14

Tak terasa sudah tiga hari mas Ryu pergi, laki-laki yang tak ubahnya seperti salju itu ku dengar akan pulang malam ini.

Karena aku tak akan menyambut kepulangannya, jadi tak ada persiapan apapun dariku.

Duduk di kursi rias, aku menatap bayangan diriku pada cermin. Mencermati lekat-lekat wajah yang sudah ku poles dengan make up, kacamata yang bertengger di atas hidung, serta rambut panjang tergerai yang sudah ku buat semakin lurus.

Perbedaanya memang nyaris seratus persen, sampai-sampai aku tak mengenali wajahku sendiri. Karena selain melepas hijabku, aku jarang sekali berdandan, jadi ini benar-benar terlihat beda. Seperti bukan aku.

Tidak hanya merubah diri agar terlihat seperti wanita cantik di luar sana, aku juga sudah mempersiapkan ponsel serta nomor baru, sebuah apartemen yang sudah ku sewa dengan harga lima belas juta per bulan pun sudah ku siapkan. Jadi jika mas Ryu ingin bertemu denganku, dia hanya perlu datang ke apartemen.

Tentu saja aku harus merogoh uang banyak demi mendukung penyamaranku supaya mas Ryu nggak curiga, dan supaya penyamaran ini terlihat seratus persen real.

Sementara semua rencana sudah ku susun dan ku atur sedemikian rupa dalam tiga hari ini, tanpa sepengetahuan siapapun termasuk ayah bunda.

"Maaf mas, uangmu ku pakai untuk keperluan yang nggak penting seperti ini" Gumamku lirih, menatap fotonya di layar ponselku. Meskipun mas Ryu tak menganggap aku sebagai istri, tapi dia sudah membagi gajinya denganku untuk pertama kali. Ku rasa dia tak pernah perhitungan kalau urusan uang.

"Maaf juga aku terpaksa mencoba cara seperti yang oma Nina lakukan"

"Aku harus menjadi pelakor untuk merusak hubunganmu dengan kekasihmu itu, karena aku nggak rela kamu semakin dekat dengannya"

"Semoga saja sifat nakalmu yang suka ganti-ganti pacar saat remaja tiba-tiba kumat dan menjadi pria rakus akan wanita"

Setelah lewat bermenit-menit, waktu pun sudah hampir tengah malam, aku buru-buru menghapus make up ku sebab tak kurang dari satu jam lagi mas Ryu akan sampai di rumah.

Setelahnya ku simpan semua peralatan penyamaranku di dalam koper dan meletakannya di lemari khusus untuk menyimpan koper.

"Selesai" Ucapku menepuk-nepukan kedua telapak tangan berulang kali "Bissmillah, semoga berhasil" Kataku lagi lantas berjalan ke arah sofa dan merebahkan diri di atasnya.

Aku memang sengaja tidak tidur di ranjang, karena ku pikir, mas Ryu sangat lelah setelah menempuh perjalanan lebih dari sepuluh jam dengan mengendarai mobilnya. So ku berikan ranjangnya agar dia bisa istirahat dengan leluasa.

Sampai mataku terasa panas, aku akhirnya tertidur dan kesadaranku tahu-tahu menghilang sempurna.

****

Samar-samar ku dengar suara keyboard berasal dari jemari tangan mas Ryu, saat ku buka mata, pandanganku langsung tertuju pada pria yang kini tengah duduk bersandar di atas tempat tidur.

Entah pukul berapa dia pulang tadi malam, seharusnya saat ini dia tidur, tapi tidak. Pria itu justru sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya.

Saat ku lirik jam di ponsel, ternyata sudah pukul tiga lebih. Cepat-cepat aku bangun untuk melaksanakan sholat di sepertiga malam terakhir.

Mengabaikannya, langkahku melenggang santai ke arah kamar mandi.

Selesai mengambil air wudhu, aku keluar dari kamar mandi dan mas Ryu ku lihat masih berada di posisi semula. Tak ada pergerakan apapun darinya, mungkin pekerjaannya itu sangat penting, jadi butuh konsentrasi ekstra.

Kembali tak memperdulikannya, aku langsung menunaikan niatku.

Selang sekitar tiga puluh menit, aku sudah selesai melaksanakan sholat dan kini tengah melipat mukenaku. Tiba-tiba saja mas Ryu bersuara.

"Buatkan aku kopi" Perintahnya seraya melipat laptop. "Jangan terlalu manis" Pria itu langsung melangkah ke kamar mandi usai mengatakan itu.

Aku terbengong, seperti tak percaya dengan apa yang ku dengar barusan.

Sungguh ini pertama kalinya dia menyuruhku.

Menyimpan mukena, aku langsung ke dapur untuk memanaskan air kemudian mengisi cangkir bening dengan dua sendok bubuk kopi dan satu sendok gula. Takaran yang menurutku nggak terlalu manis sesuai dengan permintaanya.

Aku meletakkan kopi yang ku buat di atas nakas. Saat akan beranjak pergi, layar ponsel mas Ryu yang tepat di depanku menyala. Dahiku reflek mengerut membaca pesan yang muncul di layar pop-up.

Zea Mays

03:50 WIB

Kita selesai.

Siapa Zea Mays?

"Hmm" Mas Ryu yang baru keluar dari kamar mandi spontan mengagetkanku, otomatis aku membalikkan badan.

"M-mas, kopinya ada di nakas"

"Makasih" Sahutnya dengan nada dingin kemudian melangkah ke arah lemari.

"Mau kemana?" Tanyanya ketika aku mengangkat kaki hendak jalan ke arah pintu keluar.

"Naruh ini ke dapur" Aku menunjuk nampan yang ada di tanganku.

Dia langsung terdiam, dan aku kembali melanjutkan langkah.

Kesambet setan mana dia? Kenapa wajahnya seperti menyimpan kekecewaan? Kenapa jadi banyak bicara?

Aahh... Apa pacarnya nggak terima dengan pernikahan kami, terus memutuskan hubungan karena dia nggak mau pacaran dengan pria beristri? Atau apa si wanitanya marah karena merasa di khianati?

Kira-kira tebakan mana yang tepat?

Ku kerutkan bibirku sembari terus berasumsi.

Zea Mays? Apa dia kekasihnya?

Lantas apa maksudnya kita selesai?

Ku gelengkan kepala sambil membuang nafas pelan.

****

Dari pesan yang ku baca, spekulasiku sementara adalah mas Ryu dan pacarnya sudah selesai. Artinya mereka sudah tidak lagi menjalin hubungan.

Sementara rasa bosanku yang berperan sebagai istri yang tak di anggap semakin hari semakin menjadi, maka ku bulatkan tekadku untuk menghubungi nomornya.

Di jam-jam seperti ini, aku yakin dia sedang beristirahat di rumah sakit.

[AC di rumah saya rusak, tolong segera perbaiki. Terimakasih]

Begitulah pesan yang ku kirim sebagai permulaan. Tentu saja menggunakan nomor baru yang sudah ku persiapkan khusus untuk menghubungi mas Ryu.

Sedikit menunggu agak lama, akhirnya pesanku di balas.

[Maaf, aku bukan tukang service AC]

Tak peduli dengan sanggahannya, aku kembali mengiriminya pesan.

[Saya tunggu, ya. Aku kepanasan ini]

Pesanku langsung di baca, namun bukannya membalas, mas Ryu malah menelfon dengan panggilan Video.

Aku yang sudah siap dengan dandananku, sedikit was-was menggeser ikon hijau.

Deg...

Begitu panggilan ku terima, jantungku seakan mau pecah begitu wajah mas Ryu terpampang sangat jelas di layar ponsel.

Aku berharap dia tidak mengenaliku...

"Kamu siapa?" Tanyanya dari balik telfon. Fokusnya penuh menatap wajahku yang di pastikan ada di layar ponselnya.

"Saya Jani" Jawabku dengan suara di buat-buat. "Bukankah anda tukang service AC?"

"Sudah ku bilang, aku bukan tukang service"

"Tapi mana mungkin saya salah nomor, ini jelas-jelas nomor yang temanku kasih, nggak mungkin saya salah"

"Kamu lihat ini?" Demi membuktikan bahwa dia bukan tukang service, mas Ryu langsung menunjukan ID card dokter yang menempel di snelinya.

"Ini lihat baik-baik?" Katanya lagi kali ini menunjukan stetoskop yang menggantung di lehernya. "Aku ini dokter, bukan tukang service" Tambahnya menguatkan profesinya.

Dalam hati aku tertawa. Ternyata dia sereceh itu.

Apa aslinya memang begitu?

Bersambung

Terpopuler

Comments

Rahmawati

Rahmawati

semoga penyamaran mu berhasil nai

2024-01-24

3

Nabila

Nabila

wkwkwkkkk 🤣😁🤭🤭😀 .. oh Naima yg lebih menantang dong .. masak dokter di suruh beneri AC .. jadi geli aku hahahaaaa 😁😁😁

2024-01-20

1

Uthie

Uthie

lanjut 💪😁

2023-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!