NovelToon NovelToon

RUMAH DINAS

bab 1

Dio adalah seorang dokter muda berusia 30 tahun, yang sedang bertugas di sebuah rumah sakit swasta yang cukup besar di kabupaten kota S. Dia memiliki seorang istri yang masih muda dan juga cantik bernama Nia. Nia merupakan seorang wanita yang berjiwa sosial. Dia memiliki rasa empati dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama. ia juga merupakan seorang relawan di sebuah panti jompo milik orangtuanya.

Nia sangat dekat dengan semua penghuni panti, terutama dengan seorang pria tua yang merupakan pensiunan dokter. Pria itu bernama pak Arif. beliau berusia 63 tahun. Bagi Nia pak Arif memiliki kemiripan seperti sang ayah. Seorang yang masih memiliki semangat tinggi meski diusia yang tidak muda lagi.

Pak Arif hanya tinggal sebatang kara tanpa sanak keluarga. istri dan anaknya meninggal saat dia masih bertugas dulu. mereka dibantai didepan matanya tanpa belas kasih. Pak Arif sangat senang bercerita masalalunya kepada Nia. Bagaimana beliau bertugas dan juga pengalamannya saat bertugas.

Nia berjalan mengendap-endap dan kemudian menutup mata pak Arif yang sedang membaca koran.

" Ayo, tebak siapa ini ? "

Ucap Nia sambil tersenyum kecil di belakang pak Arif.

" Siapa lagi kalo bukan kamu nak ".

Sambil dengan perlahan mencoba untuk melepaskan tangan Nia dari kedua matanya.

" Nak siapa, kan anak bapak disini banyak. "

Nia masih tertawa kecil dan tidak mau melepaskan tangannya.

" Ayolah nak, bapak sedang membaca koran ini lo... ".

" Iya pak maaf ".

Ucap Nia seraya melepaskan tangannya dan pura-pura merajuk.

" Jangan marah ya Anak bapak yang cantik dan manis ".

Pak Arif coba menghibur Nia yang terlihat cemberut.

" Iya iya pak, Nia cuma bercanda aja ".

Nia kemudian tertawa lepas.

" Dasar kamu ini ya, suka sekali menjahili bapak ".

Pak Arif juga ikut tertawa melihat tingkah Nia, ia merasa sangat terhibur. Kemudian beliau melanjutkan perkataannya.

" Nak, benar ya kata para perawat lain, kalo kamu akan pindah mengikut suamimu ? ".

Nia kemudian terdiam mendengar pertanyaan pak Arif.

Nia tertunduk sedih, kemudian ia mengambil koran yang dipegang pak Arif. Ia melipatnya dan meletakkan dipangkuan beliau. Nia kemudian berjongkok dan memegang kedua tangan pak Arif.

" Benar pak, saya akan ikut suami. Dia dipindah tugaskan ke kecamatan P. ".

Pak Arif terdiam, terpancar dimatanya kegelisahan. raut wajahnya pun berubah menjadi kesedihan.

" Bapak kenapa ? ".

Nia mengerutkan dahinya melihat respon pak Arif.

" Tidak apa-apa nak, hanya saja tempat itukan jauh sekali. Daerah itu juga merupakan daerah yang sangat pelosok. apa lebih baik kamu tidak ikut saja ? ".

Ucap pak Arif terlihat sangat khawatir.

" Saya juga inginnya seperti itu pak, tetap disini agar bisa merawat ibu dan bapak semua, tapi walau bagaimanapun saya tetap harus menemani suami saya. Dia pasti memerlukan kehadiran saya disana ".

Nia tersenyum mencoba menenangkan pak Arif.

" Ya, kamu benar, istri memang lebih baik ikut kemanapun suaminya pergi. Sama seperti almarhumah istri bapak dulu. Dia juga selalu ikut kemanapun bapak ditugaskan. Dia juga tidak pernah mengeluh meski kami harus tinggal di pelosok desa. sama persis kaya kamu ini ".

Pak Arif mencoba tersenyum meski kekhawatiran tetap terpancar di kedua matanya.

Nia paham betul apa yang pak Arif rasakan, karena ia juga merasa sangat sedih harus berpisah dengan para penghuni panti yang sudah seperti keluarganya sendiri. Disinilah tempat ia menghabiskan banyak waktunya, berkumpul dan bercanda bersama sehingga ia merasa lengkaplah dunianya.

Setelah itu, Nia kemudian berpamitan kepada seluruh penghuni panti dan para perawat yang mengabdikan diri disana. Rasa sedih dan derai air mata tak bisa terelakkan, Bahkan para penghuni dan perawat panti mengantarkan Nia sampai ke pintu gerbang. Kemudian Nia pulang kerumah untuk beberes barang yang akan dia dan Dio bawa.

Dilain tempat..

Dio berjalan berkeliling rumah sakit untuk berpamitan kepada semua teman-teman seperjuangannya. Baik para perawat, para dokter maupun para pekerja lain yang bekerja dirumah sakit tempat ia mengabdikan diri beberapa waktu belakangan ini.

" Aku pamit ya teman-teman, terimakasih untuk semua kebaikan, kepedulian dan perhatian yang kalian berikan selama ini. Semoga kita bisa menjadi rekan lagi nanti ".

Dio tersenyum sembari melambaikan tangannya kepada seluruh rekannya.

Setelah berpamitan Dio langsung bergegas pulang kerumah untuk membantu sang istri berbenah dan packing barang-barang yang akan mereka bawa nanti, ketempat yang baru.

Sesampainya di rumah Dio mencari keberadaan istrinya, yang ternyata sedang merapikan pakaian yang akan mereka bawa.

" Sayang.. apa tidak apa-apa kamu ikut pergi bersamaku ? ".

Dio duduk di samping Nia dan memeluknya.

" Tentu saja sayang, lagian pasti seru disana. Aku juga merasa, sepertinya aku perlu ketenangan jauh dari hiruk pikuk kota yang tidak ada habisnya ".

" Tapi sayang, tempat yang akan kita datangi adalah daerah yang sangat pelosok. perjalanan kesana saja memerlukan waktu 8 jam lamanya. Jalannya juga tidak lah bagus ".

Dio berusaha meyakinkan istrinya.

" Memangnya kenapa ? aku tidak masalah kok, selama ada kamu, tidak ada yang perlu aku khawatirkan ".

Ucap Nia mencoba untuk meyakinkan Dio akan keputusannya.

Mendengar jawaban istrinya, Dio hanya bisa memeluk Nia lebih erat lagi. Betapa beruntungnya ia memiliki istri yang sangat mendukung pekerjaannya dan setia mendampingi di manapun ia berada.

" Terimakasih sayang, ini sangat berarti untukku ".

Dio mencium kepala istrinya dan memeluknya lebih erat lagi.

" Ia sayang, sudah sana mandi. karena masih ada beberapa barang lagi yang harus kita packing ".

Dio pun bergegas melaksanakan permintaan istrinya. Setelah selesai mandi ia kemudian membantu Nia, dan mereka menyelesaikan semuanya dengan cukup cepat.

" Alhamdulillah selesai juga ".

Ucap Dio yang kemudian berbaring di atas tempat tidur.

" Ternyata barang bawaan kita tidak terlalu banyak juga ya ".

Dio kemudian menimpali ucapanya sambil membalikkan badannya menghadap Nia.

" Ia sayang, aku pikir semua barang-barang ini sudah cukup. Karena aku yakin kita tidak perlu terlalu banyak barang juga disana ".

" Apa kamu yakin, kita jauh lo dari kota yang semua serba lengkap. Paling yang ada disana hanya toko-toko kecil saja".

Ucap Dio menyempitkan kedua matanya memandang Nia.

" Baiklah, kita akan beli beberapa barang itu nanti sebelum pergi. Hanya barang penting saja. Aku yakin disana kita masih bisa beli kekurangannya, meski ya harganya pasti jauh lebih mahal ".

Nia menjadi ragu karena ucapan Dio.

" Ia sayang, aku hanya menggoda mu saja ".

Dio tertawa lepas karena melihat reaksi wajah Nia yang nampak kesal.

Dio kemudian berdiri dan memeluk istrinya. Ia membisikkan kata manis di telinga istri cantiknya.

" Sekali lagi terimakasih sayang, aku sungguh sangat beruntung memiliki istri seperti dirimu. Apa jadinya aku jika kita tidak bertemu dan bersama seperti ini. Apalagi sekarang aku sudah tidak memiliki siapapun lagi selain kamu".

Nia hanya tersenyum mendengar ucapan sang suami. Ia merasa sangat hangat dengan cinta suaminya yang begitu besar. Tak terasa butiran-butiran bening jatuh di pipinya yang lembut.

Dibenaknya, ia lah wanita yang paling beruntung memiliki suami seperti Dio. Suami yang selalu mendukung apapun yang ia inginkan, serta tidak pernah memaksakan kehendak diri sendiri.

" Baiklah.. siapa yang mau makan bakso ".

Ucap Dio spontan, ia mencoba untuk mencairkan suasana.

Nia tersenyum lepas melihat tingkah sang suami yang tidak bisa ditebak. Di dalam benak Nia dia hanya berharap kepada Tuhan semoga semua baik-baik saja dan berjalan dengan lancar sesuai rencana.

Bab 2

Sinar mentari yang masuk melalui jendela, menyentuh dengan lembut wajah Dio, serta membangunkan dari tidur lelapnya, ia begitu kelelahan setelah kegiatan beberes ko bersama Nia tadi malam.

Dio dengan malas membuka kedua matanya, ia mencoba meraba-raba di samping tempat tidur. Tapi tak ia dapatkan keberadaan sang istri tercinta. Kemudian, ia berjalan keluar kamar dengan gontai dan rambut yang acak acakan. Benar saja, ternyata Nia sedang asik memasak untuk sarapan mereka sebelum berangkat.

" Hai sayang, maf jika aku terlalu berisik dan membangunkanmu ".

Nia tersenyum dengan manis menghadap ke arah Dio.

" Tidak sayang, aku bangun bukan karena kamu, tapi karena sinar matahari mengenai wajahku ".

Dio berjalan dan kemudian memeluk Nia dengan manja.

" Sekarang kamu mandi, kemudian kita sarapan dan setelah itu kita berangkat untuk berpamitan kepada ayah ibu serta ke bapak dan ibu".

Dio mengangguk dan melepaskan pelukannya. namun sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk mengecup kening Nia dan mencubit kedua pipinya yang lucu.

Setelah mereka selesai sarapan, mereka pergi kerumah orangtua Nia dan kemudian mereka pergi lagi ke makam orangtua Dio untuk berpamitan. Ya, orangtua Dio baru saja meninggal 1 tahun yang lalu karena kecelakaan mobil yang mereka tumpangi ditabrak truk yang melaju dengan cepat serta mengalami rem blong.

Itulah juga yang menjadi alasan untuk Dio mengiyakannya kepindahannya. Dia berharap dengan kepindahan ini bisa mengobati kesedihan yang sedang ia rasakan.

Setibanya mereka di rumah orangtua Nia.

" Semoga perjalanan kalian lancar dan selalu dalam lindungan Allah SWT. ".

Ucap ayah Nia yang sedang merangkul pundak istrinya agar kuat melepaskan kepergian putri semata wayang dan menantu kesayangannya.

" Jangan lupa kalo sudah sampai kasih kabar ya nak. Jangan lupa jaga kesehatan, makannya dijaga. Kalo ada apa-apa langsung telpon saja ".

Ucap ibu Nia sambil sesenggukan.

" Ibu sudah, jangan nangis terus. Nia dan Dio insyaallah akan baik-baik saja disana ".

Ucap Nia yang juga berlinang air mata.

Dio kemudian mengajak Nia untuk segera berpamitan agar mereka bisa cepat berangka, sehingga tidak kesiangan. Karena mereka harus pergi lagi kemakam. Dio juga tidak mau sampai di kecamatan P nanti kemalaman.

Setelah berpamitan, mereka bergegas ke makam kedua orangtua Dio. Sesampainya mereka di makam.

" Pak bu, Dio ijin mau pergi untuk menjalankan tugas sebagai abdi pejuang kesehatan. Mohon doa bapak dan ibu, semoga dilancarkan segala urusan dan perjalanan nanti "

Dio duduk disamping pusaran kedua orangtuanya. Dipandangnya kedua nisan yang terukir nama orang-orang yang sangat dia cintai. Nia merangkul pundak Dio dan bersandar. ia paham betul bagaimana perasaan sang suami.

" Ayo sayang, aku yakin bapak dan ibu pasti merestui kepergian kita dan mendo'akan kita dari sana ".

Dio menatap istrinya dengan tatap yang dalam, jika bukan karena Nia yang selalu menyemangatinya, mungkin ia sudah sangat hancur dan tidak akan mampu lagi untuk berpijak pada dunia. Nia lah yang selalu menguatkan dan menghiburnya.

Nia dan Dio pergi untuk memulai perjalanan panjang. Dimana perjalanan kali ini membawa banyak harapan dari mereka berdua. Tanpa mereka ketahui ada teror mencekam yang juga ikut menanti kedatangan mereka.

Nia dan Dio sudah menempuh setengah perjalanan. Hujan deras yang mendera semenjak keluar dari perbatasan kota, tidak menyurutkan niat keduanya untuk tetap melanjutkan perjalanan.

" Sayang, aku mau pipis ! ".

Ucap Nia yang wajahnya terlihat gelisah.

" Sebentar ya sayang, aku cari dulu tempatnya. semoga saja tidak terlalu jauh ".

Dio memacu laju mobil avanza hitam miliknya ditengah deru hujan, demi mencari tempat persinggahan untuk sang istri.

" Mas,, Mas, itu ada mushola ".

Nia menepuk pundak Dio, agar menepikan mobilnya.

" Iya sayang, mas melihatnya ".

Setibanya di halaman mushola, Nia langsung turun mencari toilet. Sedangkan Dio berkeliling sekitaran mushola, berharap menemukan keberadaan orang lain disana. Setelah selesai dengan urusannya, Nia keluar toilet dan berjalan menuju mobil.

Setibanyanya Nia di tempat mobil terparkir.

" Sayang,, Sayang, kamu dimana ? ".

Nia kebingungan mencari keberadaan Dio, karena saat dia tiba dari toilet tadi, ia tidak menemukan Dio di mobil mereka.

Nia kemudian berjalan ke arah Mushola, ia melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang duduk berzikir. Nia masuk ke dalam mushola, ingin bertanya kepada bapak tersebut akan keberadaan suaminya.

" Pak, permisi numpang tannya. apa bapak melihat suami saya ? karena setelah selesai dari toilet tadi, saya tidak menemukan dia di mobil. Mungkin saja bapak ada melihatnya ".

Nia berucap dan berdiri tepat di belakang bapak tersebut.

Namun sunyi.. Bapak tersebut tidak bergeming. Dia terap sibuk berzikir.

" Pak.. Pak, apakah bapak bisa mendengar saya ? "

Nia masih tetap mencoba berbicara dengan bapak tersebut.

" Sayang ! "

Tepukan tangan di bahu Nia, mengagetkannya hingga membuat ia hampir saja melompat.

" Mas Dio, kamu darimana saja mas ? aku udah nyariin kamu dari tadi ".

Nia memeluk Dio yang tampak keheranan melihat keberadaan Nia.

" Kamu ngapain disini yank ? Gak takut apa kalo ada ular ! "

Dio melepaskan pelukan Nia dan menatap wajahnya dengan penuh keheranan.

" Ular apanya sih yank, mana ada ular di dalam mushola ".

Nia tersenyum kecil melihat raut wajah Dio.

" Mushola apanya ini yank !? jelas-jelas inikan semak belukar. Mushola kan ada di sana, dekat mobil kita parkir ".

Ucap Dio, sambil menunjuk bangunan mushola yang tidak jauh dari mobil mereka parkir.

Wajah Nia mendadak pucat pasi, ia buru-buru membalikkan badannya. berharap bapak yang ia tanyai tadi masih ada.

Tapi..

Benar saja, ia berdiri tepat di area semak belukar, dan didepannya ada pohon kecil yang sudah hampir mati. Nia tercengang dengan apa yang ia lihat.

" Ayo, kita pergi dari sini. kita harus cepat melanjutkan perjalanan agar tidak kemalaman nanti sampai disana. Lagian masih setengah perjalanan lagi ".

Dio menarik lengan Nia menuju ke mobil. Kemudian mereka kembali melajukan mobil mereka di jalanan, meninggalkan pikiran Nia yang masih syok dengan apa yang baru saja ia alami.

Sepanjang perjalanan Nia hanya termenung, Ia tampaknya masih belum bisa melupakan kejadian saat di mushola tadi.

" Sayang, apa kamu baik-baik saja ? Aku perhatikan dari semenjak kita meninggalkan mushola kamu bengong terus ".

Dio tampak sangat khawatir dengan kondisi sang istri.

Namun, Nia tetap diam saja dan masih sibuk dengan pikirannya yang tetap setia dengan kejadian tadi. Melihat gelagat istrinya, Dio hanya bisa pasrah dan ia memilih untuk membiarkan istrinya terbenam dalam pikirannya sendiri.

Saat memasuki gapura selamat datang di kabupaten P, Dio memutuskan untuk meminggirkan mobilnya ke sebuah warung kecil tidak jauh dari gapura.

" Sayang, kita mampir dulu ya. Aku capek mau minum teh dan istirahat sejenak, dan sepertinya aku juga merasa lapar ".

Namun Nia tetap diam saja.

" Sayang..!! kamu kenapa sih. diam terus dari tadi, aku tanya juga tidak ada jawaban ".

Ucap Dio agak sedikit kesal.

" Ia yank, maf ".

Nia tersentak dari lamunannya. karena suara Dio yang mengagetkannya.

" Ayo cepat turun ".

Dio dan Nia keluar dari mobil. mereka berjalan ke arah warung, kemudian duduk di kursi yang berada tepat didepan etalase makanan.

" Sore mas mbak, mau pesan apa ya ? ".

Ucap seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri sambil menata hidangan makanan kedalam etalase.

Wanita tersebut terlihat hanya sendiran saja, ia berperawakan pendek dan badannya sedikit berisi. Jika dilihat-lihat usia wanita tersebut sekitar 50 tahunan. Namun masih terlihat energik dan cekatan. Selain itu juga beliau terlihat sehat dan masih sangat bugar. Jauh berbeda dari kebanyakan wanita seusianya

" Teh hangatnya 2 ya mbok " .

" Kamu mau makan gak yank ? ".

Dio menatap ke arah Nia yang ternyata sedang melamun.

" Yank.. Kamu melamun lagi ? ".

Dio menepuk pundak Nia.

Nia terkejut dan kemudian dia berucap dengan mata yang menatap kearah Dio dengan tatapan serius.

" Sungguh mas, Aku tadi berada di dalam mushola. dan ada seorang bapak-bapak yang sedang berzikir. Kemudian aku bertanya kepada bapak tersebut tentang keberadaan kamu. Tapi dia tidak menjawab ".

Ucap Nia terlihat serius.

" Tapi nyatanya itu bukan mushola, itu semak belukar. Dan saat aku menemukan kamu, aku melihat kamu sedang berbicara dengan pohon itu, bukan bapak-bapak seperti yang kamu bilang ".

Dio mulai sedikit kesal dengan tingkah Nia. ia menanggap jika Nia sedang berhalusinasi karena terlalu kecapekan.

" Kamu gak percaya aku mas ? ".

" Bukannya tidak percaya sayang, tapi kamu sepertinya sedang kelelahan saja ".

" Sudah sayang, aku pikir ini bukan saat yang tepat untuk kita berdebat. Dan ini juga tidak seperti apa yang kamu pikirkan, cukup ya dan mafkan aku ".

Dio mencoba menenangkan Nia yang terlihat akan menangis karena ia merasa Dio tidak mempercayainya.

" Maf, mas mbak mau makan ndak ?, biar sekalian saya siapkan ".

Ucap wanita paruh baya yang ternyata sedari tadi berdiri memperhatikan mereka berdua.

" Ah,, Iya mbok tolong nasinya dua ya ".

" Lauknya mau pakai apa mas ? ".

...Wanita itu bertanya lagi, dengan tangan yang sedang menyajikan nasi ke dalam piring....

" Saya pakai ayam goreng dan sayur sop saja ".

Ucap Dio yang nampak serius memperhatikan lauk yang ada didalam etalase.

" Kalo mbak cantiknya pakai lauk apa ? "

Wanita itu tersenyum ramah kepada Nia.

" Samakan saja mbok dengan suami saya ".

Ucap Nia yang juga tersenyum kecil kearah wanita itu.

" Nah ini punya masnya dan ini punya si mbak cantik, saya kasih telor dadar 1 gratis. Biar mbak nya gak sedih lagi ".

Wanita itu menyerahkan piring yang berisi makanan kepada Dio dan Nia.

" Wah cuma istri saya saja ya mbok yang dapat bonus ? ".

Dio bercanda dengan memasang wajah pura-pura cemberut.

" Walah,, si mas e juga mau to, sini piringnya tak kasih juga ".

" Ha.. ha.. ha.. Gak mbok, saya cuma bercanda ".

Nia juga terlihat tertawa melihat, tingkah sang suami dan wanita paruh baya itu.

Di sela-sela waktu Dio dan Nia makan, wanita paruh baya yang ternyata bernama mbok Ina itu duduk di kursi yang ada di dekat mereka.

" Mbak cantik sama mas ganteng ini, dari mana mau kemana ? ".

Sambil membuka kerupuk yang ada di atas meja dan menyodorkannya kepada Nia dan Dio.

" Kita dari kota S mbok, mau ke kecamatan P ".

" Lo ngapain to kesana ? Ada keluarga apa gimana ? ".

Mbok Ina bertanya lagi dengan mulut yang berisi kerupuk.

" Jadi saya ini seorang dokter mbok nama saya Dio, saya ditugaskan untuk bekerja di puskesmas di kecamatan P dan ini istri saya namanya Nia ".

Dio menjelaskan kepada mbok Ina tentang siapa mereka dan apa tujuan mereka.

" Jadi nanti kalian bakal tinggal dimana ? ".

" Kalo yang saya dengar mbok, mereka sudah menyediakan rumah dinas yang berada tepat di belakang puskesmas ".

" Rumah dinas ! ".

Mbok Ina tampak agak terkejut mendengar pernyataan dari Dio.

" Lo mbok, kenapa ? ko kayak kaget gitu ".

Timpal Nia yang mulai ada rasa curiga melihat gelagat dari mbok Ina.

" Kalo menurut saran mbok ya, lebih baik kalian nyari kontrakan saja. Setau saya, banyak kok rumah warga yang kosong karena pemiliknya pada pergi merantau ".

Wajah mbok Ina terlihat cukup serius.

" Tapi kan sayang mbok rumahnya, kan sudah ada. Paling tinggal dibersihkan sedikit dan jaraknya juga sangat dekat dengan puskesmas. Jadi, jika ada sesuatu yang darurat saya bisa cepat menanganinya ".

Mbok Ina tampak tertegun kemudian ia memalingkan wajahnya, memandang lurus kedepan.

" Ya, kalo memang begitu. kalian hati-hati dan jaga diri baik-baik ya. Banyak-banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa ".

" Memangnya ada apa mbok disana ? ".

Nia mulai penasaran dengan apa yang disampaikan oleh mbok Ina.

" Gak ada apa-apa kok mbak cantik ".

Mbok Ina tersenyum namun matanya terlihat sedang menerawang jauh entah kemana.

" Berapa Mbok semuanya ? Teh sama makannya ".

" 35 ribu mas ".

Dio kemudian memberikan uang lembaran Rp. 100.000,- .

" Gak usah aja kembaliannya mbok, anggap aja sebagai ganti buat nemenin ngobrol ".

" Walah.. Jangan to mas ganteng".

Buru-buru mengambil kembalian.

" Gak apa-apa mbok, sedih lo saya kalo uangnya gak diterima ".

Dio pura-pura memasang wajah sedih.

" Makasih banyak mas ganteng, Ojo lali mampir lagi yo, kalo ada waktu senggang atau pas kebetulan lewat sini. "

Dio dan Nia mengangguk dan tersenyum seraya berdiri dan berjalan menuju tempat mobil yang terparkir diluar.

Mbok Nia terlihat mengantar kepergian mereka dan berdiri di depan pintu warung.

" Kita pamit ya mbok, sampai ketemu lagi ".

Nia tersenyum dan melambaikan tangan kearah mbok Ina. Begitu juga mbok Ina, ia membalas lambaian tangan Nia dan Dio seraya berdoa untuk keselamatan mereka berdua.

Tepat pukul 4 sore mereka tiba di Kecamatan P, kemudian Dio langsung memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Jalan yang belum beraspal dan hanya berupa tanah merah.

Dio mengeluarkan ponsel di sakunya kemudian memencet nama pak camat P. namun tak ada jawaban meski sudah dihubungin beberapa kali.

" Gimana yank, tetap gak ada jawaban ? ".

Nia menatap wajah Dio yang agak kebingungan.

Dio hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mencoba untuk menghubungi nomor itu lagi.

Tok,, Tok,, Tok.,,

Tiba-tiba kaca mobil diketuk dari luar oleh seorang bapak-bapak yang menggunakan motor bebek dan nampak habis dari kebun.

Dio kemudian menurunkan kaca mobil yang berada disampingnya, dan tersenyum kearah bapak tersebut.

" Maf mas, sepertinya si mas bukan orang sini ya ? ".

Ucap bapak itu sambil memperhatikan Nia dan Dio bergantian.

" Iya pak, saya Dio dan ini istri saya Nia. Saya adalah dokter yang akan bertugas di puskesmas yang ada di kecamatan sini ".

Dio coba menjelaskan, kemudian ia membuka pintu mobil dan ingin turun. Namun Nia mencoba untuk mencegah karena ia takut jika bapak itu orang jahat. Namun Dio melepaskan tangan Nia dan mencoba untuk meyakinkannya.

" Gak apa-apa yank ".

Nia terlihat agak khawatir ketika sang suami sudah ada diluar mobil.

" Oh, dokter yang kata Pak Camat kemaren to ".

Ucap bapak itu singkat sambil memandang Dio dan memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung kepala.

" Jadi, Pak Camat sudah bercerita tentang kedatangan saya kepada masyarakat ? ".

" Iya kemaren waktu di depan kantor kecamatan ".

Dio kemudian menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Namun bapak itu tidak menanggapi.

" Mari saya antar ke puskesmas. Bapak Camat sedang berada di luar kota sekarang. mungkin besok baru balik. "

Bapak itu kemudian menghidupkan motor bebeknya yang tampak kotor karena tanah yang menempel.

" Baik pak, terimakasih ".

Dio buru-buru masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Menjalankan mobilnya mengikuti arah bapak itu pergi.

" Kita mau kemana mas ? ".

Ucap Nia yang tampak sedikit bingung akan kepergian mereka.

" Ke puskesmas ".

Ucap Dio singkat karena sedang fokus menyetir.

Sepanjang jalan terlihat banyak bangunan rumah warga yang kosong, selain itu rumput yang tinggi di sepanjangan jalan membuat suasana terasa sedikit mengerikan.

Namun udara pedesaan yang sejuk, jauh dari polusi. Membuat Nia mengabaikan suasana yang menyeramkan tersebut.

Letak Puskesmas berada di ujung kecamatan, tepatnya di Desa L. aksesnya cukup sulit karena jalanan yang berlobang dan rumput yang tinggi sehingga menyulitkan pandangan.

" Nanti aku bakal bawa para pekerja yang ada di puskesmas dan warga untuk membersihkan serta membenahi jalan disini. Agar tidak menyulitkan warga yang akan pergi berobat ke puskesmas ".

Gumam Dio sambil matanya tetap lurus kedepan.

Sesampainya mereka di puskesmas, setelah turun dari motor. Bapak tersebut berjalan kearah belakang puskesmas dan meninggalkan Nia dan Dio sendirian di mobil.

Tidak berapa lama kemudian bapak itu datang lagi dengan seorang pria. Umur pria tersebut sekitar 40 tahunan.

Bapak dan pria tersebut berbicara serius beberapa saat, Nia dan Dio hanya bisa memandang mereka dari dalam mobil. Kemudian bapak itu menaiki motor bebeknya dan pergi tanpa pamit ke Dio dan Nia.

Pria yang bersama bapak tadi, berjalan kearah Dio dan Nia yang sudah berada di luar mobil. Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Dio.

" Dokter Dio ya, saya Lukman pak. Saya adalah petugas jaga malam di puskesmas ini ".

Ucap pria itu ramah.

" Iya pak, saya Dio dan Itu istri saya Nia ".

Dio menjabat tangan pak Lukman dan tersenyum. begitu juga dengan Nia, ia terseyum ramah ke arah pak Lukman.

" Inilah puskesmas, tempat dokter nanti bertugas, mari dok kita ke rumah dinas yang akan dokter dan istri tempati. Kebetulan disana sudah ada teman-teman yang sedang membersihkan rumah".

Dio pun mengangguk dan membawa Nia ikut serta menuju rumah yang dimaksud oleh pak Lukman.

Sesampainya mereka dirumah itu, ternyata sudah ada beberapa orang yang sedang berberes dan membersihkan rumah. Jumlahnya ada 3 orang, terdiri dari 1 orang perempuan dan 2 orang laki-laki.

Barang-barang yang Dio dan Nia paketkan menggunakan truk juga sudah sampai dan barang mereka juga sudah diturunkan dan disusun di ruang tengah.

" Mari dok, saya perkenalkan dengan mereka ".

Ujar pak Lukman yang berjalan menuju ke orang-orang yang sudah berdiri menghadap Dio dan Nia.

" Teman-teman ini Dokter Dio dan istrinya bu Nia, yang mulai hari ini akan bertugas bersama kita untuk memajukan puskesmas yang kita cintai ini ".

Pak Lukman mencoba memperkenalkan Nia dan Dio kepada rekan-rekannya.

" Halo Dokter Dio, saya Aris perawat yang akan membantu bapak nanti. Dan ini Lastri, dia bidan yang baru saja bertugas 1 tahun disini. Dan ini pak Ali, beliau adalah cleaning service di puskesmas kita dok ".

Ucap pria muda berwajah manis dan bertubuh tinggi berisi, memperkenalkan dirinya beserta teman-temannya.

Lastri adalah seorang bidan muda yang memiliki perawakan dengan tinggi dan berat yang proposional, selain itu wajah Lastri juga cantik khas gadis pedesaan. Ia merupakan orang lokal yang sekolah kebidanan dan kemudian setelah lulus ditugaskan di kampung halamannya sendiri yaitu kecamatan P. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Aris yang juga merupakan pemuda lokal yang lulus sebagai seorang perawat dan mengabdikan dirinya di tempat kelahiran.

Pak Ali meruapakan warga pendatang, namun beliau sudah tinggal di desa tersebut sangat lama. sudah dari kecil sekitar usia 3 tahun. Dan ia juga bekerja di puskesmas sudah cukup lama dari usia 20 tahun, dan sekarang usia pak Ali 41 tahun.

Begitu juga dengan pak Lukman, beliau adalah saudara dari Pak Ali yang dipercaya untuk menjadi penjaga malam di puskesmas mulai dari usia 21 tahun dan sekarang beliau telah berusia 45 tahun.

Setelah saling memperkenalkan diri, mereka melanjutkan aktivitas bersih-bersih. Dio juga ikut membantu membersihkan halaman yang terlihat kotor.

Diselai-sela kegiatan bersih-bersih dio berbicara serius kepada pak Lukman. Ia mengutarakan niatnya untuk mengadakan acara sosialisasi besok hari kepada para warga. Selain itu ia juga ingin langsung berkenalan dengan mereka.

Dio meminta Pak Ali dan Aris untuk mengundang para warga agar bisa datang besok, tidak lupa ia juga meminta tolong kepada Lastri untuk menyiapkan jajanan pasar beserta bahan makanan lain untuk konsumsi acara besok.

Disisi lain, Nia nampak sedang memandangi rumah dinas yang akan mereka tempati selama Dio bertugas disini. Rumah yang cukup besar namun terlihat kusam di beberapa bagian. Karena catnya yang sudah mengelupas dan luntur termakan cuaca. Belum lagi rumput ilalang yang tinggi menjulang sungguh kurang sedap dipandang mata.

Rumah dinas ada 3 buah jumlahnya, 2 rumah untuk para perawat dan 1 untuk dokter. 1 rumah perawat ditinggali oleh pak Lukman. Beliau tinggal sendirian karena sang istri sudah meninggal 3 tahun yang lalu dan mereka tidak memiliki anak. Sedangkan rumah dinas perawat yang satunya lagi kosong tidak berpenghuni. Dikarenakan baik Aris maupun Lastri memilih untuk tinggal di rumah memiliki sendiri. begitupun dengan pak Ali. Rumah ketiganya letaknya tidak terlalu jauh dari puskesmas.

Tak terasa pekerjaan mereka sudah mulai rampung, rerumputan yang awalnya tingi menjulang. Kini sudah tak nampak, begitu juga bagian dalam rumah sudah bersih. Hanya saja ada beberapa barang-barang Dio dan Nia yang masih berada dalam kotak-kotak kardus.

Tidak lupa bagian halaman belakang juga sudah dibersihkan oleh pak Ali dan pak lukman.

Hari sudah mulai senja, mereka memutuskan untuk melanjutkannya besok, setelau acara sosialisasi selesai. Pak Lukman menawarkan Dio dan Nia untuk sementara waktu tinggal di tempatnya saja. Hingga rumah sudah selesai dibersihkan.

" Dok, gimana untuk sementara waktu tinggal ditempat saya saja dulu. Nanti kalo sudah bersih semua baru pak dokter dan istri tinggal disini ".

Ucap pak lukman menawarkan niat baiknya kepada Dio dan Nia.

" Gimana yank, apa kamu mau kita di tempatnya pak Lukman dulu ? ".

Dio melirik kearah Nia yang sedang asik melihat area sekitar rumah yang sudah nampak rapi dan bersih. Tidak seperti awal saat mereka pertama kali sampai.

Nia berjalan ke arah Dio dan kemudian ia menggelengkan kepalanya.

" Tidak usah mas, aku rasa rumahnya sudah cukup bersih untuk kita tinggali. Hanya ruang tamu dan ruang tengah saja yang belum dirapikan ".

Ucap Nia yang kembali sibuk melihat-lihat sekitaran rumah.

" Terimakasih pak untuk tawarannya, sepertinya kami langsung tinggal dirumah ini saja mulai malam ini ".

Dio tersenyum kearah pak Lukman.

" Baiklah kalo begitu, nanti kalo pak dokter perlu sesuatu, jangan segan untuk meminta bantuan sama saya ".

Dio mengangguk dan pak Lukman pun pamit untuk pulang.

Nia menolak tawaran dari pak Lukman dikarenakan, rumah dinas yang akan mereka tempati sudah cukup bersih. Hanya tinggal ruang tamu dan ruang tengah saja yang belum sempat dibereskan. Sedangkan baik kamar ataupun bagian lainnya sudah bersih dan layak untuk ditempati. Barang-barang yang Nia dan Dio bawa juga sudah diletakkan di tempatnya masing-masing, kecuali beberapa barang yang masih berada didalam kotak kardus yang berada di ruang tengah.

Ya.. Nia memang tidak membawa cukup banyak barang, hanya ada kasur, lemari, kulkas dan meja kursi untuk para tamu serta meja kursi kerja Dio. Tidak lupa perabotan untuk memasak dan makan seadanya. Nia pikir pastilah tidak akan terlalu lama mereka tinggal disini. Dan Nia juga tidak mau kerepotan saat nanti berbenah untuk pindah kembali.

Dan mungkin saja mereka juga akan meninggalkan berberapa perabotan barang untuk penghuni selanjutnya dan membawa apa yang diperlu saja.

Setelah berpamitan, mereka semua memutuskan untuk pulang ke rumahnya masih-masing.

Nia berjalan lambat sambil memperhatikan area sekitar, tampak bangunan ini sudah cukup lama. Meski begitu rumah ini sangatlah kokoh dan cukup terawat. Selain warna cat yang luntur dan terkelupas. Sisanya terlihat masih dalam kondisi yang sangat baik.

Rumah ini terdiri dari 1 ruang tamu yang langsung terhubung dengan ruang tengah. kemudian di sisi sebelah kanan dan kiri ruang tengah terdapat 2 kamar tidur. Dari ruang tengah ada lorong sedikit menuju ruang dapur. Diruang dapur ada lagi 1 kamar tidur di sebelah kanan. kamar ini menghadap ruang dapur. kemudian ada sekat dinding antara dapur dengan kamar mandi. Dan untuk kamar mandi dan toilet dibuat terpisah. Disamping kamar mandi ada jendela dan juga pintu menuju halaman belakang.

" Cukup besar ya rumahnya ".

Ucap Dio yang mengagetkan Nia.

" Iya ini besar, Ada 3 kamar tidur dan kita akan tidur dikamar yang berada tepat di sebelah kanan ruang tengah. Sepertinya itu adalah ruang tidur utama, karena itu kamar yang paling besar ".

Ucap Nia mencoba menjelaskan kepada Dio.

"Ayo kita kekamar, aku mau cepat mandi. Rasanya sudah sangat gerah sekali ".

Nia dan Dio berjalan menuju kamar tidur tempat dimana mereka akan mendapati teror-teror yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

" Sayang ini apa ? ".

Nia menunjuk kearah bercak-bercak merah menghitam yang ada di lantai. Sepertinya noda itu terlewat saat acara bersih-bersih tadi.

Dio berjalan gontai kearah yang Nia Tunjuk. ia berjongkok kemudian mencoba menyentuhnya dengan jari.

" Jangan sentuh yank ".

Nia mencoba mengintip di balik tubuh Dio.

" Kalo tidak disentuh, bagaimana aku tau ini apa ? ".

Dio menoleh kearah Nia.

" Ini sepertinya bekas noda darah ".

Ucap Dio yang sedang mengorek-ngorek noda itu dengan santai.

" Darah !! Bagimana bisa ada darah disini ?, dan darah ini terlihat berceceran di beberapa tempat disekitar kamar ini ".

" Coba lihat sayang, sepertinya noda itu juga ada di sekitar dinding ".

Nia menunjuk kearah dinding yang berada di dekat jendela.

" Ya sudah aku coba bersihkan dulu noda di lantai ini, besok aku akan ajak pak Lukman untuk pergi membeli cat dan beberapa keperluan lainnya setelah selesai acara ".

" Acara apa sayang ? ".

Ucap Nia keheranan, ia memang belum mengetahui rencana Dio untuk mengadakan acara besok pagi.

Nia terlalu serius memperhatikan kondisi rumah, sehingga ia melewatkan topik pembicaraan antara Dio dan para pegawai puskesmas.

" Acara sosialisasi dengan para warga sayang, sekalian aku juga ingin berkenalan dengan mereka ".

" Sayang bisa tolong ambilkan air dikamar mandi, kemudian tolong campur dengan sabun. Jangan lupa juga sama sikat lantai ".

Ucap Dio lagi dengan tangan yang masih mengorek-ngorek noda.

Nia bergegas ke kamar mandi untuk mengambil apa yang diperlukan oleh Dio. Saat melewati ruang tengah ia merasa ada yang mengikuti. Namun ia mencoba untuk menepis perasaan takutnya.

Setelah selesai membersihkan noda dilantai, Dio pergi untuk mandi dan meninggalkan Nia sendirian yang sedang berbenah melipat pakaian mereka.

Terasa sunyi malam ini, sangat sunyi bahkan suara serangga kecil yang biasanya menghiasi malam juga tidak terdengar. Nia merasa aneh, namun ia mencoba untuk mengabaikannya. tengkuk lehernya terasa meremang, dingin menyapa seolah ingin mengucapkan selamat datang.

Bab III

Tok.. Tok.. Tok..

Terdengar suara ketukan di jendela samping tempat tidur. Nia terkejut, namun ia tidak yakin dengan apa yang baru saja ia dengar.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara itu muncul lagi, namun kali ini terdengar seperti di pintu depan. Nia mencoba memanggil Dio, agar memeriksa siapa tau itu adalah pak Lukman.

" Sayang.. coba lihat sepertinya ada orang didepan ".

Nia mencoba memanggil Dio.

Namun hening..

" Sayang.. apa kamu dengar ? ".

Nia mencoba memanggil lagi. namun tetap tidak ada jawaban dari Dio.

Dio sedang asik mandi dan bernyanyi menikmati setiap guyuran air yang menyentuh anggota tubuhnya. Ia benar-benar hanyut dalam kesegaran hingga tidak menyadari kalo Nia sedang memanggil-manggil namanya dari luar.

Setelah hening beberapa saat, suara ketukan kemudian muncul lagi.

Tok.. Tok.. Tok..

Kali ini terdengar di pintu belakang, dan terus berulang namun di tempat yang berbeda-beda. Nia mulai merasa cemas.. ia bangkit dan langsung berlari menuju kamar mandi.

" Sayang.. Sayang.. tolong buka pintunya ! ".

Nia mencoba menggedor pintu kamar mandi dengan kuat, namun tidak ada respon dari dalam. Hanya suara guyuran air yang terdengar jelas.

" Sayang, tolong cepat buka pintunya !! ".

Nia masih coba menggedor-gedor pintu kamar mandi, berharap Dio segera membukanya.

Namun sia-sia, tetap tidak ada pergerakan dari dalam, hanya suara guyuran air saja yang masih terdengar dengan jelas. Nia mencoba untuk memberanikan diri menengok ke arah ruang tengah. ia coba dengar kalau-kalau saja suara ketukan itu sudah menghilang.

Namun baru beberapa langkah ia berada di ruang tengah, kembali suara ketukan itu muncul lagi dari arah pintu belakang. Nia mencoba memberanikan diri, untuk mengintip apakah memang ada orang yang iseng atau hanya halusinasinya saja.

Saat Nia hendak memegang ganggang pintu, suara itu menghilang. Berganti dengan suara ketukan lain di pintu depan rumah. Merasa jengkel, Nia buru-buru berlari ke arah pintu depan. Dia buka pintu dengan setengah marah.

Sepi.. Gelap..

Tidak ada apapun, hanya ada suara jangkrik yang terdengar di kesunyian malam.

Nia bergidik, buru-buru ia menutup pintu.

Dek.. jantung Nia hampir copot, saat Dio tiba-tiba saja muncul didepannya.

" Kamu sedang apa sayang, Ngapain disini dan kenapa pintu dalam keadaan terbuka ? ".

Dio menatap Nia dengan kebingungan.

" Sayang.. "

Nia memeluk Dio dan menangis.

" Lo.. Lo.. ko kamu nangis, ada apa sayang ? apa tadi ada orang yang mengganggumu ? ".

Dio membalas pelukan Nia dan mengusap kepalanya.

" Aku takut mas ".

Nia terisak.

" Ayo kita kekamar, mas ambilkan air minum dulu biar kamu tenang ".

Setelah mengantarkan Nia ke dalam kamar. Dio kembali ke dapur untuk mengambil air minum.

" Ini sayang, minum dulu airnya. Jangan lupa baca Bismillah ya ".

Dio tersenyum seraya memberikan gelas kepda Nia.

Kemudian Dio mengenakan baju dan duduk di samping Nia yang terlihat sudah cukup tenang.

" Gimana sayang, sudah agak tenangan ? ".

Nia mengangguk dan tersenyum ke arah Dio.

" Coba sekarang cerita, ada kejadiaan apa saat aku mandi tadi ? kenapa kamu membuka pintu dan terlihat sangat takut ? ".

Nia pun bercerita jika ia mendengar suara ketukan yang berulang-ulang di berbagai tempat, namun saat akan didekati suara tersebut menghilang. Ia juga bercerita jika sudah memanggil Dio dan menghampirinya kekamar mandi namun tidak ada jawaban.

" Tadi aku kekamar mandi untuk memanggil mas, karena saat aku memanggil dari kamar mas tidak menjawab. Jadi saat ada suara ketukan lagi, aku buru-buru ke kamar mandi. Tapi nihil, mas tetap tidak menjawab ".

Nia kembali terisak saat mengingat kejadian tadi, betapa takut dan cemas dirinya.

" Benarkah, maf sungguh aku sama sekali tidak mendengarnya ".

Ucap Dio sedikit bingung dan merasa bersalah.

" Sudahlah, mungkin memang tidak kedengaran ".

Ucap Nia dengan wajah sedih.

" Mungkin kamu kelelahan sayang, makanya mendengar suara yang aneh-aneh. Sekarang kamu mandi dulu, mungkin setelah itu kamu akan merasa lebih baikan ".

Dio tersenyum dan memberikan handuk yang sedari tadi ada dipangkuannya.

Nia mengangguk dan mengambil handuk dari Dio, ia berjalan ke arah kamar mandi. kemudian ia hidupkan shower. Setelah melepas semua pakaiannya, ia berdiri di bawah shower dan menikmati setiap guyuran air yang membasahi setiap jengkal tubuh mulusnya.

" Sayang, aku kedepan sebentar ya. Mau memastikan apakah mobil kita sudah terkunci atau belum ".

Dek,, jantung Nia terasa berhenti berdetak. Suara Dio terdengar sangat jelas, meski ia sedang menyalakan kran air dan shower. Benaknya mulai gelisah, bagaimana bisa suara Dio terdengar begitu jelas. Sedangkan saat dia menggedor-gedor pintu kamar mandi tadi, Dio bilang ia tidak mendengar apapun.

Nia buru-buru menyelesaikan kegiatan mandinya. Ia lilitkan handuk di badannya. Kemudian ia berjalan menuju arah kamar. Belum sempat kaki melangkah memasuki kamar. tiba-tiba saja..

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukan itu muncul lagi, kali ini berasa dari jendela samping pintu belakang. Nia buru-buru masuk kedalam kamar. Ia bergegas mengenakan pakaian yang masih ada di atas lantai kamar. Nia memang belum sempat merapikan lipatan-lipatan pakaian yang tadi ia lipat.

Tok.. Tok.. Tok..

Nia terkejut, karena suara ketokan kali ini berpindah ke jendela samping tempat tidur.

" Berhenti.... siapapun itu tolong berhenti !! ".

Nia berucap setengah berteriak.

Berhenti, suara itu berhenti. namun tidak lama. Ia muncul kembali dari berbagai arah secara bersamaan.

Nia buru-buru berdiri dan kemudian berlari ke arah pintu depan. Ia membuka pintu dan berlari keluar mencari keberadaan Dio. Namun ia tidak melihat siapapun. padahal mobil sudah terparkir didepan rumah. Namun Dio tidak ada.

" Mas.. Mas Dio, dimana kamu mas ? ".

Nia berlarian kesana kemari mencari Dio, ia kemudian memutuskan untuk ke rumah pak Lukman siapa tau Dio ada disana. Ia kemudian berlari ke arah rumah pak Lukman.

Tok.. Tok.. Tok..

" Pak.. Pak Lukman.. Apa bapak ada dirumah ? ".

Nia mengetuk pintu rumah pak Lukman dengan sedikit tergesa-gesa.

Namun nihil, meski ia berkali-kali mencoba untuk mengetuk dan memanggil-manggil nama pak Lukman, tidak ada jawaban apapun dari dalam.

Nia kemudian berjongkok dan menangis sejadinya, ia benar-benar merasa sangat takut sekali. Ia menutup kedua wajahnya dan menangis sambil berdoa dalam hati agar Tuhan menjaganya dari hal buruk.

Dingin,, Dingin sekali, apa ini ? Nia merasakan ada sesuatu yang menyentuh lehernya. terdengar suara deru napas dan hembusan nafas yang dingin dibelakang telinga Nia.

Nia semakin merasa ketakutan dan ia tidak berani untuk menoleh. Nia kemudian menangis dengan sejadi-jadinya dan berteriak histeris.

" Sayang.. Kamu kenapa ? Hei, sadar sayang !! ".

Dio memeluk Nia dari belakang, mencoba memenangkannya.

Namun Nia tetap saja berteriak histeris, kemudian Dio meminta tolong kepada pak Lukman untuk mengambilkannya segelas air minum.

Dio mencoba untuk memukul-mukul pelan pipi istrinya, seraya terus mencoba untuk menyadarkannya.

" Sayang.. Sadar sayang ".

Nia kemudian terdiam dan duduk. tatapan matanya kosong. Dio menjadi bingung dan sedikit panik.

" Ini dok, coba diminumkan dulu. siapa tau beliau bisa lebih tenang ".

Dio mengikuti saran dari pak Lukman. Diminumkannya air yang sebelumnya sudah dibacakan doa oleh pak Lukman.

" Mas,, kamu kemana saja ? ".

Nia kembali menangis dan memeluk Dio dengan erat.

" Alhamdulillah,, monggo dok, istrinya di bawa pulang dulu. Mungkin kelelahan perlu istirahat ".

Ucap pak Lukman.

" Ia pak sepertinya begitu, perjalanan kami yang panjang tadi membuat istri saya kecapekan dan mengalami halusinasi yang cukup parah ".

Dio kemudian memapah istrinya kembali ke dalam rumah.

Setibanya mereka di dalam kamar. Dio membaringkan istrinya di atas tempat tidur. Nia terlihat jauh lebih tenang daripada sebelumnya.

" Kamu istirahat dulu ya sayang, kamu pasti sangat kelelahan. Makanya kamu berhalusinasi ".

Ucap Dio sambil membelai lembut rambut istrinya.

" Aku mendengar ketukan itu lagi mas, aku takut ".

" Tidak ada apa-apa sayang, tidak ada suara ketukan seperti yang kamu bilang. itu semua hanyalah khayalan kamu saja ".

Dio mencoba untuk meyakinkan istrinya.

" Tadi kamu kemana mas, aku cari-cari ko tidak ada dimana-mana ? ".

Ucap Nia dengan sedikit kesal.

" Tadi, aku dan pak Lukman berada di puskesmas. saat aku sedang mengunci mobil, Mas melihat pak Lukman sedang keluar rumah. Dia mengajak mas untuk berkeliling sambil melihat-lihat puskesmas sekalian memeriksanya ".

" Kamu tidak tau, aku sangat ketakutan disini ".

Nia mulai berlinang air mata lagi.

" Maafkan aku sayang, karena sebelumnya tidak bilang terlebih dahulu ".

Dio memeluk Nia dan mencoba menenangkannya.

" Sekarang kamu tidur ya, aku juga mau istirahat, mas paham ini adalah hari yang melelahkan untuk mu sayang, Besok juga mungkin akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan untuk kita. karena selain kita harus membereskan sedikit rumah ini. besok juga aku akan mengadakan sosialisasi kepada masyarakat dan sekalian berkenalan dengan mereka ".

" Aku sudah meminta tolong dengan Aris dan pak Ali untuk mengundang masyarakat besok ke puskesmas. Tolong kamu siapkan konsumsi untuk mereka ya. Tadi aku sudah minta tolong Lastri untuk belanja bahannya. Besok dia juga akan membantumu untuk menyiapkan segalanya ".

Dio mencoba menjelaskan rencanya untuk besok hari.

Nia mengangguk, kemudian mereka mencoba untuk tidur. Saat Nia sedang mencoba menenangkan pikiran dan perasaannya atas kejadian yang tadi menimpanya.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara itu muncul lagi, samar dari arah pintu belakang rumah. Ia membuka matanya kemudian duduk. Ia mencoba untuk menggerak-gerakan badan Dio agar bangun.

" Sayang,, bangun, suara itu muncul lagi ".

Namun Dio masih tetap tertidur pulas, setelah beberapa menit suara ketukan itu hilang dan kemudian berpindah ke jendela kamar. Nia terperanjat kaget kemudian ia menggoyang-goyangkan tubuh Dio dengan keras. Dio terbangun dan mendapati istrinya sedang menangis sambil menggoncang-goncangkan tubuhnya.

" Sayang ada apa, kenapa menangis ? ".

Dio nampak terkejut dan bingung melihat kondisi istrinya.

" Suara ketukan itu ada lagi mas, apa mas tidak mendengarnya ? ".

Nia sangat ketakutan.

" Mana ? tidak ada suara ketukan seperti yang kamu bilang ".

Tok.. Tok.. Tok.

" Mas,, itu suaranya ada lagi. Masa kamu tidak mendengarnya ".

Wajah Nia memucat, rasa takutnya kini ada dipuncak.

" Tidak ada, mas tidak dengar suara apapun. Dimana sekarang suaranya ? Ayo kita cek. Kita buktikan apakah ada orang atau cuma halusinasi kamu saja yank ".

Dio mulai kesal melihat tingkah istrinya yang semakin menjadi-jadi.

Dio adalah orang yang sangat rasional, ia tidak mempercayai hal-hal yang ghaib. Baginya semua haruslah real bisa diterima oleh nalar dan akal sehat. Sedangkan hantu atau apapun yang berbau mistis itu tidaklah nyata.

Itulah yang menyebabkan Dio sangat sulit menerima pernyataan yang Nia sampaikan. Karena baginya semua itu tidak masuk akal dan sangat tidak rasional.

Dio memegang tangan Nia dan mengajaknya untuk melihat ada apa di luar. Dio membawa Nia berkeliling rumah untuk memastikan bahwa semua ucapan Nia hanyalah halusinasinya saja.

" Lihat,, tidak ada apa-apa kan sayang, itu hanyalah halusinasi kamu saja. Kita sudah memeriksanya dan kita tidak menemukan apapun ".

Dio mencoba meyakinkan Nia dengan kenyataan yang ada.

" Ya mas, mungkin kamu memang benar ".

Dio kemudian memeluk istrinya dan mencium kepalanya. Kemudian dia mengajak Nia masuk kembali ke dalam rumah.

Mereka berjalan meninggalkan halaman luar, berjalan dengan santai menuju ke dalam rumah. Tanpa mereka sadari ada beberapa pasang mata yang sedang mengawasi di dalam kegelapan dengan beberapa cekikikan yang menggetarkan bulu kuduk.

Sesampainya mereka di dalam kamar.

" Sekarang kita tidur, ini sudah malam sayang. Aku tidak mau besok kesiangan ".

Ucap Dio tegas.

Dio pun kembali tidur sambil memeluk Nia. Namun tidak dengan Nia, dia masih saja terbangun dan mencoba untuk memejamkan mata.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara itu ada lagi dan kini diiringi dengan suara cekikikan wanita yang sangat menakutkan. Nia mencoba untuk memejamkan mata dan memeluk Dio dengan erat, ia membenamkan wajahnya didada Dio.

Nia pun tertidur dalam ketakutan akan teror suara ketukan pintu dan jendela yang terjadi hampir sepanjang malam dan berpindah-pindah tempat. Saat azan berkumandang suara itupun menghilang dan tidak terdengar lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!