Dia tidak akan merasa bersalah ketika membunuh siapa saja. Banyak para jagoan, dan juga sipir penjara yang sudah tewas di tangannya. Orang suruhan Barga yang dikirim untuk membunuhnya pun, berhasil ia lumpuhkan di dalam selnya.
Karena hal itu, Barga menjadi tidak tenang. Hidupnya serasa diawasi oleh Sanca. Setiap kali dia mendengar nama Sanca, pasti dia akan teringat dengan apa yang sudah ia lakukan kepada anak dan istri Sanca. Dan hal yang paling menyakitkan bagi Sanca adalah, saat secara bersamaan Barga melecehkan istri Sanca, dan memukuli anak Sanca tanpa perasaan bersalah sedikitpun. Dan semua itu dilakukan di hadapan Sanca. Kekejaman itu juga didukung oleh orang-orang kepercayaannya. Namun setelah mendengar kalau Sanca telah berubah menjadi sosok yang mengerikan, Barga seakan dibuat tunduk. Oleh sebab itu, setelah pensiun Barga memutuskan untuk pergi dari tempat tinggalnya. Meninggalkan dan menelantarkan anak istrinya, tanpa mewariskan apa-apa.
Singkat cerita, karena Barga sudah pensiun dan tidak lagi memiliki pengaruh yang besar, Sanca pun akhirnya dibebaskan. Setelah dia delapan tahun di penjara. Meskipun dalam catatan hukuman dia seharusnya dihukum selama lima tahun, tapi semua kebrutalan yang ia lakukan di dalam penjara telah menambah masa tahanannya. Setelah keluar dari penjara, Sanca kemudian mencari keberadaan Barga dan keluarganya. Dia belum tahu, kalau Barga telah meninggalkan keluarganya sejak lama. Perasaan marah dan kecewa beradu menjadi satu. Tanpa perasaan takut sedikitpun, Sanca lalu membunuh anak dan istri Barga. Lalu membakar rumah mereka sampai tak tersisa. Dan istri Barga adalah orang terakhir yang ia bunuh. Tujuannya adalah untuk memberikan rasa sakit yang dalam, sebelum istri Barga mati.
Tidak lupa, Sanca juga memotret semua kejadian mengerikan itu dengan sebuah kamera yang ia temukan di kamar istri Barga. Yang paling tidak disukai oleh Panji, Pak Bandri, dan Sutono, dari cerita itu adalah, sebelum menghabisi istri Barga, Sanca sempat melecehkan perempuan itu berkali-kali. Jadi, istri Barga adalah saksi yang melihat dengan jelas, apa yang terjadi kepada anak-anaknya. Hingga pada akhirnya, Sanca kembali ke kehidupan normal. Dan melakukan pekerjaan yang serabutan untuk menyambung hidupnya. Sedangkan Barga, dia kembali ke kotanya setelah ia tahu kalau anak dan istrinya telah dibunuh. Sebenarnya Barga pun sudah tahu, kalau yang membunuh keluarganya adalah Sanca. Tetapi karena kurangnya bukti, Barga tidak bisa apa-apa.
Sama seperti yang terjadi kepada Sanca dan keluarganya, Barga harus menerima penderitaan yang pernah ia berikan kepada orang lain. Rasa sakit dan rasa bersalah yang begitu besar, membuat jiwa Barga terguncang. Dia sempat berobat kepada beberapa dokter dan psikolog. Hingga dia bisa sembuh setelah kurang lebih satu tahun menjalani berbagai macam metode pengobatan. Sejak saat itulah, Barga tidak pernah terdengar lagi. Entah apa yang telah terjadi kepadanya setelah peristiwa itu. Tapi banyak yang mengira kalau Barga sudah mati, karena dibunuh oleh orang-orang yang pernah bermusuhan dengan dirinya. Tapi sampai sekarang, tidak ada satupun orang yang tahu dimana Barga dimakamkan. Lagipula, siapa yang peduli dengan baji-ngan seperti Barga?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Ai Emy Ningrum
seperti nya menghilang ditelan bumi Barga ...🤔🤔🤔
2023-10-15
1