"Bagaimana Hermanto? Apa kamu sudah sadar dari tidur panjangmu?" Tanya Sutono kepada Hermanto.
"Bang-sat kalian berdua! Aku pastikan! Kalian berdua akan mati di tempat ini!" Jawab Hermanto.
"Tidak Hermanto. Kami tidak akan mati di rumah kami sendiri."
"Aku tidak menyangka kalau kamu tega melakukan ini kepadaku Her. Kamu sudah aku anggap seperti keluargaku sendiri. Kenapa Her? Apa yang kamu dapatkan dari semua ini?" Ucap Pak Bandri.
Dengan tatapan wajah penuh amarah, Hermanto lalu membuka semua hal yang selama ini ia tutupi dari Pak Bandri. Pada dasarnya, Hermanto merasa iri kepada Pak Bandri. Karena setiap kali ada tugas dari Dyah Tunggal Marani, pasti Pak Bandri akan dikawal oleh Sakara. Diam-diam, Hermanto ternyata menyukai Sakara. Dan tidak ada satupun orang yang tahu hal itu, selain Hermanto dan Sakara. Saat Hermanto mengungkapkan isi hatinya kepada Sakara, Sakara langsung menolaknya. Dia sama sekali tidak memiliki perasaan lebih kepada Hermanto. Apalagi Sakara belum lama kenal dengan Hermanto pada saat itu.
Hermanto pun merasa sangat kecewa dengan jawaban yang diberikan oleh Sakara. Padahal Hermanto sudah berusaha untuk meyakinkan Sakara, dengan memberikannya sebuah cincin, yang harganya cukup mahal. Namun perasaan memang tidak bisa dipaksakan. Seberapa besar pun pengorbanan yang dilakukan oleh Hermanto untuk Sakara, Sakara tetap tidak mau menerima cinta dari Hermanto. Rasa kecewa yang ada di dalam diri Hermanto semakin besar, ketika dia tahu, kalau Sakara justru lebih kagum kepada sosok Pak Bandri. Bagi Sakara, Pak Bandri adalah orang yang memiliki pemikiran dewasa dan pemikiran yang luas. Serta tidak mudah marah.
Sifat Pak Bandri itu jelas berbeda jauh dengan Hermanto, yang mudah terpancing emosinya. Sakara tidak suka dengan sosok laki-laki yang mudah marah, apalagi sampai berani berbuat kasar. Sakara tahu, kalau Hermanto juga sering bermain perempuan. Semua itu ia ketahui dari Pak Bandri. Dan hal tersebutlah yang memancing dendam dalam diri Hermanto. Padahal niat Pak Bandri baik. Pak Bandri tidak mau kalau sampai Sakara menjadi korban permainan Hermanto, yang suka bergonta-ganti pasangan. Ditambah lagi Hermanto juga sering sekali mabuk, serta berbuat onar, yang jelas merugikan banyak orang. Padahal Hermanto memiliki kedudukan penting di kepolisian. Tapi kembali lagi, jabatan tidak menentukan seseorang berada dalam kebaikan.
Sejak saat itu, Hermanto bersumpah untuk menghancurkan hidup Pak Bandri, dengan cara apa saja. Termasuk menghasut Dyah Tunggal Marani, agar sama-sama membenci Pak Bandri. Dia mengatakan kepada Dyah Tunggal Marani, kalau Pak Bandri ingin merampas kepemimpinan yang sedang dijalankan oleh Dyah Tunggal Marani. Namun, Dyah Tunggal Marani sama sekali tidak mempan dengan hasutan murahan seperti itu. Justru Dyah Tunggal Marani menjadi semakin yakin, kalau Hermanto adalah penghianat yang sebenarnya. Tetapi karena Dyah Tunggal Marani adalah orang yang baik, dia memberikan kesempatan kepada Hermanto untuk merubah sifat buruknya.
Sangat disayangkan, Hermanto tidak menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Dia justru semakin menjadi-jadi. Dari awal, Pak Bandri sudah diperingati oleh Dyah Tunggal Marani, untuk tidak lagi meminta bantuan kepada Hermanto. Hanya saja Pak Bandri merasa kasihan dengan Hermanto, karena Hermanto sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Dengan kata lain, dia hidup sebatang kara. Hany Pak Bandri-lah satu-satunya orang yang peduli kepadanya. Bahkan, sekalipun Hermanto memiliki banyak orang-orang kepercayaan di kantornya, Hermanto selalu merasakan kesepian. Pak Bandri sudah berusaha sebisa mungkin untuk merubah tabiat buruk Hermanto. Tapi usahanya itu sia-sia belaka. Hermanto tetap menjadi orang yang sama, untuk selamanya.
"Her! Aku selalu meluangkan waktu untukmu, saat orang lain tidak ada yang peduli kepada dirimu. Kenapa kamu bisa memiliki sifat bodoh seperti itu?!" Kata Pak Bandri yang sudah mulai emosi dengan sifat Hermanto yang tidak pernah berubah.
"Anji-ng tua! Aku tidak akan pernah berubah sampai kapanpun! Sekalipun kamu sudah memberikan waktu dan tenagamu untukku, aku tidak akan pernah peduli! Aku adalah aku! Dan kamu sama sekali tidak berhak untuk mengatur kehidupanku! Paham?!"
"Dasar anji-ng gila!" Kata Sutono, dengan memukul wajah Hermanto.
"Baiklah Her, kalau itu yang kamu mau. Maaf Her, hidupmu aku akhiri sampai di sini saja." Ucap Pak Bandri.
Sesaat kemudian, terdengarlah suara tembakan sebanyak lima kali dari lantai atas. Yang sudah pasti hal itu dilakukan oleh Pak Bandri sendiri yang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Pak Bandri dengan terpaksa harus mengeksekusi Hermanto saat itu juga. Dia merasa sangat kecewa kepada Hermanto, karena pengorbanan yang ia berikan kepadanya tidak berarti apa-apa. Ditambah lagi dengan sifat Hermanto yang tidak pernah berubah, dan malah semakin berulah, yang mengakibatkan Iwan dan Yati harus menjadi korban. Sampai sekarang, Pak Bandri masih belum mengetahui bagaimana nasib Iwan dan Yati, yang berada di Desa Janggala Sukma. Pak Bandri juga tidak mau mengulik informasi apapun dari Hermanto, karena sudah pasti Hermanto tidak akan mau memberitahunya tentang Iwan dan Yati.
"Sudah. Kita pergi saja dari tempat ini. Tidak masalah kalau aku harus membakar rumahku untuk kesekian kalinya." Ucap Sutono kepada Pak Bandri, yang saat itu sudah berada di dalam mobil.
Setelah Pak Bandri dan Sutono pergi dari sana, rumah Sutono secara tiba-tiba mengalami kebakaran hebat. Yang membakar seluruh bagian rumah dan juga isinya. Termasuk membakar jasad Hermanto dan anak buahnya, yang masih berada di dalam sana. Karena rumah itu berada jauh dari keramaian, maka tidak akan ada satupun orang yang menyadarinya. Sutono memang seringkali membeli atau membangun rumah di daerah yang jauh dari keramaian. Hal itu ia lakukan untuk menghindari hiruk pikuk dan bisingnya wilayah perkotaan. Sutono sebenarnya ingin hidup tenang tanpa ada gangguan dari siapapun. Namun melihat keadaan Pak Bandri yang seperti ini, tentunya ia tidak bisa tinggal diam begitu saja.
Sutono tidak akan rela melihat sahabatnya menghadapi masalahnya sendirian. Setelah ini, Sutono pasti memiliki rencana lain untuk bisa pergi ke Desa Janggala Sukma dengan aman tanpa hambatan. Desa Janggala Sukma sangatlah jauh dari tempat tinggal Sutono. Mereka harus melewati berbagai macam wilayah yang berbeda-beda, untuk bisa sampai ke Desa Janggala Sukma. Secepat-cepatnya mereka berdua bergerak, paling cepat mereka akan tetap sampai ke Desa Janggala Sukma dalam waktu dua hari dua malam. Itupun jika dilakukan tanpa istirahat ataupun menginap. Sedangkan sekarang mereka hanya pergi berdua saja. Kalau dipaksakan, itu akan berubah menjadi rencana bunuh diri, dan bukan rencana yang bagus untuk menyelamatkan Iwan dan Yati.
Sutono akhirnya memutuskan untuk menghubungi teman-temannya, yang juga sama-sama sudah pensiun dari dunia kepolisian ataupun detektif. Dengan demikian, Sutono dan Pak Bandri akan memiliki peluang jauh lebih besar untuk menyelamatkan Iwan dan Yati dari Desa Janggala Sukma. Dengan bantuan dari teman-teman Sutono, mereka juga bisa membuat rencana yang jauh lebih matang dan meyakinkan. Karena menyelamatkannya Yati dan Iwan dari Desa Janggala Sukma bukanlah suatu perkara yang mudah. Kalau mereka tidak berhati-hati, maka nyawa mereka juga akan melayang dengan sia-sia. Yang lebih mengerikannya lagi, mereka akan terjebak selamanya di Desa Janggala Sukma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments