Persiapan sudah dilakukan, tinggal menunggu waktunya bagi Yati untuk berangkat ke hotel yang sempat disebutkan oleh Pak Bandri. Sembari menunggu kedatangan Iwan, Yati kembali membuka semua berkas yang diberikan oleh Pak Bandri. Yati mempelajari berkas tersebut satu persatu. Dia menemukan banyak sekali kejanggalan dalam kasus pembunuhan Bagas Mantari. Dalam berkas kasus yang Yati pegang, Bagas Mantari dikabarkan mati dengan mendapatkan tusukan di hampir seluruh bagian tubuhnya. Kemungkinan besar, pelakunya lebih dari satu orang.
Namun yang membuat Yati heran adalah, tidak ada satupun saksi mata yang melihat kejadian tersebut. Yang lebih mengherankan lagi adalah, tidak ada satupun pihak keluarga dari Bagas Mantari yang berkomentar apapun. Mereka seakan tutup mulut dengan kasus tersebut. Padahal, Bagas Mantari adalah tulang punggung seluruh anggota keluarga besarnya. Sangat tidak mungkin kalau Bagas Mantari dibenci oleh mereka, apalagi sampai dibunuh. Karena jika keluarganya sendiri yang membunuh Bagas, maka nasib mereka yang jadi taruhan.
Keanehan tidak sampai di situ saja. Yati kembali menemukan sebuah hal mengejutkan. Jasad dari Bagas Mantari tidak ditemukan sampai saat ini. Ditambah lagi, siapa orang yang melaporkan pembunuhan itupun tidak ada yang tahu. Seakan kasus ini seperti sebuah lelucon. Seperti kasus pembunuhan yang dibuat-buat. Apalagi pihak kepolisian juga diketahui tidak serius dalam menangani kasus ini. Padahal, Bagas adalah orang yang sangat berpengaruh. Bahkan dikatakan, Bagas adalah orang yang kebal hukum, karena dia selalu menjadi pemenang ketika berurusan dengan siapa saja.
Sebagai seseorang yang memiliki banyak sekali harta, tentunya Bagas Mantari kerap kali mendapatkan ancaman ataupun kekerasan. Banyak orang yang ingin menghancurkan bisnisnya. Terutama dengan para pesaingnya. Meskipun banyak sekali orang yang kagum kepadanya, Bagas tetap saja memiliki banyak musuh. Dengan berbagai macam bisnis yang ia jalankan, pastilah banyak orang yang menginginkan kematiannya. Dan mereka akan melakukan apa saja untuk bisa menyingkirkan Bagas. Bagas memang kerap dianggap sebagai ancaman bagi para pebisnis besar. Karena Bagas mengetahui kelicikan mereka.
Setelah membaca berkas-berkas itu, Iwan pun tiba di rumah Yati.
"Bagaimana? Sudah siap Nona?" Canda Iwan.
"Ayo." Jawab Yati singkat.
Iwan memasukkan satu persatu barang yang dibawa oleh Yati. Di luar rumah, para pelayan di rumah Yati juga menghantar kepergian mereka berdua. Yati memiliki sepuluh orang pelayan. Lima perempuan, dan lima laki-laki. Mereka semua bekerja secara bergantian, siang dan malam. Menyiapkan segala keperluan yang Yati butuhkan. Meskipun sudah memiliki rumah megah dan indah, tapi Yati lebih sering tidur di hotel, ataupun tempat lain. Profesi yang sudah ia geluti bertahun-tahun, membuatnya jarang merasakan nikmatnya suasana yang ada di dalam rumahnya. Sama halnya dengan Iwan.
Mereka berdua memang sangat cocok dalam melakukan apa saja, bersama-sama. Sekalipun mereka hanya berdua, tapi mereka tidak pernah melakukan hal-hal buruk, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang seumuran mereka. Mereka berdua hanya sebatas sahabat, dan selalu fokus kepada tugas mereka masing-masing. Tidak ada perasaan cinta sedikitpun dalam hati Yati kepada Iwan. Laki-laki yang sudah bersahabat dengan dirinya sejak Yati masih sangat kecil. Walaupun sesekali Iwan berusaha menggodanya, Yati tetap bersikap biasa saja.
*
*
Perjalanan pun dimulai. Tidak terasa, mereka sudah sampai di sebuah apartemen, yang akan mereka jadikan tempat tinggal mereka sementara waktu. Dari apartemen itulah nantinya mereka mengawasi semua pergerakan yang ada di hotel yang dimaksud Pak Bandri. Hotel yang kabarnya menjadi tempat peristiwa pembunuhan seorang pengusaha kaya raya itu, tepat berada di seberang jalan raya. Tempat itu begitu ramai oleh lalu lalang kendaraan. Iwan dan Yati bisa mengawasi keadaan hotel itu menggunakan sebuah teropong, dari jendela kamar apartemen mereka tempati sekarang.
Untuk melancarkan aksinya, Yati dan Iwan menyamar menjadi sepasang suami istri. Mereka juga telah merubah penampilan mereka dengan sangat teliti. Karena jika sampai ada yang tahu mereka adalah wartawan, sudah dipastikan mereka akan diusir dari apartemen tersebut. Karena menurut informasi yang diberikan oleh Pak Bandri, apartemen yang mereka tinggal di sekarang juga masih berhubungan erat dengan hotel itu. Entah apa yang dimaksud Pak Bandri. Iwan dan Yati tidak mau ambil pusing soal hal tersebut. Karena mereka hanya ingin bekerja dengan baik di tempat ini.
"Sepertinya tidak ada yang mencurigakan sama sekali dari tempat itu." Ucap Iwan sembari meneropong dari jendela kamar apartemen.
"Ya. Karena ini hanyalah gambaran dari luarnya saja. Kita tidak pernah tahu, apa yang terjadi di sana. Hati-hati Iwan, jangan sampai ada yang mengetahui identitas kita." Kata Yati.
"Aku berani jamin, kalau Pak Bandri pasti sudah terlebih dulu mengawasi tempat ini. Dia pasti tahu lebih banyak tentang hotel misterius itu."
"Tahu ataupun tidak, itu bukan urusan kita. Kita hanya harus bekerja dengan baik di tempat ini. Jangan sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan oleh Pak Bandri kepada kita."
"Iya Yati. Oh ya, bagaimana kalau kita minta bantuan teman-teman kita yang lain? Supaya pekerjaan ini jadi lebih mudah."
"Teman? Teman siapa?" Tanya Yati heran.
Selama bekerja di Pena Kota, mereka berdua seperti tidak pernah memiliki teman. Yati dan Iwan sangat jarang berkomunikasi dengan orang lain. Mereka hanya sibuk dengan pekerjaan mereka. Berbeda dengan para karyawan kantor lainnya, yang suka berkumpul di satu tempat untuk melepaskan penat. Iwan dan Yati bahkan tidak pernah hadir di salah satu pesta teman kantor mereka. Ketika bertemu di kantor, Iwan dan Yati hanya bertegur sapa biasa kepada teman-teman mereka. Tidak pernah ada obrolan yang serius. Bahkan Yati ataupun Iwan, mereka tidak pernah sekalipun mengajak teman-teman kantor mereka, untuk berkumpul di rumah mereka berdua.
Bukannya mereka anti sosial, tapi Iwan dan Yati memang tidak terlalu suka berkumpul. Apalagi jika membahas hal-hal yang menurut mereka tidak berguna. Iwan dan Yati orang yang dikenal sangat fokus terhadap setiap hal. Mereka sangat-sangat disiplin. Dan tidak akan bersantai kalau tugas mereka belum selesai.
"Teman kita di panti asuhan kita dulu Yati." Jawab Iwan.
"Apa yang bisa mereka lakukan untuk kita? Mereka tidak tahu apa-apa tentang kasus ini. Mereka tidak akan bisa membantu kita, Iwan."
"Kenapa tidak kita coba saja dulu?"
"Tidak. Aku tidak mau kalau harus mengurus mereka semua."
"Ya tidak semuanya Ti. Beberapa orang sajakan bisa."
"Tidak. Tidak boleh ada orang lain selain kita berdua. Aku tidak tahu upaya apa yang menanti di depan kita. Jangan membahayakan siapapun. Aku tidak mau kalau sampai ada orang yang terseret dalam kasus ini. Apalagi ini adalah kasus yang sangat misterius, dan sangat tidak biasa. Aku punya firasat tidak enak."
Iwan hanya diam. Dia tidak mungkin membantah Yati, kalau dia sudah berkata seperti itu. Karena Yati memiliki intuisi yang tajam. Setiap kali ada sesuatu yang tidak enak, Yati pasti akan cemas, khawatir, dan menunjukkan sikap yang tidak biasa. Iwan sudah sangat paham dengan perilakunya. Hal itu memang sudah biasa terjadi. Dan karena intuisi Yati yang tajam itulah, mereka berdua sering sekali mendapatkan keberuntungan. Entah sudah berapa ratus kali mereka berdua hampir mati, karena pekerjaan mereka yang sangat berbahaya. Tapi Yati selalu saja bisa membawa mereka berdua keluar dari masalah. Bahkan teman-teman di kantor mereka pun sampai terheran-heran.
Yati dan Iwan sempat disangka memiliki sesuatu yang berbau supranatural. Sebagai contoh, jimat. Karena mereka berdua sudah berkali-kali selamat ketika menghadapi bahaya yang mengancam mereka. Dan hal itu tidak pernah terjadi kepada teman-teman mereka yang ada di kantor. Itu juga yang menjadi salah satu alasan teman-teman kantor mereka tidak suka dengan keberadaan Iwan dan Yati di Pena Kota. Karena mereka berdua selalu sukses dalam hal apapun. Dan sampai sekarang, tidak ada satupun orang yang berhasil menggantikan posisi mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments