3

"Halo..." Ucap si pria membuat Naina tersentak. Wanita itu otomatis tersadar dari lamunan. "Mau cari siapa?" Lanjutnya bertanya.

"S-saya Naina"

"Aku nggak tanya namamu siapa, aku tanya kamu cari siapa?"

"Maaf"

"Satu lagi!" Tegas Pria itu. "Seorang wanita harus menjaga pandangan, jadi jangan terlalu lama menatapku, apalagi kamu berhijab, ngerti?"

"Maaf"

"Jadi mau cari siapa?" Sekali lagi si pria dingin itu bertanya sembari mengangkat dagu.

"Benar ini rumah bu Arimbi?"

"Sejak kapan pertanyaan di jawab dengan pertanyaan?" Sepertinya pria itu merasa kesal. Pasalnya, alih-alih pertanyaannya mendapat jawaban, Naina malah bertanya balik.

"Saya mau cari bu Arimbi, mas"

"Kamu temannya? Teman kerja?"

"B-bukan" Jelas Naina sedikit takut-takut. Pria itu terkesan galak tak bersahabat.

"Lalu?"

"S-saya_"

"Siapa, Ry?" Tiba-tiba saja ada seseorang yang berucap, Naina reflek melirik ke arah balik punggung pria di depannya. Tampak sesosok wanita paruh baya yang juga mengenakan kacamata berjalan mendekat.

"Cari bunda katanya" Pria itu menoleh ke belakang sekilas.

Saat Arimbi sudah berdiri di antara keduanya, dia berucap.

"Cari bunda?" Arimbi tampak kebingungan.

"Iya, bun"

"Saya Naina, bu" Sambar Naina kilat.

Arimbi yang sudah sejak tadi menatap wajah Naina, kini menautkan kedua alisnya.

"Naina siapa?"

"Saya putrinya bu Lintang"

"Lintang" Ekspresi Arimbi kian serius. Ia menatap Naina dalam-dalam "Lintang Kurnia?"

"Iya bu"

"Lintang siapa, bun?" Celetuk si pria mengernyitkan kening.

"Teman bunda, Ryu"

"Oh, jadi pria ini namanya Ryu" Naina membatin dengan diam-diam mencuri pandang ke arah Ryu.

"Lintang teman bunda yang beberapa tahun lalu kita kunjungi rumahnya tapi katanya sudah pindah itu, bun?"

"Iya, sayang"

"Sebaiknya jangan percaya dulu bun. Bisa jadi dia hanya ngaku-ngaku anaknya tante Lintang"

"Ryu!" Arimbi memberikan lirikan tajam. Sementara Naina hanya mematung sambil menyimak keduanya bicara. Sejujurnya dia sedikit sakit hati atas ucapan Ryu, tapi sayangnya dia tidak memiliki keberanian untuk menangkisnya "Nggak boleh ngomong gitu, nak"

"Ya siapa tahu dia bohong, itu hanya alibinya saja buat nipu kita"

"Ryu!" Arimbi sedikit menekan ucapannya, kemudian kembali menatap Naina.

"Kamu benar anaknya Lintang?"

"Benar bu Arimbi, saya putrinya" Sahut Naina di sertai anggukan kepala.

"Sebaiknya kita masuk, kita bicara di dalam"

"Bunda yakin?" Ryu kembali menyambar.

"Loh, memangnya kenapa, Ry? Tamu memang harus di suruh masuk kan?"

"Ya tapi bun_"

"Sudah-sudah, jangan su'uzon"

Detik itu juga Ryusang menghela napas pasrah sambil melipat kedua tangan di dada. Saat Naina hendak melangkah setelah Arimbi mengajaknya masuk, Ryu langsung mencegatnya.

"Tunggu!"

Dengan kening mengkerut Arimbi menghentikan langkahnya lalu menatap sang putra.

"Ada apa Ry?"

"Kita harus waspada kan bun" Jawabnya lalu menatap curiga wajah Naina. "Kamu nggak bawa bom kan? Nggak bawa senjata tajam juga?"

Mendapat pertanyaan tak mengenakan, Naina memberanikan diri untuk speak up.

"Maaf, saya tidak tahu bagaimana cara menyakiti orang, jika kedatangan saya di anggap untuk menipu kalian, saya bersedia pergi dari sini sekarang juga"

"Jangan salah paham. Aku nggak mengusirmu dari rumahku, tapi boleh ku periksa tasmu?"

"Ryu!" Sentak Arimbi, ia tak habis fikir dengan sikap putranya yang terlampau naif. "Kenapa bersikap tidak sopan begini? apa ayah sama bunda ngajarin kamu begitu?"

"Bukannya nggak sopan, bun. Cuma_"

"Cuma apa?" Balas Arimbi galak, membuat Ryu tak dapat berkutik. "Kamu tadi lagi main skipping kan? Main lagi sana, ini urusan bunda"

"Tapi bun_"

"Mbak Naina, mari masuk!" Ujar Arimbi, mengabaikan Ryu yang masih melontarkan konfrontasinya.

Arimbi dan Naina kembali melangkahkan kaki memasuki rumah. Sebelum mempersilakan duduk, Arimbi memanggil ART menyuruhnya membuatkan minuman.

Kini keduanya sudah duduk di sofa ruang tamu. Naina duduk dengan gugup sambil memainkan jemari tangannya. Ia merasa sedikit gamang, bingung dari mana harus memulainya.

Sementara Arimbi terus memperhatikan wajah Naina dengan saksama. Dari situ dia bisa menyimpulkan bahwa tamunya itu tak ada niat untuk berbohong, sebab dari wajahnya, memang agak mirip dengan sahabatnya yang sudah hilang kontak selama bertahun-tahun.

Sampai beberapa menit terjerat keheningan, keduanya di kagetkan oleh suara langkah ART yang hendak meletakkan minuman di meja.

Arimbi lantas menghela napas panjang, Naina sendiri menelan ludahnya dengan perasaan canggung.

"Silakan di minum, mbak!" Ucap si Art.

"Terimakasih" Jawab Naina ramah.

Si Art kembali masuk. Satu detik kemudian Arimbi mengatakan sesuatu.

"Kalau kamu putrinya Lintang, kenapa tidak ajak ibumu juga, dan darimana mbak Naina dapat alamat saya?"

"Ibu menyimpan alamat rumah orang tua bu Arimbi, sebelum kemari saya lebih dulu datang kesana, lalu pak Yudha memberikan alamat ini"

"Oh, jadi sebelum ke sini mbak Naina ke rumah ibu saya?"

"Iya, bu"

"Lantas, gimana kabar ibumu?"

"Ibu saya sudah meninggal, bu!"

"L-Lintang meninggal?"

"Iya" Naina mengangguk dengan raut kelam.

"Kapan?"

"Sekitar dua minggu yang lalu, dan saya kesini atas permintaan ibu" Wanita cantik itu membuka resleting tas, lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Sebelum ibu meninggal, beliau sempat menulis surat untuk bu Arimbi. Ini suratnya" Naina menyerahkan surat itu.

Arimbi menerimanya dan langsung membukanya.

Perlahan ia mulai membaca kata demi kata yang tertulis pada kertas berwarna putih.

Meski ia membacanya dalam hati, namun bibirnya tetap bergerak di iringi dengan gerakan dari sepasang manik bulatnya.

Dear Arimbi...

Bi, ini Lintang. Kamu masih ingat seperti apa tulisan tanganku, kan? Aku harap kamu tidak melupakanku.

Mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah tidak ada di dunia, dan semoga kamu hidup dengan bahagia bersama suami serta anak-anakmu.

Oh ya, Bi... Aku punya anak, namanya Naina Citra Anjani, dia sudah berusia dua puluh empat tahun. Kamu sudah bertemu dengannya kan?

Ya dia putriku satu-satunya.

Arimbi berhenti sejenak untuk mengambil napas, sebelum kemudian kembali membacanya.

Dia tidak punya siapa-siapa Bi. Ayahnya pergi entah kemana, bibinya juga kadang baik, kadang bersikap sinis.

Jika bersedia, tolong bantu aku, Bi. Jadilah teman curhat untuk putriku, jadikanlah dirimu sebagai tempat dia berkeluh kesah dan ingatkan serta beri nasehat jika dia lupa diri.

Meski tinggal di tempat yang berbeda, setidaknya tetaplah jalin silaturrahmi dengan putriku agar dia tidak merasa sendirian hidup di dunia.

Aku mohon, Bi...!

Salam Lintang.

Sebelum benar-benar ku akhiri, aku tunjukkan foto terakhirku bersama putriku. Itu di ambil saat aku di rumah sakit.

Usai membaca surat itu, Arimbi mencermati sebuah foto. Sahabatnya itu tampak kuyu, tirus dan juga pucat, sedangkan wajah yang lainnya terlihat begitu cantik dengan hijab yang ia kenakan. Ada senyum tersungging tipis di bibirnya, nampak sangat manis meski senyuman itu menyiratkan kesedihan.

Dia adalah Naina.

Menghela napas, Arimbi langsung bangkit lalu duduk di sebelah Naina dan langsung memeluknya.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

ani surani

ani surani

ih, lebai 😠

2024-07-17

1

betriz mom

betriz mom

kok jadi ikutan sedih 😭😭😭 pas baca surat ini naina untuk bunda Arimbi.

2024-04-07

3

Nabila

Nabila

wkwkwkkkk 🤣🤣🤣 .. dasar si tengil Ryu .. ada aja kelakuanya

2024-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!