Saat Nia mencoba berdiri, ia tejatuh karena rasa sakit yang ia rasakan ditubuhnya. kakinyan juga masih terasa lemas dan belum mampu untuk menopang berat tubuhnya. Tapi tekatnya untuk keluar dari rumah sangatlah kuat.
Ia kumpulkan sisa-sisa kekuatan dan keberanian dalam dirinya. Ia mencoba untuk menjadikan tangan sebagai penopang tubuh. Ia coba meyeret tubuhnya perlahan sedikit demi sedikit.
Perlahan namun pasti kini Nia sudah berada di ruang tamu. Ia mencoba berdiri untuk menggapai ganggang pintu.
Krreekkk..
Setelah berhasil keluar dari rumah. Nia merasa sangat lega. ia menangis lagi dan kemudian ia seka air matanya. ia tak mau orang-orang melihat dan berfikir yang bukan-bukan.
Nia terduduk lagi namun ia mencoba berdiri dengan sisa-sisa tenaga yang ada. kemudian ia mencoba untuk menarik nafas dan beristighfar beberapa kali.
Akhirnya Nia merasa sedikit lebih tenang, namun rasa takutnya belumlah hilang sepenuhnya. Kemudian Nia menutup dan mengunci pintu rumah.
" Syukurlah sekarang aku sudah berada diluar rumah dan sepertinya kedua pria tadi juga sudah tidak ada ".
Krek.. krek.. krek.
Tiba-tiba ganggang pintu rumah bergerak. Nia terkejut dan tubuhnya kembali bergetar karena rasa takut. Kenapa teror ini belum berhenti juga ucap Nia dalam hati.
Ditengah rasa takut yang menyerang, Nia berlari kearah puskesmas, Ia ingin segera bertemu Dio. Ia ingin Dio tau tentang teror yang baru saja ia alami.
Sesampainya Nia disamping puskesmas ia melihat jika orang-orang yang hadir hanya tinggal beberapa saja.
Ia melihat Dio masih semangat dalam menyampaikan sosialisasi. Nia merasa sedikit iba dengan Dio, tapi didalam lubuk hatinya ia sangat bangga dengan suaminya itu.
Ia merasa sungkan jika harus mengganggu suaminya. jadi ia putuskan untuk menunggu saja hingga acara selesai.
" Bu.. Sedang apa disini ? "
Ucap suara wanita lembut di belakang Nia.
Nia terkejut mendengar suara wanita itu, ia mencoba untuk membalikkan badan agar bisa melihat siapa sosok wanita yang menegurnya.
" Oalahh,, Lastri ternyata ".
Nia mengelus dadanya dengan nafas lega.
" Loh kenapa bu ? Emangnya ibu pikir saya siapa ? Hantu ? ".
Lastri tersenyum sembari menutup mulut dengan tangannya yang tampak banyak bekas tinta pulpen.
" Gak kok, saya kira siapa gitu, ternyata bidan cantik ".
Nia ikut tersenyum melihat tingkah Lastri.
" Kamu dari mana Las, kenapa tiba-tiba ada dibelakang saya ? "
" Tadi rencananya saya mau ke tempat ibu, tapi saya liat ibu sedang berdiri disini. jadi saya langsung datengin aja. Saya lihat ibu lagi kebingungan. Memang ada apa bu ? ".
Ucap lastri yang tampak sedikit serius.
" Gak kok Las, ini saya lihat warganya yang hadir cuma tinggal segini saja, mereka pada kemana ? "
Nia mencoba mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin jika Lastri tau kalau ia sedang merasa takut.
" Ia bu, mereka udah pada pulang, padahal saya sudah bilang nanti ada makanan yang akan dibagikan. Tetapi mereka seperti tidak peduli, dan tetap memilih untuk pergi ".
Lastri menjelaskan dengan wajah sedih.
" Kok gitu ya, padahal makan yang sudah kita siapkan lumayan banyak. Apa nanti diantarkan saja kerumah mereka biar tidak mubazir ".
Nia merasa khawatir dengan makanan yang masih banyak di dalam plastik. ia kini sedikit melupakan rasa takut akibat teror mencekam yang baru saja ia alami.
" Ide bagus itu bu ".
Lastri mengacungkan jempol lentiknya kepada Nia.
" Ya sudah, kalo begitu nanti setelah acara selesai. Minta tolong sama pak Ali dan Arif biar bisa bagikan makanan kerumah-rumah para warga sekitar ya ".
Nia berucap dan kemudian ia membalikkan badan lagi kearah Dio.
" Baik bu ".
" O iya bu, dari pada ibu berdiri disini. Lebih baik ikut saya saja, kita duduk di kuris yang berada didekat Dokter Dio. Lagian tadi saya diminta tolong untuk panggil ibu karena dokter Dio ingin memperkenalkan ibu dengan warga ".
Nia mengangguk, kemudian mereka berdua berjalan santai menuju tempat Dio berada..
Dio yang melihat keberadaan sang istri tersenyum manis. Kemudian ia meminta Nia untuk menghampirinya.
Sebelum mengakhiri acara, Dio memperkenalkan sang istri kepada para warga. Nia tersenyum dan sedikit merasa sedih karena warga yang bertahan dalam acara hanya sedikit sekali.
Setelah acara selesai Lastri membagikan makanan kepada warga yang hadir dan dia juga minta tolong kepada pak Ali dan Aris untuk membagikan sisa makanan kepada warga yang tinggal di sekitar puskesmas.
" Alhamdulillah ya mas, acaranya sudah selesai ".
Nia tersenyum, ia tau betul bagaimana perasaan sang suami yang pasti sedang sedih dengan kenyataan yang ia terima sekarang. Jika keberadaannya kurang disukai di kecamatan ini.
" Ia sayang, alhamdulillah acaranya lancar meski warga yang tersisa dalam acara tinggal sedikit ".
Dio tersenyum dalam luka, meski begitu ia bertekad untuk terus maju dan tidak menyerah. Ia ingin seperti dokter Arif yang terus berjuang hingga mendapatkan hasil yang manis.
Melihat raut wajah Dio yang terlihat sedih, Nia mengurungkan niatannya untuk menceritakan apa yang terjadi dirumah tadi. Ia menunda bercerita karena ia tidak ingin suaminya menjadi lebih terbebani lagi.
Ia akan mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya. mungkin nanti saja saat sudah berada dirumah.
Sebelum membereskan kursi-kursi dan beberapa perabotan lain. Mereka memutuskan untuk makan-makanan yang sudah Nia dan Lastri siapkan. Sembari menunggu Pak Ali dan Aris datang.
Mereka makan dengan lahap, selang beberapa lama pak Ali dan Aris juga sudah datang dan ikut bergabung bersama mereka.
Sembari makan, mereka juga saling bercerita tentang diri mereka masih-masing. Agar bisa saling mengakrabkan diri. Mereka samasekali tidak ingin membahas acara hari ini. Mereka tidak ingin membuat Dokter Dio menjadi sedih.
Setelah selesai makan, mereka mulai beberes dan beraih-bersih area puskesmas. Nia pun sangat antusias untuk ikut membantu.
Tak terasa hari sudah mulai siang, pekerjaan mereka juga sudah selesai. Dio tersenyum dan berterimakasih dengan para pegawai yang sudah ikut terlibat dan mensukseskan jalannya acara. Meski jumlah warga yang hadir tidak sesuai dengan harapan.
Sebelum pergi, Dio memanggil pak Lukman untuk nanti sore menemaninya pergi membeli cat dan beberapa perlatan untuk rumah.
" Pak Lukman, bisa tolong kesini sebentar ".
Dio memanggil pak Lukman yang sedang mengunci puskesmas.
" Ia dok, sebentar " .
Setelah selesai mengunci pintu puskesmas, ia menghampiri Dio kemudian berkata.
" Ada apa dok ? ".
Ia nampak penasaran dengan apa yang akan Dio sampaikan.
" Ini pak, Nanti setelah sholat Ashar. Bisa tolong temani saya untuk belanja cat sama beberapa peralatan, karena ada sedikit bagian rumah yang perlu untuk dibenahi ".
" Baik Dok, nanti saya juga minta tolong ke pak Ali dan Aris agar ikut membantu. Biar cepat selesai ".
Dio mengangguk dan tersenyum.
" Kalo begitu, saya pamit dulu dulu dok, mau kerumah Aris dan Pak Ali ".
Nia dan Dio mengangguk berbarengan.
Setelah pak Lukman pergi, Dio dan Nia memutuskan untuk pulang ke rumah beristirahat. Sembari berjalan Dio dan Nia bergandengan tangan. Seolah saling menguatkan dengan apa yang terjadi pada mereka hari ini.
Sesampainya dirumah.
" Aku mau mandi dulu ya sayang, badanku terasa gerah dan sedikit lelah ".
Dio mencium kening Nia, dan bergegas berjalan menuju ke arah kamar mandi.
Nia juga berjalan kearah kamar untuk menyiapkan pakaian yang akan Dio pakai nanti. Sambil mengambil pakaian, Nia teringat lagi akan apa yang tadi ia alami. Ia mulai terngiang-ngiang peristiwa teror yang baru saja menimpanya.
Nia bergidik ngeri tatkala ia teringat akan wajah sosok wanita yang menyapu disamping jendela. Matanya yang bolong dan senyum menyeringai ditambah lagi kondisi wajahnya yang penuh luka sayatan. Membuat bulu kuduk Nia berdiri dengan hebat.
" Yank !! ".
Nia terkejut, hampir saja baju yang berada di tangannya terjatuh.
" Mas, kamu ini bikin aku kaget saja ".
Memasang wajah sedikit cemberut.
" Ada apa sayang, kenapa kamu nampak terkejut begitu ? ".
Dio sedikit keheranan melihat reaksi sang istri.
" Aku mau cerita mas, apa boleh ? ".
Menatap wajah Dio yang terlihat sedikit kebingungan.
" Tentu sayang, kamu boleh cerita apapun ".
Dio berjalan dan duduk ditepian tempat tidur. Ia memberikan isyarat agar Nia juga ikut duduk disampinya.
" Coba ceritakan apa yang ingin kamu sampaikan yank ".
Senyuman Dio membuat Nia merasa sangat tenang.
Nia mulai bercerita semua teror yang ia alami tadi, dimulai dengan ganggang pintu yang bergerak-gerak sendiri padahal ganggangnya patah, sosok wanita yang menyapu ditengah kabut yang ternyata wajahnya sangat menyeramkan.
Sapu dan peralatan makan yang berpindah tempat, serta suara anak dan ibu yang sedang main berlarian ditambah dengan suara dobrakan pintu yang diiringi dengan suara teriakan yang sangat memekakkan telinga.
Nia bercerita dengan sangat antusias, ia juga bercerita sambil berlinang air mata. ia terbayang betapa mengerikannya teror yang sudah ia alami.
Namun Dio menanggapi semua cerita Nia dengan tidak serius, ia beranggapan bahwa itu semua hanyalah halusinasi Nia.
" Begitu sayang ceritanya, Sungguh aku benar-benar merasa sangat takut ".
Nia menangis sesenggukan.
" Sayang, aku yakin apa yang kamu lihat dan dengar itu adalah halusinasi saja ".
" Halusinasi bagaiamana maksudmu mas ? ".
Nia sedikit kecewa dengan tanggapan Dio yang terlihat santai dan tidak percaya dengan apa yang ia ceritakan.
" Ia, kamu itu pasti masih kecapean sekali. Aku paham betul itu. Perjalanan panjang ditambah kegiatan berberes dan acara hari ini. Tentu menguras tenaga dan juga pikiran. Hal itu lah yang memunculkan hal-hal aneh yang kamu ceritakan tadi ".
Dio mencoba untuk menjelaskan.
" Itu semua real mas, aku yakin itu semua nyata adanya. Aku melihatnya sendiri ".
Nia benar-benar tidak menyangka dengan reaksi dan tanggapan Dio.
" Ia, efek dari kelelahan yang kamu rasakan membuat semua halusinasi itu menjadi nyata. Sehingga kamu tidak bisa membedakan mana yang hanya halusinasi dan mana yang nyata " .
Sekarang Dio mulai sedikit kesal dengan sang istri.
" Kamu memang tidak pernah percaya aku mas ".
Butiran-butiran bening mulai keluar lagi dari mata sayunya.
" Bukannya begitu yank, tapi apa yang kamu ceritakan itu semua tidak masuk di akal. Kamu bilang ada kabut. tapi mana ? aku dari tadi pagi berada diluar terus. dan hari sangat cerah tidak ada kabut ".
Nia hanya diam, ia sadar tidak akan mungkin bisa membuktikan ucapannya.
" Kamu juga bilang ada suara anak-anak dan wanita yang sedang bermain. Tapin mana tidak ada siapapun disini ".
" Sudahlah sayang, kamu ini hanya perlu istirahat dan memenangkan diri. Aku yakin setelah istirahat dan tidak lelah lagi. Kamu tidak akan melihat atau mendengar hal-hal seperti itu lagi ".
Dio memeluk dan menyeka air mata istri tercintanya.
Nia hanya bisa terdiam, ia tidak menyangka reaksi Dio akan seperti ini. Kemudian Nia berdiri dan pamit untuk mandi, mungkin benar ia hanya kelelahan.
" Aku mandi dulu mas ".
Ucap Nia datar.
Dio mengangguk dan tersenyum. Kemudian ia berpakaian dan membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia tidak habis pikir dengan semua cerita yang Nia sampaikan. Mana mungkin ganggang pintu rusak bisa bergerak sendiri.
Barang-barang juga bisa berpindah tempat sendiri, sunggu tidak masuk akal dan diluar nalar sekali. Belum lagi cuaca hari ini benar-benar cerah dan bagaimana bisa ada kabut.
" Dia pasti sangat lelah " .
Bergumam sambil memejamkan mata.
Dilain tempat. .
Nia melepas semua pakainnya, ia juga melepaskan ikat rambut berbentuk bunga pemberian Dio dari rambut hitam panjangnya. Diputarnya perlahan keran hingga full. dan ia juga memutar keran shower.
Ia teringat apa yang Dio ucapkan tadi, tak terasa air mata mulai mengalir namun kini lebih deras, Nia merasa kecewa dengan reaksi Dio yang tidak percaya dengan apa yang ia ucapkan.
Sakit,, ya sangat sakit saat orang yang kita cintai tidak mempercayai kita.
Nia mecoba meluapkan emosinya lewat air mata. Ia berharap guyuran air ditubuhnya bisa menghilangkan rasa sakit dan kecewa yang sedang ia rasakan. Meski perkataan Dio masih terngiang-ngiang di dalam benaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments