Setelah apa yang sudah Nia lalui hari ini, akhirnya ia bisa merasakan ketenangan dibawah guyuran air. yang menenangkan setiap sarafnya yang tegang. ia ingin melupakan semua hal dan perasaan yang ia alami.
Terlebih lagi ia ingin melupakan perasaan kecewa karena lelaki yang ia cintai tidak percaya dengan apa yang ia katakan.
Saat Nia sedang tenggelam dalam kesegaran yang mengguyur tubuhnya, tiba-tiba saja air shower mati. Nia kemudian memanggil Dio beberapa kali. namun tidak ada jawaban.
" Mas,, Mas Dio. Airnya mati ini ".
" Mas.. Mas.. Mas Dio ".
" Kemana sih dia, kok gak ada jawaban ".
Nia kemudian, bergegas menyudahi sesi mandinya dan kemudian ia mengenakan handuk dan pergi keluar kamar mandi untuk menemui Dio. Ia berfikir kalo saja Dio sedang tertidur sehingga tidak mendengar panggilannya.
Sesampainya di kamar, tidak ada tanda-tanda keberadaan Dio. Kemudian Nia keluar kamar dan ia juga tidak menukan Dio baik di ruang tengah ataupun diruang tamu.
Nia memutuskan untuk kembali kekamar, setibanya di kamar. ia duduk ditepian tempat tidur. Ia kembali kesal karena tidak menemukan keberadaan Dio.
Tap.. tap.. tap. .
Terdengar suara derap langkah kaki dari ruang tamu. Nia fikir itu adalah Dio, namun saat ia ingin keluar menghampiri. Tiba-tiba saja, suara derap langkah itu berubah menjadi suara gaduh dan riuh, seperti sedang ada banyak orang disana.
Nia mulai merasa jika ada yang tidak beres, ia merasa jika akan ada sesuatu yang mengerikan yang akan terjadi. Perlahan namun pasti Nia mencoba untuk berjalan ke arah pintu kamar. Ia ingin menutup dan mengunci pintu.
Ia tidak ingin ada hal buruk yang akan menimpanya. Sesampainya di pintu kamar, Nia kemudian memutar perlahan kunci pintu. setelah berhasil ia kemudian buru-buru duduk meringkuk di bawah jendela samping tempat tidur.
Nia menekuk tubuhnya, ia memeluk kedua kakinya. sekarang suasana terdengar sepi sungguh sangat sepi. Nia kemudian mencoba berdiri dan cepat-cepat mengenakan pakainnya.
" Apakah aku salah dengar ya, mungkin Dio benar aku terlalu lelah hingga berhalusinasi yang bukan-bukan ".
Nia bergumam sendiri.
Sekarang, ia nampaknya sudah mulai tidak bisa membedakan mana kejadian yang nyata dan tidak nyata. Ia merasa bingung dengan kondisinya. Nia juga merasa bingung kenapa hanya ia saja yang mengalami teror tersebut. Sedangkan Dio terlihat tenang-tenang saja.
Nia mencoba untuk memberanikan diri, untuk berjalan membuka kunci pintu dan kemudian keluar kamar.
Saat ia sudah berada didepan pintu, ia menyentuh kunci dan ingin memutarnya. Hatinya masih ragu apakah ia harus keluar atau tetap berada di dalam kamar menunggu hingga Dio datang.
Ditengah rasa bimbang yang menghampiri, Tiba-tiba saja Nia dikejutkan dengan suara gelak tawa yang riuh, suara itu berasal tidak hanya dari satu orang namun dari banyak orang. Disela-sela gelak tawa tersebut terdengar suara jeritan wanita yang sangat pilu.
Ia terdengar seperti sedang menahan sakit, tangisnya sungguh menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Nia mengurungkan niatannya untuk keluar kamar, kini bulu kuduk nya mulai meremang. Ia sekarang menjadi sangat takut. Ia baru sadar jika yang ia dengar tadi bukanlah sesuatu yang nyata.
Hawa dingin menyeruak kedalam kamar. Suasana rumah terasa berubah. Nia perlahan mundur kembali ke posisi awalnya, meringkuk dibawah jendela samping tempat tidur.
Ia menangis namun tidak berani untuk mengeluarkan suara. Ia gigit bibir bawahnya, agar tak ada suara yang keluar.
Hatinya menangis pilu, ingin rasanya ia cepat-cepat pergi dari rumah angker ini. Namun apa daya sekarang dia hanya sendirian.
Dilain tempat..
Dio sedang menjalankan laju mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia sedang tenggelam dalam pikirannya, ia merasa sangat bingung melihat kondisi istrinya. Kenapa Nia sekarang berubah, ia menjadi banyak berbicara hal aneh, yaitu hal-hal yang tidak masuk akal.
Apakah Nia tidak suka tinggal disini ? Harusnya jika memang tidak mau ikut pindah bersama Dio, ia tinggal bilang saja. Bukannya bertingkah seperti sekarang ini.
Tanpa sadar Dio memukul setir mobil, hal itu membuat pak Lukman sedikit kaget.
" Dok, dokter tidak apa-apa ? ".
Dio kaget mendengar pertanyaan dari pak Lukman.
" Gak pak, saya gak apa-apa. maf jika tindakan saya mengagetkan bapak ".
Dio tersenyum kecut kearah pak Lukman.
" Kalo dokter ada masalah, dan kalo berkenan untuk cerita. Saya siap untuk mendengarkan dok ".
Wajah pak Lukman tampak prihatin melihat raut wajah Dio.
" Ia pak, sebenarnya saya sedang bingung dengan prilaku istri saya. baru dua hari disini ia sudah terlihat sangat aneh".
Pak Lukman menatap wajah Dio, ia sebenarnya tidak terlalu kaget mendengar pernyataan Dio.
" Lo, memang aneh seperti apa maksud dokter ".
" Istri saya, terkadang terlihat sangat ketakutan. tadi saja ia bercerita jika saat sendirian dirumah, ia melihat ganggang pintu belakang belakang bergerak sendiri padahal ganggang pintu dalam kondisi patah, ia juga bilang perabotan masak dan sapu berpindah tempat sendiri. Dan satu lagi pak hal yang saya tidak bisa terima, ia melihat ada sosok wanita berbaju putih berambut panjang dengan wajah mengerikan dan mata bolong, sedang menyapu di samping rumah tepat disamping jendela kamar. Namun saat itu kondisi diluar sedang berkabut ".
" Bukankah saat kita acara tadi, cuca nampak sangat cerah dan tidak ada kabut sedikitpun ".
Dio terlihat nampak sedikit gusar.
" Waduh, ngeri sekali jika itu benar ya pak ".
Pak lukman tertawa kecil menanggapi cerita Dio. Namun sebenarnya ia sedang menyembunyikan sesuatu.
" Mana mungkin pak itu nyata, hantu itu cuma omong kosong saja. Kita hidup di era modern yang dimana semua serba canggih ".
" Jadi dokter Dio tidak percaya to dengan hal-hal ghaib ? ".
" Ya tidak lah pak, selama saya hidup belum pernah bertemu dengan hal seperti itu. Kerena hal itu memang tidak ada. Kalo dalam film iya ".
Pak lukman hanya tersenyum tipis, ia memandang jalan yang ada di depan. Ia tau betul jika anak perkotaan kebanyakan memang tidak mempercayai hal-hal ghaib seperti itu.
Tak terasa mereka. sudah tiba ditempat toko bangunan, ya, mereka sedang membeli peralatan dan cat untuk rumah Dio. Awalnya Dio ingin pergi setelah shalat ashar, namun ia urungkan karena takut akan kemalaman sampai dirumah. Ia tidak mau meninggalkan nia sendirian saat malam hari.
Dio juga tidak mau jika kejadian tempo hari saat ia dan pak Lukman menemukan Nia dalam kondisi sedang berteriak di depan rumah pak Lukman terulang kembali.
Sebenarnya Dio juga ingin berpamitan sebelum pergi, namun ia urungkan karena sepertinya Nia sedang menikmati momen mandinya. Saat berada di depan pintu kamar mandi Dio juga mendengar jika Nia sedang bersenandung. Itulah yang membuat Dio tidak jadi berpamitan, ia tidak mau mengganggu Nia.
Setelah selesai berbelanja, Dio dan pak Lukman memutuskan untuk segera pulang. ia berpikir mungkin masih sempat untuk mencat rumah dan melakukan sedikit pembenahan, toh nanti juga akan dibantu oleh Aris dan Pak Ali. Namun saat melewati rumah Pak Camat Dio memutuskan untuk mampir sebentar karena saat kedatangannya kemaren Dio belum sempat bertemu.
Di rumah dinas,,
Nia masih menggigil ketakutan, suara itu masih ada, belum menghilang. Nia benar-benar merasa takut setengah mati. Ia tak berani untuk bersuara apa lagi untuk bergerak. Ia teringat bahwa handphone nya tadi ia letakkan diatas kasur.
Dengan perlahan Nia menggerakkan tubuhnya, ia mencoba menggapai handphone yang berada dekat dengan bantal. Saat berhasil menggapainya Nia buru-buru mencari nomor Dio. ia mencoba untuk melakukan panggilan ke handphone Dio. Namun sia-sia panggilan tersebut tidak pernah tersambung.
Hening... Tiba-tiba saja suara diluar kamar terdengar sangat sepi. Nia menelan ludah, tubuhnya basah karena keringat yang mengguyur di sekujur tubuh mulusnya. Ia. sangat yakin bahwa teror ini belum berakhir.
Krek.. Krek.. Krek..
Ganggang pintu kamar bergerak sendiri, Nia semakin pucat, ia makin memeluk erat kedua kakinya.
Perlahan namun pasti kunci pintu kamar terlihat sedang bergerak, ia seolah-olah sedang membuka dirinya sendiri. Air mata makin deras mengalir, Nia makin kuat menggigit bibirnya. Kini rasa takutnya sudah berada dipuncak.
Ingin rasanya ia memilih untuk pingsan saja saat ini, namun justru matanya tidak bisa berkedip dan tubuhnya kaku tidak bisa bergerak.
Kkreekkk... Pintu kamar terbuka perlahan. membuat celah yang cukup lebar, sehingga Nia sekarang bisa melihat suasana di ruang tengah dari dalam kamar.
" Ya Tuhan apa lagi ini ".
Gumam Nia dalam hati, ia benar-benar takut sekarang.
Terlihat ada wanita yang sedang merangkak, kemudian datang beberapa pria yang menjambak rambut wanita itu, tepat didepan pintu kamar. Nia bisa menyaksikan bagaimana bengisnya para pria itu menyayat wajah dan kemudian mencongkel kedua mata wanita itu tanpa belas kasih.
Kemudian dengan tertawa mereka menggorok leher sang wanita, Nia terperanjat kaget menyaksikan kengerian yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tiba-tiba ada dua sosok berlari menuju arah wanita itu, seorang anak laki-laki dan seorang lagi adalah anak perempuan. Anak lelaki tersebut terlihat seperti sudah remaja dan satunya lagi masih anak-anak.
Mereka berdua juga tidak luput dari kebengisan para pria yang berdiri mengelilingi wanita itu, digoroknya leher kecil tanpa belas kasih. Sungguh rasanya ingin Nia menolong mereka tapi ia sangat takut. Ia juga takut akan keselamatan dirinya sendiri. namun ia sungguh tak berdaya.
Mulut Nia seperti terkunci, ia tak bisa bersuara. Begitupun dengan tubuhnya, masih membeku tak bisa bergerak. Ia dipaksa untuk melihat semua kejadian mengerikan itu. Anak-anak dan wanita itu terlihat menggelepar seperti ayam yang habis disembelih.
Para pria yang membunuh hanya melihat dengan tatapan dingin, kemudian mereka satu per satu pergi meninggalkan ketiganya yang sedang meregang nyawa. Kemudian tiga mayat itu dibiarkan tergeletak diruang tengah, tidak jauh dari pintu kamar Nia.
Darah menggenangi ketiganya.
Nia benar-benar tidak tau harus berbuat apa, ia menangis dan hanya bisa menggigit bibirnya hingga tak terasa darah juga mengalir tanpa ia sadari.
Tiba-tiba saja, ketiga mayat itu bergerak, mereka bangkit dan berdiri menghadap kearah Nia. Dengan kepala yang begedek ke kanan dan ke kiri nyaris putus dari lehernya.
Terlihat mereka berjalan perlahan menuju tempat Nia berada, Nia benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk menyaksikan kengerian ini. Ia terjatuh dan kemudian pingsan.
Ketiga arwah itupun menghilang disusul dengan tawa cekikikan yang menggema mengisi seluruh bagian rumah.
Beberapa lama kemudian pak Ali dan Aris tiba di rumah Dio. Mereka kesana karena diminta tolong oleh Dio melalui pak Lukman untuk membantu merenovasi sedikit bagian rumah.
Aris mencoba memanggil-manggil nama Dio, namun tak ada jawaban.
" Sepertinya mereka belum pulang yo pak Ali ".
Ucap Aris menatap pak Ali yang sedang berdiri dibelakangnya.
" Coba lagi Ris, mungkin tidak dengar ".
Aris kemudian mencoba untuk mengetuk pintu.
" Assalamu'alaikum Dokter ".
Namun tetap tak ada respon.
Aris kemudian berjalan kearah halaman belakang, siapa tau mereka ada disana. Namun sepi tak ada siapapun. Aris kemudian mencoba untuk mengetuk pintu belakang. Tetap tak ada jawaban.
Ia kemudian berjalan kembali ke halaman depan, namun sebelum itu ia sempat menengok kearah gundukan yang berada dihalaman belakang. Ia begidik ngeri dan bulu kuduknya berdiri hebat. Buru-buru ia meninggalkan tempat itu.
" Gimana Ris ? ".
Ucap pak Ali yang sedang duduk di teras menunggunya.
Aris hanya bisa menggelengkan kepalanya.
" Sepertinya memang sedang pergi pak, mobil dokter Dio juga tidak ada ".
Aris nampak celingak celinguk memperhatikan area sekitar rumah.
Namun entah kenapa perasaan pak Ali menjadi tidak enak, ia merasa jika ada yang tidak beres. Harusnya jika memang dokter Dio sedang pergi, ia pasti pergi bersama pak Lukman. Karena saat pak Lukman tadi menyampaikan amanat dari dokter Dio, ia mengatakan akan pergi bersama untuk membeli cat dan beberapa peralatan untuk renovasi rumah.
Harusnya Nia berada didalam.
" Ris, coba kamu cek pintu itu dikunci apa ndak ? ".
" Lo memang kenapa pak ? ".
Jawab Aris yang nampak keheranan.
" Wis, coba aja. saya hanya takut terjadi sesuatu sama bu Nia ".
Mendengar ucapan pak Ali, Aris bergegas menuju pintu.
Tok.. Tok.. Tok..
" Bu Nia, Ibu.. Apa ibu ada didalam ? ".
Aris mencoba untuk mengetuk lagi beberapa kali dengan ketukan yang lebih keras. Namun tetap tak ada tanda-tanda keberadaan Nia.
Aris kemudian mencoba membuka pintu, dan benar saja pintu tidak dikunci. Ia kemudian menatap pak Ali yang ternyata sudah berdiri dibelakangnya.
" Masuk ndak kita pak ? " .
Ucap Aris yang nampak sedikit khawatir.
Pak Ali mengangguk, merekapun masuk kedalam rumah dengan terus memanggil-manggil nama Nia.
" Bu, Bu Nia.. Ibu dimana bu ? ".
Mereka terus berjalan, hingga kini berada tepat didepan pintu kamar. Mereka kaget melihat kondisi Nia yang tergeletak di samping tempat tidur dengan posisi baju terdapat noda darah yang berasal dari dari bibirnya.
Kondisi Nia nampak memprihatinkan. Tubuhnya basah dan terlihat pucat. Aris dan pak Ali mengangkat tubuh Nia keatas tempat tidur dan menyelimutinya. Kemudian mereka pergi keluar kamar dan duduk di teras depan.
Pak Ali menyuruh Aris buru-buru kerumah Lastri.
" Ris, kamu sekarang kerumahnya Lastri yo. Biar nanti ibu ada yang nemani sampai dokter Dio datang "
Aris pun mengangguk, buru-buru ia menaiki motor maticnya yang terparkir tidak jauh dari rumah.
Sesampainya dirumah Lastri.
" Assalamu'alaikum Lastri ".
" Assalamu'alaikum Lastri ".
Aris mengetuk pintu Lastri dengan terburu-buru. ia juga dengan lantang memanggil nama Lastri.
Beberapa saat kemudian sosok wanita cantik datang membukakan pintu.
" Waalaikumsalam, Walah kamu to Ris, tak pikir siapa ketuk pintu sampai segitunya ".
Lastri terlihat kebingungan melihat wajah Aris yang nampak cemas.
" Ada apa to Ris, kamu kaya orang dikejar setan aja ".
" Ayo sekarang ikut aku Las ".
Lastri nampak belum mengerti dengan tingkah Aris.
" Mau kemana to Ris, buru-buru sekali ? ".
" Buruan Las, kita mesti kerumah Dokter Dio, bu Nia Las, bu Nia !! ".
Lastri nampak terkejut mendengar ucapan Aris.
" Bu Nia kenapa Ris ? ".
" Udah cukup tanyanya, kita harus cepat kesana kasian bu Nia ".
" Yo wes bentar, aku kunci pintu dulu ".
Setelah mengunci pintu, Aris menarik lengan Lastri agar buru-buru naik keatas motor. Aris memacu motornya denga cukup cepat. Lastri yang duduk dibelakang nampak khawatir kalo-kalo saja mereka akan terjatuh.
" Sabar to Ris ojo cepat banget bawa motornya ".
" Takut aku ".
Lastri menarik kedua samping baju Aris.
" Bentar lagi sampai Las "
Benar saja, tidak perlu waktu lama. Keduanya sudah sampai di kediaman Dio.
Pak Ali yang melihat adegan itu nampak terkejut.
" Cepat sekali kamu Ris ? ".
Ujar pak Ali yang duduk di teras depan rumah.
" Iyo pak, aku wes takut sekali ".
Lastri berujar sambil menujukan mimik wajah yang terlihat sangat takut.
" Ya sudah, ayo kita cepat masuk. Kasihan bu Nia ".
Mereka bertiga pun masuk kedalam rumah. Lastri nampak terkejut melihat kondisi Nia. Ia disuruh oleh pak Ali untuk menjaga Nia dikamar sampai Dio datang. Sedangkan mereka akan duduk di teras depan.
Setelah beberapa lama.
Terlihat mobil Dio memasuki halaman puskesmas, ia melajukan mobilnya dengan pelan dan kemudian memarkirkannya tepat didepan rumah. Dio dan pak Lukman nampak keheranan melihat ekspresi wajah pak Ali dan Aris.
" Suda lama kalian disini ? ".
Ucap Dio turun dari mobil.
" Lumayan pak ".
Ujar Aris.
" Kalian berdua kenapa, kenapa wajah kalian terlihat gelisah ? ".
Pak Lukman melihat ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi.
" Ini lo kang, Bu Nia ".
Ucap pak Ali menatap wajah dokter Dio dan kakanya bergantian.
" Istri saya kenapa pak ? ".
Dio kemudian buru-buru masuk kedalam rumah, tanpa menunggu penjelasan dari pak Ali atapun Aris.
Kepergian Dio disusul oleh ketiganya. Sesampainya meraka didalam kamar, nampak Dio sangat terkejut melihat kondisi istri yang ia cintai.
Buru-buru Dio menghampiri Nia, ia duduk disamping Nia dan membelai lembut kepalanya.
" Ini ada apa Las ? kenapa istri saya jadi seperti ini ? ".
Dio menatap Lastri yang sedang berdiri disamping Aris.
" Tadi saat kami kesini untuk menemui dokter Dio, kami mengetuk pintu rumah dan memanggil-manggil nama dokter namun tidak ada jawaban. Setelah beberapa lama mengetuk masih tidak ada respon. Setelah itu kami memberanikan diri untuk masuk kedalam rumah. dan kemudian kami menemukan ibu dalam kondisi pingsan dilantai dengan kondisi seperti sekarang ini ".
Pak Ali mencoba untuk menjelaskan secara perlahan.
" Mafkan atas kelancangan kami dok ".
Pak Ali sadar tindakannya masuk kedalam rumah Dio tanpa ijin adalah salah.
" Tidak apa-apa pak, saya justru sangat bersyukur dan berterimakasih karena bapak, Aris dan Lastri sudah menolong istri saya ".
Dio tersenyum sedih melihat ketiganya.
" Kalo begitu kita tunda saja dok rencana renovasinya, biar dokter bisa merawat ibu ".
Ucap pak Lukman memberikan saran.
" Atau kalau tidak biar kami dulu saja yang bekerja, biar dokter disini saja merawat ibu, karena saya yakin saat ibu sadar. Pasti sangat perlu kehadiran pak dokter ".
Ujar pak Lukman lagi.
Dio mengangguk tanda setuju dengan saran dari pak Lukman.
" Las, saya minta tolong kamu bikinkan mereka minum dan belikan kue juga sekalian ".
Dio mengeluarkan dua lembar uang ratusan dan memberikannya kepada Lastri.
Lastri mengangguk dan menerima uang tersebut.
" Ris, temani aku ya ".
Aris mengeluarkan jempol andalannya. Mereka berempat pun pamit kepada Dio.
Sepeninggalan mereka, Dio nampak duduk disamping Nia. Ia dengan telaten membersihkan mulut Nia yang terdapat noda darah. Ia juga menggantikan baju Nia dengan baju baru.
Tak terasa butir bening menetes dipipinya. buru-buru ia menyeka butiran itu. Dipandanginya wajah sang istri, terlihat tetap cantik meski bibirnya terluka. Dio merasa jika Nia tertekan tinggal disini.
" Kamu kenapa sayang ? ada apa dengan mu, kenapa kamu bisa jadi seperti ini ? ".
Dio tertunduk lesu, ia kemudian membelai lembut rambut Nia dan sesekali mengecup keningnya.
" Cepatlah sadar sayang ".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments