Bab IV

Suara kicauan burung terdengar sangat ramai, membangunkan Dio dari tidurnya. Ia membuka kedua matanya dan mencoba menggerakkan lengannya yang terasa sakit dan pegal karena Nia sedang tertidur disana.

Dipandanginya wajah wanita yang sudah 4 tahun belakangan ini menemani hidupnya. Wajahnya terlihat sangat lelah dan ada bekas air mata yang masih menempel di ujung matanya. sepertinya ia menangis hampir sepanjang malam.

" Kamu kenapa sayang, tidak biasanya kamu seperti ini ".

Dio kemudian mengecup kening Nia, dan ternyata kecupan itu membangunkannya.

" Mas, sudah pagi ya ".

Dio tersenyum manis melihat istrinya yang sudah bangun.

" Iya sayang, sekarang kita bangun dan mandi ya, karena sebentar lagi kita akan memulai hari yang cukup sibuk ".

Nia mengangguk dengan senyuman kecil dibibirnya.

Setelah mereka bangun dan mandi, merekapun bersiap dengan tugas masing-masing.

Tok.. Tok.. Tok..

Terdengar suara ketukan di pintu depan.

" Assalamu'alaikum pak Dokter, ini saya Lastri. Ini saya sudah bawakan bahan makanan dan juga aneka jajanan kue untuk acara nanti ".

Ucap suara dibalik ketukan di pintu depan.

Ia sebentar, ucap Dio yang bergegas berjalan menuju pintu depan.

" Lastri, ayo masuk. Istri saya sudah menunggu didapur " .

Lastri mengangguk dan masuk kedalam rumah, ia berjalan santai menuju ruang dapur.

Setibanya Lastri didapur .

" Bu Nia, maf saya sepagi ini sudah mengganggu ".

Ucap Lastri dengan senyuman manis kepada Nia.

" Gak apa-apa, kami sudah bangun dari tadi kok ".

Nia membalas senyum Lastri dengan tidak kalah manis.

Merekapun mengolah bahan makanan menjadi makanan enak untuk para masyarakat yang akan hadir di acara sosialisasi di halaman puskesmas nanti. Tidak lupa jajanan pasar yang Lastri beli juga akan disajikan bersama hidangan yang mereka buat.

" Sayang, aku kedepan dulu ya, mau mengecek persiapan untuk acara nanti sekalian memastikan apakah Aris dan Pak Ali sudah mengundang para warga yang akan hadir nanti ".

Ucap Dio yang tiba-tiba ada dibelakang Nia.

" Iya mas ".

Nia kemudian berdiri dan membalikkan badan kearah Dio.

" Ya sudah, Lastri saya titip ibu ya. tolong dibantu. Nanti kalo sudah selesai dan warga mulai berdatangan. Tolong kamu kedepan untuk membantu Aris mengisi data mereka " .

Ucap Dio menatap Lastri.

" Baik pak dokter ".

Lastri mengangguk.

Ditempat lain.

" Pagi pak dokter, Gimana keadaan bu Nia ? ".

Pak Lukman ternyata sudah ada di puskesmas sedang menyusun kursi tempat para warga akan duduk.

" Alhamdulillah pak, sudah baik-baik saja. Tadi malam juga dia tidur dengan nyenyak ".

Ucap Dio yang juga ikut membantu merapikan kursi. Padahal ia tidak tau jika Nia hampir tidak tidur semalaman karena rasa takut akan teror yang terus mengganggunya.

" Syukur Alhamdulillah kalo bagitu pak dokter, Mungkin beliau memang kelelahan ".

" Sepertinya begitu pak, Setelah perjalanan yang cukup jauh dia juga harus ikut bersih-bersih dan merapikan barang-barang kami ".

" O iya Pak, Apa bapak melihat Aris dan Pak Ali ? "

Sambung Dio.

" Tadi mereka berkeliling lagi ke kerumah-rumah para warga untuk memastikan apakah mereka bisa hadir atau tidak ".

Ucap pak Lukman yang kemudian mengambil meja tempat nanti para warga akan didata.

" Baiklah kalo begitu ".

Dia juga ikut membantu pak Lukman.

Beberapa waktu kemudian. Pak Ali dan Arif tiba di puskesmas. Aris memarkir motornya diarea parkiran.

" Gimana Pak Ali ? warga bisa datang keacara nanti ? ".

Ucap Dio yang sedang duduk disamping pak Lukman.

" Alhamdulillah pak, bisa cuma tidak semua. ya maklum lah pak mereka kan harus bekerja ".

Ucap pak Ali yang ikut duduk disamping pak Lukman.

" Sekitaran 40 % lah pak mungkin yang bisa hadir nanti diacara yang kita laksanakan ini " .

Ucap Aris yang ikut nimbrung bersama mereka.

" Lo kok sedikit ya !, apa memang sibuk sekali sehingga tidak bisa meluangkan waktu mereka sebentar. Padahal acara tidak lama dan saya juga ingin sekalian memperkenalkan diri ".

Ucap Dio nampak sedih.

" Ya gitu lah pak, mereka itu tidak terlalu percaya sama kita orang medis. Mereka lebih percaya sama dukun atau tukang obat tradisional ".

" Tanya aja sama Lastri, dia selama ditugaskan disini. Belum pernah lagi mendapatkan pasien. Padahal sudah setahun bertugas. Para warga lebih memilih untuk melahirkan ditempat praktek dukun beranak ".

Timpal Aris lagi menjelaskan kepada Dio.

" Masa iya seperti itu ? ".

Ucap Dio yang tidak percaya.

" Padahal waktu saya masih bertugas dirumah sakit, banyak pasien yang mengeluh karena kurangnya tenaga medis di daerah mereka. Sehingga mereka harus pergi jauh hanya untuk berobat atau memeriksakan diri ".

Dio menimpali ucapannya.

" Bagitulah pak, dulu saja waktu awal-awal dokter Arif bertugas. masyarakat juga tidak ada yang mau datang untuk berobat. Hampir 2 tahun lamanya, beliau giat sekali mengadakan sosialisasi serta himbauan tentang pentingnya berobat ke puskesmas. Bahkan sampai beliau rela mendatangi rumah warga satu persatu hanya untuk mengajak dan meyakinkan mereka agar mau memeriksakan diri ke puskesmas apabila sakit " .

Pak Ali mencoba menjelaskan.

" Trus respon warga gimna pak ? ".

Tanya Dio yang terlihat sangat antusias.

" Alhamdulillah pak, warga mulai ada yang datang meski tidak banyak. baru sekitar 7 bulanan warga pada rutin berobat ".

" Tapi gak lama ".

Celetuk Aris yang mendapatkan respon tatapan tajam dari pak Lukman.

" Maksudnya gak lama giman Ris ? ".

Dio mengalihkan pandangannya ke arah Aris.

" Eh gak apa-apa kok dok ".

Aris nampak gelagapan menanggapi tatapan pak Lukman dan pak Ali yang terlihat sangat tajam.

" Lo kok gitu, Ceritain dong ada apa ? ".

Tanya Dio penasaran dan memandang wajah orang-orang yang ada disekitarnya.

" Bukan apa-apa pak dokter ".

" O.. iya ini sudah jam berapa ya ? harusnya tidak lama lagikan ".

Ujar pak Ali mencoba mengalihkan pembicaraan.

" Jam 8 , Seharusnya sebentar lagi mereka sudah pada datang".

Ucap Aris sambil melihat jam tangan yang terpasang ditangannya.

" Assalamu'alaikum ".

Terlihat ada beberapa warga yang mulai berdatangan ke puskesmas.

" Waalaikumsalam, mari-mari silahkan duduk ya bapak-bapak ".

Ucap pak Lukman yang bergegas berdiri dan menghampiri para warga yang mulai berdatangan.

" Alhamdulillah ada yang datang ya Ris, sekarang kamu panggil Lastri. Tolong lihat persiapan mereka sudah sampai mana. Kalo sudah selesai ajak Lastri untuk membantu kamu mendata warga-warga yang sudah datang ".

Perintah Dio kepada Aris.

Aris pun langsung bergegas kerumah Dio untuk menjalankan perintah Dio.

" Assalamu'alaikum, Lastri ".

Ucap Aris yang berada di depan pintu rumah.

" Walaikumsalam,, Las, Sepertinya ada yang manggil kamu ".

Ucap Nia yang sedang membersihkan peralatan yang mereka gunakan untuk membuat makanan.

" Iya bu, sebentar saya liat dulu ".

Lastri mencuci dan mengeringkan tangannya yang basah karena sedang mencuci piring. Kemudian ia berlari kecil kearah luar.

" Aris, ada apa ? ".

Ucap Lastri yang melihat Aris sedang berdiri bersandar ditiang depan rumah.

" Itu lo tadi pak dokter bilang, kamu disuruh buat bantu aku untuk mendata warga yang sudah hadir ".

" Udah pada datang tah mereka ? ".

" Iya Las, udah mulai rame itu ".

" Rame ?? tak pikir gak ada yang mau hadir ".

Lastri tertawa kecil.

" Lo kenapa gitu Las ? ".

Tiba-tiba terdengar suara Nia yang ternyata sedang berjalan kearah mereka.

Lastri dan Aris terdiam dengan wajah yang gelisah dan gugup.

" Gak bu, maksud saya. kan mereka pada bekerja pagi ini jadi, saya pikir mereka tidak bisa datang ".

Dengan nada gugup Lastri mencoba untuk menjawab pertanyaan Nia.

" Oh, saya kira apa ".

" Gak ada apa-apa kok bu ".

Lastri tersenyum mencoba untuk menyembunyikan kegugupannya.

" Yok Las, pak dokter sudah nungguin kita itu ".

Aris mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Lastri kemudian masuk kedalam dan mengambil tasnya, buru-buru ia menarik tangan Aris dan tidak lupa mereka berpamitan kepada Nia sebelum mereka pergi.

" Tak tinggal dulu ya bu " .

" Iya silahkan " .

Nia mengangguk dan tersenyum.

Aris dan Lastri buru-buru meninggalkan Nia yang berdiri sendiri dengan tatapan curiga dengan keduanya. Sambil berjalan Aris menyenggol tangan Lastri, seolah mengingatkan Lastri agar tidak sembarangan untuk bicara.

" Mereka berdua kenapa ? seperti ada yang mereka sembunyikan ".

Nia bergumam sendiri, tapi ditepisnya rasa ingin taunya. Ia kemudian melangkah masuk kembali keruang tengah untuk melanjutkan pekerjaan beberes dan menata beberapa barang pindahan mereka.

Namun sebelum itu, ia sudah menata kotak makan untuk konsumsi para warga nanti. Ia menyusunnya di ruang tamu didalam kantong kresek besar yang terbagi dalam beberapa kantong. Agar mudah nanti untuk diangkat ke teras depan.

Terpopuler

Comments

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

ternyata banyak rahasia nya

2024-04-29

0

Ludmila Zonis

Ludmila Zonis

Sampai begadang buat baca ini, terbayang-bayang sampe pagi.😍

2023-09-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!