Bab 2

Sinar mentari yang masuk melalui jendela, menyentuh dengan lembut wajah Dio, serta membangunkan dari tidur lelapnya, ia begitu kelelahan setelah kegiatan beberes ko bersama Nia tadi malam.

Dio dengan malas membuka kedua matanya, ia mencoba meraba-raba di samping tempat tidur. Tapi tak ia dapatkan keberadaan sang istri tercinta. Kemudian, ia berjalan keluar kamar dengan gontai dan rambut yang acak acakan. Benar saja, ternyata Nia sedang asik memasak untuk sarapan mereka sebelum berangkat.

" Hai sayang, maf jika aku terlalu berisik dan membangunkanmu ".

Nia tersenyum dengan manis menghadap ke arah Dio.

" Tidak sayang, aku bangun bukan karena kamu, tapi karena sinar matahari mengenai wajahku ".

Dio berjalan dan kemudian memeluk Nia dengan manja.

" Sekarang kamu mandi, kemudian kita sarapan dan setelah itu kita berangkat untuk berpamitan kepada ayah ibu serta ke bapak dan ibu".

Dio mengangguk dan melepaskan pelukannya. namun sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk mengecup kening Nia dan mencubit kedua pipinya yang lucu.

Setelah mereka selesai sarapan, mereka pergi kerumah orangtua Nia dan kemudian mereka pergi lagi ke makam orangtua Dio untuk berpamitan. Ya, orangtua Dio baru saja meninggal 1 tahun yang lalu karena kecelakaan mobil yang mereka tumpangi ditabrak truk yang melaju dengan cepat serta mengalami rem blong.

Itulah juga yang menjadi alasan untuk Dio mengiyakannya kepindahannya. Dia berharap dengan kepindahan ini bisa mengobati kesedihan yang sedang ia rasakan.

Setibanya mereka di rumah orangtua Nia.

" Semoga perjalanan kalian lancar dan selalu dalam lindungan Allah SWT. ".

Ucap ayah Nia yang sedang merangkul pundak istrinya agar kuat melepaskan kepergian putri semata wayang dan menantu kesayangannya.

" Jangan lupa kalo sudah sampai kasih kabar ya nak. Jangan lupa jaga kesehatan, makannya dijaga. Kalo ada apa-apa langsung telpon saja ".

Ucap ibu Nia sambil sesenggukan.

" Ibu sudah, jangan nangis terus. Nia dan Dio insyaallah akan baik-baik saja disana ".

Ucap Nia yang juga berlinang air mata.

Dio kemudian mengajak Nia untuk segera berpamitan agar mereka bisa cepat berangka, sehingga tidak kesiangan. Karena mereka harus pergi lagi kemakam. Dio juga tidak mau sampai di kecamatan P nanti kemalaman.

Setelah berpamitan, mereka bergegas ke makam kedua orangtua Dio. Sesampainya mereka di makam.

" Pak bu, Dio ijin mau pergi untuk menjalankan tugas sebagai abdi pejuang kesehatan. Mohon doa bapak dan ibu, semoga dilancarkan segala urusan dan perjalanan nanti "

Dio duduk disamping pusaran kedua orangtuanya. Dipandangnya kedua nisan yang terukir nama orang-orang yang sangat dia cintai. Nia merangkul pundak Dio dan bersandar. ia paham betul bagaimana perasaan sang suami.

" Ayo sayang, aku yakin bapak dan ibu pasti merestui kepergian kita dan mendo'akan kita dari sana ".

Dio menatap istrinya dengan tatap yang dalam, jika bukan karena Nia yang selalu menyemangatinya, mungkin ia sudah sangat hancur dan tidak akan mampu lagi untuk berpijak pada dunia. Nia lah yang selalu menguatkan dan menghiburnya.

Nia dan Dio pergi untuk memulai perjalanan panjang. Dimana perjalanan kali ini membawa banyak harapan dari mereka berdua. Tanpa mereka ketahui ada teror mencekam yang juga ikut menanti kedatangan mereka.

Nia dan Dio sudah menempuh setengah perjalanan. Hujan deras yang mendera semenjak keluar dari perbatasan kota, tidak menyurutkan niat keduanya untuk tetap melanjutkan perjalanan.

" Sayang, aku mau pipis ! ".

Ucap Nia yang wajahnya terlihat gelisah.

" Sebentar ya sayang, aku cari dulu tempatnya. semoga saja tidak terlalu jauh ".

Dio memacu laju mobil avanza hitam miliknya ditengah deru hujan, demi mencari tempat persinggahan untuk sang istri.

" Mas,, Mas, itu ada mushola ".

Nia menepuk pundak Dio, agar menepikan mobilnya.

" Iya sayang, mas melihatnya ".

Setibanya di halaman mushola, Nia langsung turun mencari toilet. Sedangkan Dio berkeliling sekitaran mushola, berharap menemukan keberadaan orang lain disana. Setelah selesai dengan urusannya, Nia keluar toilet dan berjalan menuju mobil.

Setibanyanya Nia di tempat mobil terparkir.

" Sayang,, Sayang, kamu dimana ? ".

Nia kebingungan mencari keberadaan Dio, karena saat dia tiba dari toilet tadi, ia tidak menemukan Dio di mobil mereka.

Nia kemudian berjalan ke arah Mushola, ia melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang duduk berzikir. Nia masuk ke dalam mushola, ingin bertanya kepada bapak tersebut akan keberadaan suaminya.

" Pak, permisi numpang tannya. apa bapak melihat suami saya ? karena setelah selesai dari toilet tadi, saya tidak menemukan dia di mobil. Mungkin saja bapak ada melihatnya ".

Nia berucap dan berdiri tepat di belakang bapak tersebut.

Namun sunyi.. Bapak tersebut tidak bergeming. Dia terap sibuk berzikir.

" Pak.. Pak, apakah bapak bisa mendengar saya ? "

Nia masih tetap mencoba berbicara dengan bapak tersebut.

" Sayang ! "

Tepukan tangan di bahu Nia, mengagetkannya hingga membuat ia hampir saja melompat.

" Mas Dio, kamu darimana saja mas ? aku udah nyariin kamu dari tadi ".

Nia memeluk Dio yang tampak keheranan melihat keberadaan Nia.

" Kamu ngapain disini yank ? Gak takut apa kalo ada ular ! "

Dio melepaskan pelukan Nia dan menatap wajahnya dengan penuh keheranan.

" Ular apanya sih yank, mana ada ular di dalam mushola ".

Nia tersenyum kecil melihat raut wajah Dio.

" Mushola apanya ini yank !? jelas-jelas inikan semak belukar. Mushola kan ada di sana, dekat mobil kita parkir ".

Ucap Dio, sambil menunjuk bangunan mushola yang tidak jauh dari mobil mereka parkir.

Wajah Nia mendadak pucat pasi, ia buru-buru membalikkan badannya. berharap bapak yang ia tanyai tadi masih ada.

Tapi..

Benar saja, ia berdiri tepat di area semak belukar, dan didepannya ada pohon kecil yang sudah hampir mati. Nia tercengang dengan apa yang ia lihat.

" Ayo, kita pergi dari sini. kita harus cepat melanjutkan perjalanan agar tidak kemalaman nanti sampai disana. Lagian masih setengah perjalanan lagi ".

Dio menarik lengan Nia menuju ke mobil. Kemudian mereka kembali melajukan mobil mereka di jalanan, meninggalkan pikiran Nia yang masih syok dengan apa yang baru saja ia alami.

Sepanjang perjalanan Nia hanya termenung, Ia tampaknya masih belum bisa melupakan kejadian saat di mushola tadi.

" Sayang, apa kamu baik-baik saja ? Aku perhatikan dari semenjak kita meninggalkan mushola kamu bengong terus ".

Dio tampak sangat khawatir dengan kondisi sang istri.

Namun, Nia tetap diam saja dan masih sibuk dengan pikirannya yang tetap setia dengan kejadian tadi. Melihat gelagat istrinya, Dio hanya bisa pasrah dan ia memilih untuk membiarkan istrinya terbenam dalam pikirannya sendiri.

Saat memasuki gapura selamat datang di kabupaten P, Dio memutuskan untuk meminggirkan mobilnya ke sebuah warung kecil tidak jauh dari gapura.

" Sayang, kita mampir dulu ya. Aku capek mau minum teh dan istirahat sejenak, dan sepertinya aku juga merasa lapar ".

Namun Nia tetap diam saja.

" Sayang..!! kamu kenapa sih. diam terus dari tadi, aku tanya juga tidak ada jawaban ".

Ucap Dio agak sedikit kesal.

" Ia yank, maf ".

Nia tersentak dari lamunannya. karena suara Dio yang mengagetkannya.

" Ayo cepat turun ".

Dio dan Nia keluar dari mobil. mereka berjalan ke arah warung, kemudian duduk di kursi yang berada tepat didepan etalase makanan.

" Sore mas mbak, mau pesan apa ya ? ".

Ucap seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri sambil menata hidangan makanan kedalam etalase.

Wanita tersebut terlihat hanya sendiran saja, ia berperawakan pendek dan badannya sedikit berisi. Jika dilihat-lihat usia wanita tersebut sekitar 50 tahunan. Namun masih terlihat energik dan cekatan. Selain itu juga beliau terlihat sehat dan masih sangat bugar. Jauh berbeda dari kebanyakan wanita seusianya

" Teh hangatnya 2 ya mbok " .

" Kamu mau makan gak yank ? ".

Dio menatap ke arah Nia yang ternyata sedang melamun.

" Yank.. Kamu melamun lagi ? ".

Dio menepuk pundak Nia.

Nia terkejut dan kemudian dia berucap dengan mata yang menatap kearah Dio dengan tatapan serius.

" Sungguh mas, Aku tadi berada di dalam mushola. dan ada seorang bapak-bapak yang sedang berzikir. Kemudian aku bertanya kepada bapak tersebut tentang keberadaan kamu. Tapi dia tidak menjawab ".

Ucap Nia terlihat serius.

" Tapi nyatanya itu bukan mushola, itu semak belukar. Dan saat aku menemukan kamu, aku melihat kamu sedang berbicara dengan pohon itu, bukan bapak-bapak seperti yang kamu bilang ".

Dio mulai sedikit kesal dengan tingkah Nia. ia menanggap jika Nia sedang berhalusinasi karena terlalu kecapekan.

" Kamu gak percaya aku mas ? ".

" Bukannya tidak percaya sayang, tapi kamu sepertinya sedang kelelahan saja ".

" Sudah sayang, aku pikir ini bukan saat yang tepat untuk kita berdebat. Dan ini juga tidak seperti apa yang kamu pikirkan, cukup ya dan mafkan aku ".

Dio mencoba menenangkan Nia yang terlihat akan menangis karena ia merasa Dio tidak mempercayainya.

" Maf, mas mbak mau makan ndak ?, biar sekalian saya siapkan ".

Ucap wanita paruh baya yang ternyata sedari tadi berdiri memperhatikan mereka berdua.

" Ah,, Iya mbok tolong nasinya dua ya ".

" Lauknya mau pakai apa mas ? ".

...Wanita itu bertanya lagi, dengan tangan yang sedang menyajikan nasi ke dalam piring....

" Saya pakai ayam goreng dan sayur sop saja ".

Ucap Dio yang nampak serius memperhatikan lauk yang ada didalam etalase.

" Kalo mbak cantiknya pakai lauk apa ? "

Wanita itu tersenyum ramah kepada Nia.

" Samakan saja mbok dengan suami saya ".

Ucap Nia yang juga tersenyum kecil kearah wanita itu.

" Nah ini punya masnya dan ini punya si mbak cantik, saya kasih telor dadar 1 gratis. Biar mbak nya gak sedih lagi ".

Wanita itu menyerahkan piring yang berisi makanan kepada Dio dan Nia.

" Wah cuma istri saya saja ya mbok yang dapat bonus ? ".

Dio bercanda dengan memasang wajah pura-pura cemberut.

" Walah,, si mas e juga mau to, sini piringnya tak kasih juga ".

" Ha.. ha.. ha.. Gak mbok, saya cuma bercanda ".

Nia juga terlihat tertawa melihat, tingkah sang suami dan wanita paruh baya itu.

Di sela-sela waktu Dio dan Nia makan, wanita paruh baya yang ternyata bernama mbok Ina itu duduk di kursi yang ada di dekat mereka.

" Mbak cantik sama mas ganteng ini, dari mana mau kemana ? ".

Sambil membuka kerupuk yang ada di atas meja dan menyodorkannya kepada Nia dan Dio.

" Kita dari kota S mbok, mau ke kecamatan P ".

" Lo ngapain to kesana ? Ada keluarga apa gimana ? ".

Mbok Ina bertanya lagi dengan mulut yang berisi kerupuk.

" Jadi saya ini seorang dokter mbok nama saya Dio, saya ditugaskan untuk bekerja di puskesmas di kecamatan P dan ini istri saya namanya Nia ".

Dio menjelaskan kepada mbok Ina tentang siapa mereka dan apa tujuan mereka.

" Jadi nanti kalian bakal tinggal dimana ? ".

" Kalo yang saya dengar mbok, mereka sudah menyediakan rumah dinas yang berada tepat di belakang puskesmas ".

" Rumah dinas ! ".

Mbok Ina tampak agak terkejut mendengar pernyataan dari Dio.

" Lo mbok, kenapa ? ko kayak kaget gitu ".

Timpal Nia yang mulai ada rasa curiga melihat gelagat dari mbok Ina.

" Kalo menurut saran mbok ya, lebih baik kalian nyari kontrakan saja. Setau saya, banyak kok rumah warga yang kosong karena pemiliknya pada pergi merantau ".

Wajah mbok Ina terlihat cukup serius.

" Tapi kan sayang mbok rumahnya, kan sudah ada. Paling tinggal dibersihkan sedikit dan jaraknya juga sangat dekat dengan puskesmas. Jadi, jika ada sesuatu yang darurat saya bisa cepat menanganinya ".

Mbok Ina tampak tertegun kemudian ia memalingkan wajahnya, memandang lurus kedepan.

" Ya, kalo memang begitu. kalian hati-hati dan jaga diri baik-baik ya. Banyak-banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa ".

" Memangnya ada apa mbok disana ? ".

Nia mulai penasaran dengan apa yang disampaikan oleh mbok Ina.

" Gak ada apa-apa kok mbak cantik ".

Mbok Ina tersenyum namun matanya terlihat sedang menerawang jauh entah kemana.

" Berapa Mbok semuanya ? Teh sama makannya ".

" 35 ribu mas ".

Dio kemudian memberikan uang lembaran Rp. 100.000,- .

" Gak usah aja kembaliannya mbok, anggap aja sebagai ganti buat nemenin ngobrol ".

" Walah.. Jangan to mas ganteng".

Buru-buru mengambil kembalian.

" Gak apa-apa mbok, sedih lo saya kalo uangnya gak diterima ".

Dio pura-pura memasang wajah sedih.

" Makasih banyak mas ganteng, Ojo lali mampir lagi yo, kalo ada waktu senggang atau pas kebetulan lewat sini. "

Dio dan Nia mengangguk dan tersenyum seraya berdiri dan berjalan menuju tempat mobil yang terparkir diluar.

Mbok Nia terlihat mengantar kepergian mereka dan berdiri di depan pintu warung.

" Kita pamit ya mbok, sampai ketemu lagi ".

Nia tersenyum dan melambaikan tangan kearah mbok Ina. Begitu juga mbok Ina, ia membalas lambaian tangan Nia dan Dio seraya berdoa untuk keselamatan mereka berdua.

Tepat pukul 4 sore mereka tiba di Kecamatan P, kemudian Dio langsung memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Jalan yang belum beraspal dan hanya berupa tanah merah.

Dio mengeluarkan ponsel di sakunya kemudian memencet nama pak camat P. namun tak ada jawaban meski sudah dihubungin beberapa kali.

" Gimana yank, tetap gak ada jawaban ? ".

Nia menatap wajah Dio yang agak kebingungan.

Dio hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mencoba untuk menghubungi nomor itu lagi.

Tok,, Tok,, Tok.,,

Tiba-tiba kaca mobil diketuk dari luar oleh seorang bapak-bapak yang menggunakan motor bebek dan nampak habis dari kebun.

Dio kemudian menurunkan kaca mobil yang berada disampingnya, dan tersenyum kearah bapak tersebut.

" Maf mas, sepertinya si mas bukan orang sini ya ? ".

Ucap bapak itu sambil memperhatikan Nia dan Dio bergantian.

" Iya pak, saya Dio dan ini istri saya Nia. Saya adalah dokter yang akan bertugas di puskesmas yang ada di kecamatan sini ".

Dio coba menjelaskan, kemudian ia membuka pintu mobil dan ingin turun. Namun Nia mencoba untuk mencegah karena ia takut jika bapak itu orang jahat. Namun Dio melepaskan tangan Nia dan mencoba untuk meyakinkannya.

" Gak apa-apa yank ".

Nia terlihat agak khawatir ketika sang suami sudah ada diluar mobil.

" Oh, dokter yang kata Pak Camat kemaren to ".

Ucap bapak itu singkat sambil memandang Dio dan memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung kepala.

" Jadi, Pak Camat sudah bercerita tentang kedatangan saya kepada masyarakat ? ".

" Iya kemaren waktu di depan kantor kecamatan ".

Dio kemudian menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Namun bapak itu tidak menanggapi.

" Mari saya antar ke puskesmas. Bapak Camat sedang berada di luar kota sekarang. mungkin besok baru balik. "

Bapak itu kemudian menghidupkan motor bebeknya yang tampak kotor karena tanah yang menempel.

" Baik pak, terimakasih ".

Dio buru-buru masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Menjalankan mobilnya mengikuti arah bapak itu pergi.

" Kita mau kemana mas ? ".

Ucap Nia yang tampak sedikit bingung akan kepergian mereka.

" Ke puskesmas ".

Ucap Dio singkat karena sedang fokus menyetir.

Sepanjang jalan terlihat banyak bangunan rumah warga yang kosong, selain itu rumput yang tinggi di sepanjangan jalan membuat suasana terasa sedikit mengerikan.

Namun udara pedesaan yang sejuk, jauh dari polusi. Membuat Nia mengabaikan suasana yang menyeramkan tersebut.

Letak Puskesmas berada di ujung kecamatan, tepatnya di Desa L. aksesnya cukup sulit karena jalanan yang berlobang dan rumput yang tinggi sehingga menyulitkan pandangan.

" Nanti aku bakal bawa para pekerja yang ada di puskesmas dan warga untuk membersihkan serta membenahi jalan disini. Agar tidak menyulitkan warga yang akan pergi berobat ke puskesmas ".

Gumam Dio sambil matanya tetap lurus kedepan.

Sesampainya mereka di puskesmas, setelah turun dari motor. Bapak tersebut berjalan kearah belakang puskesmas dan meninggalkan Nia dan Dio sendirian di mobil.

Tidak berapa lama kemudian bapak itu datang lagi dengan seorang pria. Umur pria tersebut sekitar 40 tahunan.

Bapak dan pria tersebut berbicara serius beberapa saat, Nia dan Dio hanya bisa memandang mereka dari dalam mobil. Kemudian bapak itu menaiki motor bebeknya dan pergi tanpa pamit ke Dio dan Nia.

Pria yang bersama bapak tadi, berjalan kearah Dio dan Nia yang sudah berada di luar mobil. Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Dio.

" Dokter Dio ya, saya Lukman pak. Saya adalah petugas jaga malam di puskesmas ini ".

Ucap pria itu ramah.

" Iya pak, saya Dio dan Itu istri saya Nia ".

Dio menjabat tangan pak Lukman dan tersenyum. begitu juga dengan Nia, ia terseyum ramah ke arah pak Lukman.

" Inilah puskesmas, tempat dokter nanti bertugas, mari dok kita ke rumah dinas yang akan dokter dan istri tempati. Kebetulan disana sudah ada teman-teman yang sedang membersihkan rumah".

Dio pun mengangguk dan membawa Nia ikut serta menuju rumah yang dimaksud oleh pak Lukman.

Sesampainya mereka dirumah itu, ternyata sudah ada beberapa orang yang sedang berberes dan membersihkan rumah. Jumlahnya ada 3 orang, terdiri dari 1 orang perempuan dan 2 orang laki-laki.

Barang-barang yang Dio dan Nia paketkan menggunakan truk juga sudah sampai dan barang mereka juga sudah diturunkan dan disusun di ruang tengah.

" Mari dok, saya perkenalkan dengan mereka ".

Ujar pak Lukman yang berjalan menuju ke orang-orang yang sudah berdiri menghadap Dio dan Nia.

" Teman-teman ini Dokter Dio dan istrinya bu Nia, yang mulai hari ini akan bertugas bersama kita untuk memajukan puskesmas yang kita cintai ini ".

Pak Lukman mencoba memperkenalkan Nia dan Dio kepada rekan-rekannya.

" Halo Dokter Dio, saya Aris perawat yang akan membantu bapak nanti. Dan ini Lastri, dia bidan yang baru saja bertugas 1 tahun disini. Dan ini pak Ali, beliau adalah cleaning service di puskesmas kita dok ".

Ucap pria muda berwajah manis dan bertubuh tinggi berisi, memperkenalkan dirinya beserta teman-temannya.

Lastri adalah seorang bidan muda yang memiliki perawakan dengan tinggi dan berat yang proposional, selain itu wajah Lastri juga cantik khas gadis pedesaan. Ia merupakan orang lokal yang sekolah kebidanan dan kemudian setelah lulus ditugaskan di kampung halamannya sendiri yaitu kecamatan P. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Aris yang juga merupakan pemuda lokal yang lulus sebagai seorang perawat dan mengabdikan dirinya di tempat kelahiran.

Pak Ali meruapakan warga pendatang, namun beliau sudah tinggal di desa tersebut sangat lama. sudah dari kecil sekitar usia 3 tahun. Dan ia juga bekerja di puskesmas sudah cukup lama dari usia 20 tahun, dan sekarang usia pak Ali 41 tahun.

Begitu juga dengan pak Lukman, beliau adalah saudara dari Pak Ali yang dipercaya untuk menjadi penjaga malam di puskesmas mulai dari usia 21 tahun dan sekarang beliau telah berusia 45 tahun.

Setelah saling memperkenalkan diri, mereka melanjutkan aktivitas bersih-bersih. Dio juga ikut membantu membersihkan halaman yang terlihat kotor.

Diselai-sela kegiatan bersih-bersih dio berbicara serius kepada pak Lukman. Ia mengutarakan niatnya untuk mengadakan acara sosialisasi besok hari kepada para warga. Selain itu ia juga ingin langsung berkenalan dengan mereka.

Dio meminta Pak Ali dan Aris untuk mengundang para warga agar bisa datang besok, tidak lupa ia juga meminta tolong kepada Lastri untuk menyiapkan jajanan pasar beserta bahan makanan lain untuk konsumsi acara besok.

Disisi lain, Nia nampak sedang memandangi rumah dinas yang akan mereka tempati selama Dio bertugas disini. Rumah yang cukup besar namun terlihat kusam di beberapa bagian. Karena catnya yang sudah mengelupas dan luntur termakan cuaca. Belum lagi rumput ilalang yang tinggi menjulang sungguh kurang sedap dipandang mata.

Rumah dinas ada 3 buah jumlahnya, 2 rumah untuk para perawat dan 1 untuk dokter. 1 rumah perawat ditinggali oleh pak Lukman. Beliau tinggal sendirian karena sang istri sudah meninggal 3 tahun yang lalu dan mereka tidak memiliki anak. Sedangkan rumah dinas perawat yang satunya lagi kosong tidak berpenghuni. Dikarenakan baik Aris maupun Lastri memilih untuk tinggal di rumah memiliki sendiri. begitupun dengan pak Ali. Rumah ketiganya letaknya tidak terlalu jauh dari puskesmas.

Tak terasa pekerjaan mereka sudah mulai rampung, rerumputan yang awalnya tingi menjulang. Kini sudah tak nampak, begitu juga bagian dalam rumah sudah bersih. Hanya saja ada beberapa barang-barang Dio dan Nia yang masih berada dalam kotak-kotak kardus.

Tidak lupa bagian halaman belakang juga sudah dibersihkan oleh pak Ali dan pak lukman.

Hari sudah mulai senja, mereka memutuskan untuk melanjutkannya besok, setelau acara sosialisasi selesai. Pak Lukman menawarkan Dio dan Nia untuk sementara waktu tinggal di tempatnya saja. Hingga rumah sudah selesai dibersihkan.

" Dok, gimana untuk sementara waktu tinggal ditempat saya saja dulu. Nanti kalo sudah bersih semua baru pak dokter dan istri tinggal disini ".

Ucap pak lukman menawarkan niat baiknya kepada Dio dan Nia.

" Gimana yank, apa kamu mau kita di tempatnya pak Lukman dulu ? ".

Dio melirik kearah Nia yang sedang asik melihat area sekitar rumah yang sudah nampak rapi dan bersih. Tidak seperti awal saat mereka pertama kali sampai.

Nia berjalan ke arah Dio dan kemudian ia menggelengkan kepalanya.

" Tidak usah mas, aku rasa rumahnya sudah cukup bersih untuk kita tinggali. Hanya ruang tamu dan ruang tengah saja yang belum dirapikan ".

Ucap Nia yang kembali sibuk melihat-lihat sekitaran rumah.

" Terimakasih pak untuk tawarannya, sepertinya kami langsung tinggal dirumah ini saja mulai malam ini ".

Dio tersenyum kearah pak Lukman.

" Baiklah kalo begitu, nanti kalo pak dokter perlu sesuatu, jangan segan untuk meminta bantuan sama saya ".

Dio mengangguk dan pak Lukman pun pamit untuk pulang.

Nia menolak tawaran dari pak Lukman dikarenakan, rumah dinas yang akan mereka tempati sudah cukup bersih. Hanya tinggal ruang tamu dan ruang tengah saja yang belum sempat dibereskan. Sedangkan baik kamar ataupun bagian lainnya sudah bersih dan layak untuk ditempati. Barang-barang yang Nia dan Dio bawa juga sudah diletakkan di tempatnya masing-masing, kecuali beberapa barang yang masih berada didalam kotak kardus yang berada di ruang tengah.

Ya.. Nia memang tidak membawa cukup banyak barang, hanya ada kasur, lemari, kulkas dan meja kursi untuk para tamu serta meja kursi kerja Dio. Tidak lupa perabotan untuk memasak dan makan seadanya. Nia pikir pastilah tidak akan terlalu lama mereka tinggal disini. Dan Nia juga tidak mau kerepotan saat nanti berbenah untuk pindah kembali.

Dan mungkin saja mereka juga akan meninggalkan berberapa perabotan barang untuk penghuni selanjutnya dan membawa apa yang diperlu saja.

Setelah berpamitan, mereka semua memutuskan untuk pulang ke rumahnya masih-masing.

Nia berjalan lambat sambil memperhatikan area sekitar, tampak bangunan ini sudah cukup lama. Meski begitu rumah ini sangatlah kokoh dan cukup terawat. Selain warna cat yang luntur dan terkelupas. Sisanya terlihat masih dalam kondisi yang sangat baik.

Rumah ini terdiri dari 1 ruang tamu yang langsung terhubung dengan ruang tengah. kemudian di sisi sebelah kanan dan kiri ruang tengah terdapat 2 kamar tidur. Dari ruang tengah ada lorong sedikit menuju ruang dapur. Diruang dapur ada lagi 1 kamar tidur di sebelah kanan. kamar ini menghadap ruang dapur. kemudian ada sekat dinding antara dapur dengan kamar mandi. Dan untuk kamar mandi dan toilet dibuat terpisah. Disamping kamar mandi ada jendela dan juga pintu menuju halaman belakang.

" Cukup besar ya rumahnya ".

Ucap Dio yang mengagetkan Nia.

" Iya ini besar, Ada 3 kamar tidur dan kita akan tidur dikamar yang berada tepat di sebelah kanan ruang tengah. Sepertinya itu adalah ruang tidur utama, karena itu kamar yang paling besar ".

Ucap Nia mencoba menjelaskan kepada Dio.

"Ayo kita kekamar, aku mau cepat mandi. Rasanya sudah sangat gerah sekali ".

Nia dan Dio berjalan menuju kamar tidur tempat dimana mereka akan mendapati teror-teror yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

" Sayang ini apa ? ".

Nia menunjuk kearah bercak-bercak merah menghitam yang ada di lantai. Sepertinya noda itu terlewat saat acara bersih-bersih tadi.

Dio berjalan gontai kearah yang Nia Tunjuk. ia berjongkok kemudian mencoba menyentuhnya dengan jari.

" Jangan sentuh yank ".

Nia mencoba mengintip di balik tubuh Dio.

" Kalo tidak disentuh, bagaimana aku tau ini apa ? ".

Dio menoleh kearah Nia.

" Ini sepertinya bekas noda darah ".

Ucap Dio yang sedang mengorek-ngorek noda itu dengan santai.

" Darah !! Bagimana bisa ada darah disini ?, dan darah ini terlihat berceceran di beberapa tempat disekitar kamar ini ".

" Coba lihat sayang, sepertinya noda itu juga ada di sekitar dinding ".

Nia menunjuk kearah dinding yang berada di dekat jendela.

" Ya sudah aku coba bersihkan dulu noda di lantai ini, besok aku akan ajak pak Lukman untuk pergi membeli cat dan beberapa keperluan lainnya setelah selesai acara ".

" Acara apa sayang ? ".

Ucap Nia keheranan, ia memang belum mengetahui rencana Dio untuk mengadakan acara besok pagi.

Nia terlalu serius memperhatikan kondisi rumah, sehingga ia melewatkan topik pembicaraan antara Dio dan para pegawai puskesmas.

" Acara sosialisasi dengan para warga sayang, sekalian aku juga ingin berkenalan dengan mereka ".

" Sayang bisa tolong ambilkan air dikamar mandi, kemudian tolong campur dengan sabun. Jangan lupa juga sama sikat lantai ".

Ucap Dio lagi dengan tangan yang masih mengorek-ngorek noda.

Nia bergegas ke kamar mandi untuk mengambil apa yang diperlukan oleh Dio. Saat melewati ruang tengah ia merasa ada yang mengikuti. Namun ia mencoba untuk menepis perasaan takutnya.

Setelah selesai membersihkan noda dilantai, Dio pergi untuk mandi dan meninggalkan Nia sendirian yang sedang berbenah melipat pakaian mereka.

Terasa sunyi malam ini, sangat sunyi bahkan suara serangga kecil yang biasanya menghiasi malam juga tidak terdengar. Nia merasa aneh, namun ia mencoba untuk mengabaikannya. tengkuk lehernya terasa meremang, dingin menyapa seolah ingin mengucapkan selamat datang.

Terpopuler

Comments

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

mampir ya kk

2024-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!