Belum sempat mengistirahatkan dirinya, Pak Bandri dan Sutono mendapatkan gangguan dari seseorang. Ada orang yang melemparkan sesuatu ke dalam kamarnya, yang membuat jendela kamarnya pecah. Dia lalu keluar dari kamarnya, dan langsung pergi menuju kamar Sutono. Untungnya kamar Sutono tidak dikunci. Dan ternyata, Sutono sudah bangun terlebih dahulu sebelum Pak Bandri bangun.
"Ada apa ini No?! Aku merasa ada sesuatu yang aneh di rumahmu ini!"
"Apa yang aku katakan benar kan Ndri?"
"Maksudnya?!"
"Hermanto sudah mengirimkan orang-orangnya ke tempat ini. Secepatnya kita harus pergi dari rumahku."
"Lalu bagaimana dengan dua pembantumu?"
"Mereka sudah aku suruh pergi terlebih dahulu."
"Apa?!"
Setelah Pak Bandri masuk ke dalam kamar, Sutono langsung memerintahkan Parji dan Mina untuk segera pergi meninggalkan rumahnya, karena ada bahaya yang datang. Sutono memang saat ahli dalam membaca situasi. Sejak Pak Bandri sampai di rumahnya, Sutono sudah curiga, kalau Pak Bandri telah diikuti oleh seseorang. Dan orang itu tak lain tak bukan adalah Hermanto. Hermanto memang tidak berpihak kepada musuh Dyah Tunggal Marani. Tetapi Hermanto sudah memilih untuk berpihak kepada Mbah Brengkut. Entah apa yang diberikan oleh Mbah Brengkut kepada Hermanto, hingga membuatnya mampu mengkhianati temannya sendiri. Bahkan sampai mengerahkan pasukan untuk menyerang rumah Sutono.
"Ambillah pistol ini. Gunakan sebaik mungkin." Ucap Sutono kepada Pak Bandri.
"Jangan gila No! Kita tidak mungkin membunuh orang No!"
"Terserah! Pilihan ada di tanganmu sendiri. Kamu? Atau orang-orang di luar sana yang mati." Jawab Sutono sembari keluar membawa senjata dari dalam kamarnya.
Di luar rumahnya, perlahan anak buah Hermanto mulai memasuki halaman rumah. Mereka adalah para oknum anggota kepolisian, yang dibayar oleh Hermanto untuk melakukan pekerjaan yang kotor. Dan Hermanto-lah yang memberikan posisi serta jabatan kepada mereka. Sehingga mereka akan melakukan apapun untuk Hermanto. Istilahnya, yang para oknum ini lakukan adalah bentuk balas budi mereka kepada Hermanto. Yang telah memberikan mereka kehidupan yang sangat layak untuk dinikmati. Meskipun mereka juga tahu kalau yang mereka lakukan ini salah, tapi mereka tidak peduli. Selama Hermanto masih memberikan pengaruh untuk mereka, maka mereka rela melakukan apa saja untuk Hermanto.
"Cek dapur! Cepat!" Perintah salah satu dari mereka.
Sutono dan Pak Bandri masih tetap berada di lantai dua. Sutono ingin menunggu kedatangan mereka, dan membunuh mereka satu persatu.
"Kamu yakin No?" Ucap Pak Bandri berbisik kepada Sutono.
"Apa boleh buat Ndri. Kalau kita tidak menghabisi mereka, maka mereka semua orang yang akan menghabisi kita. Jika kita berdua mati, maka Yati dan Iwan tidak akan bisa diselamatkan."
"Hmmmm...." Pak Bandri mengenal nafas panjang.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau Hermanto akan melakukan hal itu. Padahal Pak Bandri juga sudah banyak membantu Hermanto selama ini. Namun semuanya berjalan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Pak Bandri. Hermanto lebih memilih berpihak kepada Mbah Brengkut, daripada dirinya. Pak Bandri harus menerima kenyataan, kalau Yati dan Iwan, bahkan dirinya sendiri, sudah masuk ke dalam permainan Hermanto dan Mbah Brengkut. Suka tidak suka, itulah yang telah terjadi. Malam ini adalah malam penentuan. Kalau Hermanto berhasil membunuh Pak Bandri, maka sudah bisa dipastikan Yati dan Iwan tidak akan bisa selamat dari Mbah Brengkut.
Karena tujuan Mbah Brengkut adalah, menjadikan Yati dan Iwan sebagai tumbal di Desa Janggala Sukma. Ritual penumbalan anak manusia memang sudah biasa dilakukan oleh para warga Desa Janggala Sukma. Mereka beranggapan, kalau desa mereka akan selamat dari segala marabahaya, kalau mereka menyediakan tumbal. Tumbal itu nantinya akan diberikan kepada orang-orang yang berbaju serba hitam. Sebagai kelompok yang menguasai Desa Janggala Sukma, mereka akan memberikan keamanan bagi seluruh warga desa. Dan kalau kelompok tersebut tidak disediakan tumbal, maka mereka yang akan berburu dengan cara mereka sendiri.
Semua hal-hal tersembunyi yang ada di Desa Janggala Sukma, sudah diketahui oleh Sutono. Bahkan Pak Bandri sendiri pun baru mengetahuinya sekarang. Sutono membeberkan semua yang terjadi di Desa Janggala Sukma, kepada Pak Bandri.
"Bagaimana kamu bisa mengetahui semua itu No? Kamu sendiri kan belum pernah ke sana."
"Siapa bilang aku tidak pernah ke sana? Aku pernah diberi tugas oleh pimpinanku untuk mengawasi Desa Janggala Sukma. Namun aku telah gagal, karena tidak bisa membunuh para anggota kultus yang ada di sana. Dan saat kamu bergabung dengan mereka, aku pun mengetahuinya." Jawab Sutono.
Pak Bandri masih belum bisa mempercayainya. Namun Sutono meyakinkan Pak Bandri, kalau dirinya jugalah yang telah memberitahukan semuanya kepada Dyah Tunggal Marani. Sebagai gantinya, Dyah Tunggal Marani mengirimkan Sakara untuk menolong Pak Bandri. Jadi, Sutono-lah yang diam-diam telah membantu Pak Bandri kabur dari sana. Sebelum akhirnya Sutono dipenjara, karena sudah membunuh banyak orang. Kala itu, Sutono juga sedang menangani kasus di tempat lain berbarengan dengan mengawasi Desa Janggala Sukma. Padahal, waktu itu Sutono sudah mencoba untuk menghubungi Pak Bandri, agar nanti bisa membantunya keluar dari penjara. Sayangnya, Pak Bandri bukanlah orang yang memiliki kemampuan seperti Sutono ini.
Kemampuan Pak Bandri dalam membaca situasi dan kondisi sangatlah minim. Pak Bandri sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam hal telik sandi. Berbeda dengan Sutono, yang memang berprofesi sebagai seorang detektif. Waktu itu, Sutono menyelipkan beberapa lembar surat di buku catatan harian milik Pak Bandri. Namun sialnya, Pak Bandri malah membuang buku catatannya. Karena buku catatan milik Pak Bandri menyimpan banyak sekali doa-doa ritual yang ada di dalam kultus sesat itu. Sehingga Pak Bandri memutuskan untuk membuang semuanya. Dan dia tidak mau lagi membicarakan tentang Desa Janggala Sukma. Tapi sesuai dengan perjanjian antara Sutono dan Dyah Tunggal Marani, kalau Pak Bandri berhasil dibebaskan, maka Pak Bandri harus bergabung dengan Dyah Tunggal Marani, dan Persaudaraan Ksatria Tunggal.
"Sial! Kenapa aku bisa sebodoh itu. Aku benar-benar tidak tahu No." Ucap Pak Bandri setelah mengetahui semuanya.
"Sudahlah. Kita fokus saja pada apa yang sedang kita hadapi sekarang. Sebentar lagi, anak buah Hermanto akan naik ke lantai ini. Aku harap kamu tidak melakukan hal bodoh untuk yang kedua kalinya."
"Ya. Aku janji No. Aku akan membantumu untuk menghabisi mereka semua. Aku tidak peduli, sekalipun nanti kita berakhir di dalam sel penjara, aku tidak akan takut. Asalkan kita tetap bersama-sama."
"Ya. Bagus. Itu baru sahabatku."
Daaarr!!! Daaarr!!! Daaarr!!!
Anak buah Hermanto menembak ke segala arah. Mereka berharap Pak Bandri dan Sutono terkenal setan peluru dari senjata mereka. Namun karena senjata mereka ditembakkan secara tidak beraturan, jelas tidak ada satupun yang mengenai sasaran. Kecuali hanya merusak tembok dan juga properti yang ada di rumah itu.
"Tono! Bandri! Keluar kalian bang-sat!" Teriak salah satu dari mereka.
"Ndan! Pasti mereka ada di lantai atas!" Kata salah seorang yang lainnya.
"Cepat naik! Langsung habisi saja mereka!"
"Siap Ndan!"
Jantung Pak Bandri berdegup kencang. Keringat membasahi seluruh tubuh, di malam yang dingin itu. Pak Bandri sebenarnya takut dengan suara letupan senapan. Tapi pada posisi ini, Pak Bandri berusaha untuk tetap tenang. Sedangkan Sutono, dia terlihat biasa saja. Karena Sutono sudah terbiasa untuk menghadapi orang-orang seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments