Bab XVII

Dio terbangun dari tidurnya ketika suara ketukan terdengar jelas di jendela kamar yang ada disamping tempat tidurnya. Suara ketukan itu kadang terdengar jelas kadang juga terdengar jauh dan kadang juga menghilang.

Tok.. tok.. tok..

Tok.. tok.. tok..

" Astaga siapa sih malam - malam mengetuk rumah sebegitu kerasnya ? ".

Dio pun mencoba bangkit dari tidurnya meski sebenarnya ia enggan. Namun ada rasa khawatir jikalau ada pasien yang sedang mengalami kondisi gawat darurat. Dio kemudian berjalan kearah ruang tamu. Saat itu suara ketukan memang ada di pintu depan.

Kreekkk..

Tak ada siapapun, hanya malam dengan kegelapan serta kesunyiannya. Dio kemudian menutup kembali pintu dan kemudian ia berjalan menuju ketempat tidurnya. Namun, belum sampai ia ke pintu kamar, suara ketukan itu kembali muncul.

Terdengar keras seperti orang yang sedang marah. Pintu seolah sedang digedor-gedor oleh orang yang ada diluar. Dio kemudian berjalan kembali menuju pintu depan, sebelum itu di liriknya jam dinding yang menempel didinding ruang tamu.

Sekarang waktu menunjukkan tepat pukul 2 pagi. Dio menghela napas, kemudian ia kembali membuka pintu. Namun keadaannya tidak jauh berbeda seperti sebelumnya, tak ada siapapun diluar.

Dio kemudian kembali menutup pintu dan meninggalkan ruang tamu menuju dapur. entah kenapa rasanya haus sekali sekarang.

" Siapa sih yang mengetuk pintu sebegitu kerasnya, jahil sekali. Masa ia itu pak Lukman ".

Dengan berjalan gontai, dio mengambil gelas yang ada di lemari piring. Kemudian ia tuangkan air yang ada di dalam teko air. Namun belum sempat ia meminum air yang ada ditangannya.

Tok.. tok.. tok..

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan itu kembali muncul, kini ia berasal dari pintu belakang rumah. Geram rasanya kemudian Dio meletakkan gelas keatas meja dapur dengn gusar. Ia kemudian berjalan cepat dan segera membuka pintu, berharap dapat menangkap basah sang pelaku.

Namun benar saja, tak ada siapapun disana.

" Hei.. siapapun itu, tolong jangan permainankan saya, kalo ada perlu silahkan temui saya langsung, jangan pengecut seperti ini ".

Dio berjalan ke sekitaran halaman belakang, dan memang tidak ada orang disana hanya ia sendirian. Kemudian Dio masuk kembali ke dalam rumah. Ia tutup pintu dengan cukup keras, rasanya sekarang ia ingin marah.

" Kalo sampai ketemu, awas kamu ".

Ucap Dio dalam hati dengan penuh amarah.

Kemudian Dio kembali lagi ke meja dapur. Ia ingin melanjutkan aktivitas minumnya yang tertunda, namun aneh kemana perginya gelas yang tadi ia letakkan di atas meja ? Namun Dio tidak ingin ambil pusing dengan hal itu. Ia kembali mengambil gelas baru dan menuangkan air kedalamnya.

Setelah selesai minum, ia pun memutuskan untuk kembali tidur karena ia merasa jika tubuhnya masih sangat lelah. Ditengah perjalanan menuju ke dalam kamar. Dio terkejut karena menemukan gelas yang ia cari tadi berada diatas meja kerjanya yang ada diruang tengah.

Dio kemudian berjalan menghampiri gelas tersebut. Nampak ia bingung dan keheranan. karena ia sadar betul tadi sebelum membuka pintu gelas ia letakkan diatas meja dapur bukan meja kerja.

" Bagaimana gelas ini bisa ada disini ? padahal tadi aku meletakkannya diatas meja dapur ! ".

Namun ia buru-buru menepis pikirannya.

" Mungkin aku lupa, sepertinya karena rasa lelah ini aku jadi banyak berhalusinasi ".

Dio meletakkan kembali gelas tadi keatas meja kerjanya. Ia kemudian kembali kekamar dan melanjutkan tidurnya. Begitulah malam itu ia lewatkan dengan teror suara ketukan dari sang tak kasat mata.

Keesokan harinya, Dio bangun kesiangan ia kemudian buru-buru bangun dan mendapati jam didinding sudah pukul 7 pagi.

" Sialan gara-gara orang iseng tadi malam, aku jadi kesiangan untuk shalat subuh ".

Dio buru-buru bangun dan mandi kemudian ia melanjutkan aktivitas untuk shalat subuh. Setelah itu mengenakan pakaian dinasnya. Sebelum berangkat ke puskesmas ia menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu.

Namun kali ini ia hanya sarapan dengan roti tawar dan teh hangat. Ia kemudian teringat akan kebiasaan Nia yang selalu menyiapkan sarapan lezat sebelum ia berangkat kerja.

" Aku rindu kamu sayang ".

Rasa rindu kembali merasuk ke dalam relung jiwa Dio, rasanya ia ingin segera bertemu dengan sang istri, padahal baru kemarin ia mengantarkannya. Entah kenapa rasanya sudah sangat lama.

Namun demi pemulihan mental Nia agar bisa pulih dengan cepat. Dio memutuskan untuk tidak menghubungi Nia dulu hingga Nia sendiri yang akan menghubunginya. Ia tak ingin mengganggu suasana hati Nia.

Dia lain tempat. Nia juga baru saja bangun dari tidurnya. Rasanya ia tak pernah tidur selelap dan senyaman ini. Ya sudah sangat lama semenjak ia pertama kali tinggal dirumah dinas itu, ia selalu melewati setiap malamnya dengan rasa takut yang teramat sangat.

Namun kali ini berbeda, ia bisa tidur dengan nyaman dan tenang tanpa adanya gangguan dari sang sosok tak bermata. Nia kemudian bangun dan bejalan menuju kamar mandi. Ia lepas semua pakaian yang menempel ditubuhnya.

Saat air jatuh membasahi tubuh kurusnya, Nia merasakan sensasi yang sudah lama tak ia rasakan. Kesegaran air yang mengalir ke setiap lekuk tubuhnya. Rasa nyaman dan tenang, sungguh ini hal yang sangat ia rindukan.

Tak terasa hampir setengah jam Nia berdiri dibawah guyuran air, kalo bukan karena suara panggilan dari sang ibu. Rasanya Nia enggan untuk beranjak dari tempat itu.

" Nia kamu apakah kamu didalam kamar mandi nak ? Jika kamu sudah mandi, segera turun untuk sarapan pagi. Ayah dan ibu harus pergi pagi ini karena ada teman ayahmu yang masuk rumah sakit ".

Ucap Ibu Nia dari luar pintu.

Kemudian tak lupa ayah Nia juga berpesan kepadanya.

" Nia nanti kalo ada apa-apa langsung hubungi ayah ya, dan jangan lupa kunci pintu juga karena mbok Ijah tadi lagi pergi kepasar ".

" Ingat ya kamu jangan kemana-mana sampai ayah dan ibu kembali, dan jangan lupa dimakan sarapannya. Tadi ibu masak makanan kesukaan mu ".

Sambung ibu Nia. Setelah itu keduanya berpamitan dan pergi meninggalkan Nia.

" Assalamualaikum ".

Nia tak menjawab apa yang mereka ucapkan. Ia hanya tersenyum dan merasa sangat bahagia karena bisa mendengar suara keduanya. Suara yang sangat ia rindukan sekali. Ya Nia sangat dekat dengan kedua orangtuanya. Semenjak kematian kakaknya 3 tahun yang lalu karena sakit.

Orangtua Nia kini hanya memiliki ia seorang, sehingga semua kasih sayang mereka hanya tercurahkan untuk Nia sepenuhnya.

Setelau mandi, Nia kemudian berpakaian dan duduk didepan meja riasnya. Dipandangnya sosok wanita yang sedang berada didalam kaca. kusam, kurus dan jelek sekali. Kemana gadis cantik yang selalu duduk disini. Kenapa sekarang hanya ada wanita jelek dan kurus ini.

Nia cukup kaget melihat dirinya sendiri. Tak menyangka akan imbas teror yang ia alami akan menjadi separah ini. Setelah itu ia bangkit dari duduknya dan berdiri. Dipandangnya setiap sudut kamar.

Setelah puas dengan rasa rindunya ia kemudian bejalan keluar menuju ruang makan, nampak diatas meja ada berbagai makana kesukaannya. Nia tersenyum, padahal masih sepagi ini, tapi ibu sudah bersusah payah menyempatkan diri untuk memasak semua makanan ini.

Nia kemudian duduk dan mengambil piring, matanya terlihat berbinar diatas meja ada laku pauk yang menjadi favoritnya dulu. Ada masak opor, rendang dan juga telur balado. Tak lupa ada sayur daun ubi santan dan juga udang goreng tepung.

Tampa pikir panjang, Nia menyantap dengan lahap makanan yang ada di piringnya. Ia terlihat sangat amat lapar. ya sudah sangat lama sekali rasanya ia tak makan. Selama ini ia hanya makan rasa takut dan takut hanya itu saja.

Hal itulah yang membuat tubuhnya kurus kering, ia juga tidak pernah mau memakan makanan yang Dio siapkan untuknya. Namun kali ini berbeda rasanya ia ingin menghabiskan semua makanan yang ada diatas meja.

Setelah kenyang Nia kemudian berjalan ke taman yang ada disamping rumah. Rumah Nia memang cukup besar, selain memiliki taman sendiri rumah Nia juga dilengkapi dengan kolam renang dan ruang perpustakaan.

Nia dan ayahnya sangat senang menghabiskan waktu di ruang perpustakaan, ruangan itu menjadi tempat favorit mereka berdua. Sedangkan taman yang ada disamping rumah adalah tempat favorit sang ibu.

Ayunan itu masih disana, ayunan yang sering ia mainkan bersama sang kakak, bahkan meski keduanya sudah besar. Mereka masih senang bermain dan bercanda bersama. Tak terasa butiran-butiran bening jatuh membasahi kedua pipinya.

Ia teringat Dio, taman ini adalah saksi akan kemurnian cinta mereka. Di taman inilah Nia dan Dio melangsungkan pernikahan dan di taman ini juga Nia dilamar.

Namun perasaan itu buru-buru Nia tepis, ia teringat bagaiamana Dio tidak mempercayai semua perkataannya. Ia teringat akan Dio yang menganggapnya seperti orang yang terkena sakit jiwa, yang penuh dengan halusinasi.

" Semoga kamu merasankan apa yang aku rasakan mas, Semoga hidupmu menjadi tidak tenang " .

Nia bergumam tanpa ia sadari, karena rasa benci yang ada di hatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!