RUMAH DINAS

RUMAH DINAS

bab 1

Dio adalah seorang dokter muda berusia 30 tahun, yang sedang bertugas di sebuah rumah sakit swasta yang cukup besar di kabupaten kota S. Dia memiliki seorang istri yang masih muda dan juga cantik bernama Nia. Nia merupakan seorang wanita yang berjiwa sosial. Dia memiliki rasa empati dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama. ia juga merupakan seorang relawan di sebuah panti jompo milik orangtuanya.

Nia sangat dekat dengan semua penghuni panti, terutama dengan seorang pria tua yang merupakan pensiunan dokter. Pria itu bernama pak Arif. beliau berusia 63 tahun. Bagi Nia pak Arif memiliki kemiripan seperti sang ayah. Seorang yang masih memiliki semangat tinggi meski diusia yang tidak muda lagi.

Pak Arif hanya tinggal sebatang kara tanpa sanak keluarga. istri dan anaknya meninggal saat dia masih bertugas dulu. mereka dibantai didepan matanya tanpa belas kasih. Pak Arif sangat senang bercerita masalalunya kepada Nia. Bagaimana beliau bertugas dan juga pengalamannya saat bertugas.

Nia berjalan mengendap-endap dan kemudian menutup mata pak Arif yang sedang membaca koran.

" Ayo, tebak siapa ini ? "

Ucap Nia sambil tersenyum kecil di belakang pak Arif.

" Siapa lagi kalo bukan kamu nak ".

Sambil dengan perlahan mencoba untuk melepaskan tangan Nia dari kedua matanya.

" Nak siapa, kan anak bapak disini banyak. "

Nia masih tertawa kecil dan tidak mau melepaskan tangannya.

" Ayolah nak, bapak sedang membaca koran ini lo... ".

" Iya pak maaf ".

Ucap Nia seraya melepaskan tangannya dan pura-pura merajuk.

" Jangan marah ya Anak bapak yang cantik dan manis ".

Pak Arif coba menghibur Nia yang terlihat cemberut.

" Iya iya pak, Nia cuma bercanda aja ".

Nia kemudian tertawa lepas.

" Dasar kamu ini ya, suka sekali menjahili bapak ".

Pak Arif juga ikut tertawa melihat tingkah Nia, ia merasa sangat terhibur. Kemudian beliau melanjutkan perkataannya.

" Nak, benar ya kata para perawat lain, kalo kamu akan pindah mengikut suamimu ? ".

Nia kemudian terdiam mendengar pertanyaan pak Arif.

Nia tertunduk sedih, kemudian ia mengambil koran yang dipegang pak Arif. Ia melipatnya dan meletakkan dipangkuan beliau. Nia kemudian berjongkok dan memegang kedua tangan pak Arif.

" Benar pak, saya akan ikut suami. Dia dipindah tugaskan ke kecamatan P. ".

Pak Arif terdiam, terpancar dimatanya kegelisahan. raut wajahnya pun berubah menjadi kesedihan.

" Bapak kenapa ? ".

Nia mengerutkan dahinya melihat respon pak Arif.

" Tidak apa-apa nak, hanya saja tempat itukan jauh sekali. Daerah itu juga merupakan daerah yang sangat pelosok. apa lebih baik kamu tidak ikut saja ? ".

Ucap pak Arif terlihat sangat khawatir.

" Saya juga inginnya seperti itu pak, tetap disini agar bisa merawat ibu dan bapak semua, tapi walau bagaimanapun saya tetap harus menemani suami saya. Dia pasti memerlukan kehadiran saya disana ".

Nia tersenyum mencoba menenangkan pak Arif.

" Ya, kamu benar, istri memang lebih baik ikut kemanapun suaminya pergi. Sama seperti almarhumah istri bapak dulu. Dia juga selalu ikut kemanapun bapak ditugaskan. Dia juga tidak pernah mengeluh meski kami harus tinggal di pelosok desa. sama persis kaya kamu ini ".

Pak Arif mencoba tersenyum meski kekhawatiran tetap terpancar di kedua matanya.

Nia paham betul apa yang pak Arif rasakan, karena ia juga merasa sangat sedih harus berpisah dengan para penghuni panti yang sudah seperti keluarganya sendiri. Disinilah tempat ia menghabiskan banyak waktunya, berkumpul dan bercanda bersama sehingga ia merasa lengkaplah dunianya.

Setelah itu, Nia kemudian berpamitan kepada seluruh penghuni panti dan para perawat yang mengabdikan diri disana. Rasa sedih dan derai air mata tak bisa terelakkan, Bahkan para penghuni dan perawat panti mengantarkan Nia sampai ke pintu gerbang. Kemudian Nia pulang kerumah untuk beberes barang yang akan dia dan Dio bawa.

Dilain tempat..

Dio berjalan berkeliling rumah sakit untuk berpamitan kepada semua teman-teman seperjuangannya. Baik para perawat, para dokter maupun para pekerja lain yang bekerja dirumah sakit tempat ia mengabdikan diri beberapa waktu belakangan ini.

" Aku pamit ya teman-teman, terimakasih untuk semua kebaikan, kepedulian dan perhatian yang kalian berikan selama ini. Semoga kita bisa menjadi rekan lagi nanti ".

Dio tersenyum sembari melambaikan tangannya kepada seluruh rekannya.

Setelah berpamitan Dio langsung bergegas pulang kerumah untuk membantu sang istri berbenah dan packing barang-barang yang akan mereka bawa nanti, ketempat yang baru.

Sesampainya di rumah Dio mencari keberadaan istrinya, yang ternyata sedang merapikan pakaian yang akan mereka bawa.

" Sayang.. apa tidak apa-apa kamu ikut pergi bersamaku ? ".

Dio duduk di samping Nia dan memeluknya.

" Tentu saja sayang, lagian pasti seru disana. Aku juga merasa, sepertinya aku perlu ketenangan jauh dari hiruk pikuk kota yang tidak ada habisnya ".

" Tapi sayang, tempat yang akan kita datangi adalah daerah yang sangat pelosok. perjalanan kesana saja memerlukan waktu 8 jam lamanya. Jalannya juga tidak lah bagus ".

Dio berusaha meyakinkan istrinya.

" Memangnya kenapa ? aku tidak masalah kok, selama ada kamu, tidak ada yang perlu aku khawatirkan ".

Ucap Nia mencoba untuk meyakinkan Dio akan keputusannya.

Mendengar jawaban istrinya, Dio hanya bisa memeluk Nia lebih erat lagi. Betapa beruntungnya ia memiliki istri yang sangat mendukung pekerjaannya dan setia mendampingi di manapun ia berada.

" Terimakasih sayang, ini sangat berarti untukku ".

Dio mencium kepala istrinya dan memeluknya lebih erat lagi.

" Ia sayang, sudah sana mandi. karena masih ada beberapa barang lagi yang harus kita packing ".

Dio pun bergegas melaksanakan permintaan istrinya. Setelah selesai mandi ia kemudian membantu Nia, dan mereka menyelesaikan semuanya dengan cukup cepat.

" Alhamdulillah selesai juga ".

Ucap Dio yang kemudian berbaring di atas tempat tidur.

" Ternyata barang bawaan kita tidak terlalu banyak juga ya ".

Dio kemudian menimpali ucapanya sambil membalikkan badannya menghadap Nia.

" Ia sayang, aku pikir semua barang-barang ini sudah cukup. Karena aku yakin kita tidak perlu terlalu banyak barang juga disana ".

" Apa kamu yakin, kita jauh lo dari kota yang semua serba lengkap. Paling yang ada disana hanya toko-toko kecil saja".

Ucap Dio menyempitkan kedua matanya memandang Nia.

" Baiklah, kita akan beli beberapa barang itu nanti sebelum pergi. Hanya barang penting saja. Aku yakin disana kita masih bisa beli kekurangannya, meski ya harganya pasti jauh lebih mahal ".

Nia menjadi ragu karena ucapan Dio.

" Ia sayang, aku hanya menggoda mu saja ".

Dio tertawa lepas karena melihat reaksi wajah Nia yang nampak kesal.

Dio kemudian berdiri dan memeluk istrinya. Ia membisikkan kata manis di telinga istri cantiknya.

" Sekali lagi terimakasih sayang, aku sungguh sangat beruntung memiliki istri seperti dirimu. Apa jadinya aku jika kita tidak bertemu dan bersama seperti ini. Apalagi sekarang aku sudah tidak memiliki siapapun lagi selain kamu".

Nia hanya tersenyum mendengar ucapan sang suami. Ia merasa sangat hangat dengan cinta suaminya yang begitu besar. Tak terasa butiran-butiran bening jatuh di pipinya yang lembut.

Dibenaknya, ia lah wanita yang paling beruntung memiliki suami seperti Dio. Suami yang selalu mendukung apapun yang ia inginkan, serta tidak pernah memaksakan kehendak diri sendiri.

" Baiklah.. siapa yang mau makan bakso ".

Ucap Dio spontan, ia mencoba untuk mencairkan suasana.

Nia tersenyum lepas melihat tingkah sang suami yang tidak bisa ditebak. Di dalam benak Nia dia hanya berharap kepada Tuhan semoga semua baik-baik saja dan berjalan dengan lancar sesuai rencana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!