Nia telah selesai mengeluarkan barang-barang dari dalam kotak kardus terakhir yang mereka bawa saat pindah. Ia kemudian mengumpul kotak-kotak kardus tersebut untuk dibuang ke halaman belakang.
Ia berjalan santai dan membuka pintu belakang, terlihat luas dan bersih karena sudah dibersihkan oleh pak Lukman dan pak Ali kemarin. Nia berjalan kearah tempat pembakaran sampah. Letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekitar 10 meter.
" Akhirnya selesai juga pekerjaan yang cukup melelahkan ini, tinggal nanti mas Dio mencat rumah dan membuat tempat menjemur pakaian ".
Nia bergumam sendirian.
Nia mencoba berinisiatif untuk berkeliling sebentar di halaman belakang, ia kemarin tidak sempat untuk melihat-lihat area ini. Dan tadi malam juga saat dia dan Dio ke belakang rumah untuk memeriksa apakah ada orang atau tidak. Mereka juga hanya berkeliling sebentar.
Tiba-tiba Nia bergidik, tengkuk lehernya terasa meremang. Ia teringat peristiwa tadi malam. Dimana ia mendapatkan teror yang sangat mengerikan.
Selama ini ia baru pertama kali mendapati kondisi seperti tadi malam. Meski bukan hal pertama baginya untuk berhubungan dengan hal ghaib. Nia memiliki pemikiran yang jauh berbeda dengan Dio,
Dio adalah orang yang sangat rasional dan mengutamakan logika serta tidak mempercayai hal-hal yang berbau supranatural. Sedangkan Nia, ia sangat percaya dan sudah beberapa kali mengalaminya.
Awalnya Nia juga adalah orang yang rasional seperti halnya Dio namun apa yang pernah ia temui dan alami di panti tempat ia mengabdikan diri, mematahkan segala penyangkalan ia tentang hal ghaib.
Nia pernah diganggu beberapa kali saat masih menjadi sukarelawan dipanti jompo. Ia pernah mendapati seorang nenek-nenek yang berjalan ditengah malam dilorong panti, yang ia pikir adalah salah satu penghuni panti.
Saat ia akan menghampiri nenek tersebut, ia dikejutkan dengan kehadiran seekor kucing yang tiba-tiba mencakar kakinya. Padahal kucing itu adalah kucing yang memang sengaja dipelihara oleh pihak panti sebagai teman untuk para penghuni.
Kucing-kucing tersebut terbilang sangat jinak dan juga manja. Karena mereka sangat disayang dan juga dirawat dengan baik. Bahkan hampir tidak pernah melukai para penghuni atau pekerja yang ada dipanti. Mereka juga tidak hanya memelihara 1 kucing tapi ada banyak sekitar 6 ekor.
Tindakan kucing itu sangat mengagetkan Nia, setelah mencakar kucing itu kemudian berlari dan meninggalkan Nia begitu saja. Setelah Nia mulai agak tenang dari rasa terkejutnya. Ia baru teringat akan niatnya untuk menghampiri nenek-nenek yang ia temui tadi. Namun Nenek itu sudah menghilang didalam gelapnya lorong panti.
Selain kejadian itu, Nia juga pernah diganggu bahkan sampai mengancam jiwanya. Pada saat itu ia akan memanggil para penghuni panti untuk makan. Ia berjalan ke salah satu kamar lansia bernama omah Irma. Beliau adalah salah satu penghuni panti yang sudah cukup senior ditempat itu. Usia beliau sekitar 70 tahun.
Saat Nia sedang berjalan ke kamarnya, ia melihat omah Irma sedang berdiri didepan pintu kamar. Buru-buru ia menghampiri beliau yang terlihat sedang diam.
" Omah, kenapa ? Mau ke ruang makan ya, Nia bantu antar omah ke sana ya ! ".
Ucap Nia sambil memapah omah yang masih saja terdiam dan tidak merespon ucapannya.
" Omah kenapa ? ko diam sih, omah lagi kurang sehat ya ? Nia lihat wajah omah sangat pucat dan tangan omah juga dingin ! ".
Kemudian Nia menghentikan langkahnya, ia tiba-tiba merasa kalo omah Irma sedang tidak dalam kondisi yang baik. Ia berinisiatif untuk mengantar omah kembali kedalam kamarnya untuk beristirahat. Dan kemudian ia akan keruang makan untuk mengambilkan makanan serta obat untuk omah.
Namun saat Nia menawarkan niatan baiknya, omah menggelengkan kepalanya. Ia tetap bersikeras untuk makan diruang makan. Nia pun menuruti kemauan omah Irma.
Setibanya mereka di ruang makan. Nia mencarikan omah tempat duduk.
" Omah, tunggu disini dulu ya. Nia yang akan ambilkan omah makan, Ingat duduk yang manis jangan kemana-mana. Nia gak akan lama kok ".
Nia tersenyum kearah omah Irma, namun beliau tetap diam saja. Pucat, wajahnya sungguh pucat. Nia benar-benar merasa sangat khawatir dengan kondisi omah Irma.
Saat akan mengambil makanan, ia dikejutkan dengan tepukan lembut dipundaknya.
" Nia, kamu sudah dengar kabarnya belum ? ".
Ucap gadis manis bermata coklat, teman Nia yang juga merupakan sukarelawan dipanti itu.
" Eh Susi, aku kaget tau. Hampir saja piring ini jatuh ".
" Ia mafkan aku ".
Dengan raut wajah sedih.
" Memangnya ada kabar apa sih ?, sepertinya belum deh. Jangan-jangan kabar kamu mau nikah ya ? ".
Ucap Nia dengan nada yang mengolok-olok.
" Apa an sih, Bukan itu Nia ".
" Lah trus apa ? ".
Nia menjadi penasaran.
" Tadi malam sekitar pukul 12 tepat tengah malam, Omah Irma meninggalkan kita semua, tidak lama setelah kamu pulang. Beliau mengalami kejang dan sesak nafas, kemudian kami bawa ke rumah sakit. Namun tidak bertahan lama. Beliau tidak tertolong ".
" Kami sengaja tidak memberitahukan langsung kabar ini ke kamu tadi malam, karena mengingat kamu sedang dalam kondisi yang kurang sehat ".
Timpal Susi yang makin tertunduk lesu dan air matanya mulai jatuh membasahi kedua pipinya.
" Apa'an sih kamu Susi, gak cocok tau aktingnya, Omah Irma itu masih sehat walafiat. Ini aja aku lagi ngambilin beliau makanan. Emang sih tadi aku lihat wajah beliau pucat dan tangannya dingin. Tapi namanya lagi kurang sehat kan emang gitu, sama kaya aku kemaren ".
Ucap Nia yang tidak mempercayai perkataan Susi.
Wajah susi berubah, kini wajahnya nampak pucat dan ia sangat terkejut mendengar pernyataan Nia.
" Nia jangan bercanda kamu, Omah Irma itu sudah meninggal. Kalo tidak percaya kamu tanya sama Ibu kepala panti ".
Susi kemudian menarik lengan Nia. Ia ingin membuktikan bahwa ucapnya memang benar adanya.
Setibanya mereka diruangan kepala panti.
Tok.. Tok.. Tok..
" Assalamu'alaikum bu Tia ".
Ucap Susi mengetuk pintu ruangan kepala panti.
" Waalaikumsalam, masuk saja ".
Ucap lembut suara dari dalam ruangan.
Susi dan Nia masuk kedalam ruangan, terlihat seorang wanita paruh baya sedang duduk dikursinya. Ia menyambut kedatangan mereka dengan senyuman manis. Wanita itu adalah Bu Tia, beliau merupakan kepala panti yang dipercaya oleh ayah Nia untuk mengelola panti. Beliau juga merupakan tante Nia yang tidak lain adalah adik kandung ayah Nia sendiri. Meski sudah di usia yang tidak muda lagi, wajah beliau tetap terlihat cantik dan anggun.
" Nia kamu sudah baikan ? ".
Ucap bu Tia dengan nada lembut.
" Tante apa benar, Kalo Bu Irma sudah meninggal ? ".
Beliau mengangguk dengan raut wajah sedih.
" Maf, kalo kamu adalah orang terakhir yang tau Nia, karena tante tau kamu cukup dekat dengan semua penghuni panti dan sangat menyayangi mereka ".
" Tapi kenapa, Tante tidak memberi tahukan Nia saat beliau masuk rumah sakit ? kenapa aku harus tau setelah beliau sudah tidak ada ? ".
Nia mulai terisak.
" Tante mengkhawatirkan kondisi kamu Nia " .
Bu Tia kemudian berjalan kearah Nia dan memeluknya, ia sangat tau betul bagaimana perasaan sang keponakan.
" Terus siapa tadi yang Nia bantu ke ruang makan ? ".
Ucap Nia masih dengan terisak, dan rasa tidak percaya dengan apa yang ia alami.
" Maksud kamu Nia ? ".
Bu Tia nampak terlihat sangat bingung mendengar pernyataan dari sang keponakan.
" Ia bu, tadi waktu Susi ketemu Nia. Dia sedang mengambilkan makanan, katanya untuk Omah Irma ".
Ucap Susi dengan begidik ngeri.
" Itu tidak mungkin Nia, Beliau sudah tidak ada, kamarnya saja sudah kosong. Semua barang-barangnya juga sudah dibawa semua oleh anak-anak beliau subuh tadi ".
Bu Tia coba meyakinkan Nia.
Nia kemudian melepaskan pelukan bu Tia dan berlari menuju kamar omah Irma untuk memastikan apa yang ia alami tadi adalah benar adanya. Susi juga ikut berlari mengejar Nia dan ia juga sangat penasaran dengan apa yang Nia alami.
Setibanya di kamar omah Irma.
Semua tampak kosong, hanya ada tempat tidur dan satu buah lemari serta kursi goyang yang meruapakan tempat favorit omah Irma jika sudah didalam kamar. Selain itu semua barang milik omah Irma memang sudah tidak ada lagi.
Nia kemudian menjadi sedikit takut dan ia menatap wajah Susi yang terlihat pucat. Susi terlihat sangat ketakutan. Jantung Nia mulai berdetak cepat, rasa sedih yang ia rasakan tadi kini berubah menjadi rasa takut dan suasananya juga menjadi sengat mencekam.
Susi menunjuk kearah kursi goyang milik omah Irma yang ternyata bergerak sendiri padahal tidak ada orang dan tidak ada angin. Nia dan Susi memperhatikan gerakan dari kursi goyang milik omah Irma. Gerakannya sangat tidak normal, ia bergerak dengan cepat, semakin cepat dan semakin cepat. Kemudian kursi itu terlempar, hampir saja mengenai keduanya jika tidak cepet-cepat menghindar.
Keduanya kemudian berlari keluar kamar dengan perasaan takut yang tidak dapat digambarkan. Dan semenjak kejadian itulah pandangan Nia mulai berubah tentang dunia ghaib.
Kembali ke halaman belakang.
Nia berbalik badan dan mecoba untuk mencari letak yang tepat untuk nanti dijadikan tempat menjemur pakaian.
" Sepertinya ini tempat yang cocok untuk menjemur pakaian. Selain tidak terlalu jauh dari rumah, tempat ini juga cukup baik untuk sinar matahari. Jadi pakaian nanti akan cepat kering ".
Nia bergumam sendiri. Saat matanya memandang area sekitar, fokosnya teralihkan pada gundukan-gundukan tanah yang berada tidak terlalu jauh dari lokasi dia akan membuat tempat jemuran.
" Apa itu ? ".
Nia berjalan perlahan kearah gundukan tersebut. untuk memastikan apa itu dan apa fungsinya.
" Kenapa ada gundukan tanah disini dan jumlahnya ada 3 , Apa ini bekas tempat penimbunan sampah ? atau jangan-jangan !! ".
Nia terpaku dan mulai merasa takut dengan pikirannya sendiri.
" Ah, tidak mungkin. Masa iya ini kuburan ".
Nia buru-buru pergi meningalkan tempat tersebut, ia menepis segala praduga negatif dari benaknya. Berharap itu bukan apa-apa seperti yang ia pikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments