Istana Andora terasa begitu damai dan tentram. Matahari perlahan muncul di ufuk timur dan menerangi taman-taman yang dipenuhi bunga-bunga indah. Udara segar memberikan sentuhan sejuk, sementara gemericik air dari air mancur istana menambah keharmonisan pagi itu. Pelayan istana mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk memulai hari yang penuh keagungan.
Pangeran Henry datang ke kamar Roni. Ia akan mengajak Roni untuk sarapan sebelum memulai latihannya kembali. Pangeran Henry dan Roni memang sudah saling mengenal dekat, sehingga tidak heran jika Pangeran Henry sering datang ke kamar Roni untuk sekedar berbincang.
"Apa kau sudah bersiap? Sebentar lagi waktunya sarapan pagi," ucap Pangeran Henry begitu ia melihat Roni yang sedang menyisir rambut di depan cermin besar.
"Tunggulah sebentar, aku masih menyisir rambut." Roni membalas sambil tersenyum ramah. Pangeran Henry mengamati dengan tersenyum ketika Roni menyelesaikan sentuhan-sentuhan terakhir pada rambutnya.
Roni sudah mengetahui aturan dan tata krama keluarga kerajaan dari Pangeran Henry. Salah satunya adalah mandi pagi setelah bangun tidur dan harus rapi sebelum sarapan pagi dimulai. Mengingat kehidupan keluarga kerajaan yang dipenuhi kemewahan dan keagungan, mereka tak dapat menghindar dari prinsip hidup sehat, disiplin, serta menjaga kebersihan dengan seksama.
"Sebelum ke ruang makan istana, sebaiknya kita meluangkan waktu untuk bersantai di taman. Kau tahu, aku sangat menyukai udara pagi yang segar," jelas Pangeran Henry.
"Aku juga menyukai udara pagi. Saat aku masih di Eldoria, aku sering pergi ke sungai untuk menikmati kesegaran udaranya," jawab Roni yang kemudian mengambil sabuk jubah dari dalam lemari. Hari ini Roni memakai jubah berwarna kuning muda.
"Baiklah, kau sepertinya sudah siap. Ayo keluar," ajak Pangeran Henry saat melihat Roni yang sudah rapi.
Roni mengangguk. Kemudian ia mengikuti langkah Pangeran Henry keluar kamar. Keduanya kembali melanjutkan langkahnya, menyusuri lorong istana yang dipenuhi gemerlap lampu. Meski sudah pagi tetapi lampu di dalam istana tetap menyala selama dua puluh empat jam, non-stop.
****
Sementara itu keadaan di Kota Eldoria....
Elan dan Evelyn sekarang tengah berjualan di pasar. Mereka menjual buah hasil ladang seperti biasanya, hanya saja sekarang mereka berdagang tanpa Roni. Berangsur-angsur mereka mulai mengikhlaskan kepergian Roni, meskipun awalnya sangat sulit dan berat.
Kabar ibu Roni semakin buruk. Rosmala menjadi wanita setengah gila semenjak Roni dinyatakan meninggal karena tidak diketahui keberadaannya. Evelyn dan Elan merasa begitu kasihan dan prihatin mengetahui kondisi wanita paruh baya itu. Keduanya hanya bisa berdoa untuk kebaikan Rosmala.
"Elan, apa kamu yakin kalau Roni sudah tiada?" tanya Evelyn sambil menoleh ke arah Elan yang sekarang sedang duduk di sebelahnya.
Elan mengedikkan bahunya. Ia juga bingung tentang bagaimana keadaan Roni. "Aku tidak yakin pasti, tapi aku berharap dia masih hidup." Elan kemudian menyeka keringat dari dahinya, terlihat ragu dalam tatapannya. "Tapi, kita tidak punya bukti bahwa Roni masih hidup. Mungkin lebih baik kita fokus menjalani hidup ini tanpanya." Lanjutnya.
Evelyn mengangguk setuju, namun ekspresinya masih dipenuhi kekhawatiran. "Aku rindu Roni, Elan. Bagaimana mungkin kita melupakan seseorang yang dulu selalu bersama kita?"
Elan memandang langit dengan tatapan penuh pemikiran. "Mungkin dengan memberikan yang terbaik dalam hidup kita, kita bisa mempertahankan kenangan Roni dengan cara yang terbaik."
Evelyn kemudian menyentuh bahu Elan dengan lembut. "Kita hanya bisa berharap yang terbaik, Elan. Sementara itu, bagaimana kita bisa membantu Ibu Rosmala? Dia sangat membutuhkan dukungan kita. Aku sangat prihatin melihat kondisinya yang semakin buruk."
Elan mengangguk setuju. "Kita bisa mencoba membawa makanan atau memberikan pertolongan dengan menjualkan buah hasil ladangnya di pasar. Barangkali bisa meringankan beban pikirannya."
Evelyn dan Elan melanjutkan percakapan mereka. Hingga tiba-tiba sebagian orang di pasar, berteriak dan berlari menjauh dari area pasar. Membuat Evelyn dan Elan panik, kemudian mereka memastikan penyebab kericuhan tersebut.
"Apa yang terjadi Elan? Kenapa orang-orang berlari meninggalkan pasar!?" tanya Evelyn dengan wajah panik.
"Selamatkan diri! Prajurit kerajaan sedang menuju ke pasar. Kabarnya, mereka mencari seseorang!" teriak salah seorang pedagang yang berlari melewati Elan dan Evelyn.
Evelyn dan Elan saling pandang, kekhawatiran tergambar di wajah mereka. Tanpa ragu, mereka berdua berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan yang terjadi di pasar, namun saat Evelyn dan Elan akan menyelamatkan diri, mendadak salah seorang prajurit berteriak memanggil mereka dengan keras.
"Hei kalian berdua, berhenti! Jangan kabur!!" teriak pemimpin prajurit yang tampak berusaha menghentikan Evelyn dan Elan yang berlari menjauh sambil membawa keranjang buah mereka.
Sementara itu, tiga prajurit lainnya tengah mengobrak-abrik isi pasar dan menyebabkan dagangan para pedagang berhamburan ke tanah. Para pedagang tidak berani memprotes, mengingat mereka tidak mempunyai kuasa dibandingkan prajurit kerajaan yang tangguh dan kejam.
"Evelyn jangan dengarkan mereka!" teriak Elan seraya berusaha menggandeng tangan Evelyn dan berlari tidak tentu arah. Mereka secepatnya harus menyelamatkan diri.
"Elan, kita harus bersembunyi!" teriak Evelyn di tengah-tengah kepanikannya.
Saat keduanya menoleh ke belakang. Kepanikan semakin menguasai mereka, melihat kini dua orang prajurit berkuda tengah mengejar mereka.
"Cepat, tangkap salah satu anak itu! Mereka yang mengetahui di mana keberadaan Royalty!" Salah satu prajurit berteriak seraya terus mengejar Evelyn dan Elan dengan kudanya yang semakin cepat berlari.
Sialnya, saat Elan dan Evelyn akan berlari ke tempat aman, salah seorang prajurit menghadang mereka di depannya. Kuda prajurit itu meringkik seraya mengangkat kedua kaki depannya, menunjukkan keperkasaan dan ketangguhannya.
"Hahahaha... kalian berdua sudah terkepung sekarang! Menyerah atau mati di tempat ini! Hahahah..." Prajurit itu tertawa kencang di hadapan Evelyn serta Elan.
Elan dan Evelyn berbalik badan, seketika mereka terkejut saat mengetahui keempat prajurit sudah mengepung mereka dari berbagai arah dan jarak dekat.
"Elan, bagaimana ini?" Evelyn menunjukkan ekspresi wajah panik dan ketakutan yang kentara. Sementara Elan berusaha tidak terpengaruh oleh situasi yang genting ini.
"Evelyn. Ingat kita harus bersatu, tenang, jangan panik," ucap Elan berbisik di samping Evelyn. Keduanya semakin merapatkan tubuh dan berusaha melindungi satu sama lain.
Salah satu prajurit turun dari kudanya, kemudian berjalan ke arah kedua anak remaja tersebut.
"Kalian berdua akan pergi ke mana? Hah!? Kalian sudah tidak bisa kemana-mana sekarang!" ucap prajurit itu dengan tampang bengis.
Evelyn dan Elan berdiri tegak di hadapan prajurit yang mengepung mereka. Walaupun ketakutan terpancar dari mata Evelyn, Elan tetap tenang.
"Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi. Kita hanya pedagang biasa," ujar Elan dengan suara tegas, mencoba meyakinkan prajurit tersebut.
Prajurit pemimpin tersenyum sinis. "Cukup berlagak, kalian tidak bisa mengelabui kami. Kami mendapat laporan bahwa ada yang tahu di mana keberadaan Royalty, dan kalian berdua mencurigakan!"
Evelyn mencoba menjelaskan. "Kami sama sekali tidak tahu siapa Royalty. Kami selalu hanya berdua dan tidak mempunyai teman lain."
Elan dan Evelyn belum mengetahui nama Roni yang sebenarnya. Meskipun sejak kecil mereka sering bermain bersama Roni, tetapi sayangnya Roni belum pernah mengenalkan nama aslinya kepada mereka. Oleh sebab itu, Evelyn dan Elan tidak mengetahui nama Royalty.
Namun, prajurit yang lain menertawakan mereka dengan meremehkan. "Kalian pikir kami akan percaya pada dua anak muda sepertimu? Kami tidak main-main, tunjukkan di mana Royalty berada atau siap-siap menghadapi konsekuensinya!"
Elan merasakan tekanan semakin meningkat. Dengan cepat, ia merenung dan berbicara dengan bijak, "Kalau begitu, izinkan kami membuktikan bahwa kami tidak tahu apa-apa. Beri kami kesempatan untuk membuktikan kebenaran."
Prajurit-prajurit tersebut saling pandang, memberikan kesempatan pada Evelyn dan Elan untuk membuktikan ketidakbersalahan mereka. Tanpa disadari, situasi semakin rumit, dan keduanya harus menemukan cara untuk keluar dari perangkap yang semakin mengencang.
****
Raja Aric Shadowcaster berdiri tegak dengan tangan di belakang punggungnya, dan sejak tadi berjalan mondar-mandir di depan kursi singgasananya, seolah sedang merenungkan sesuatu.
"Di mana anak bernama Royalty itu," gumamnya.
Kemudian Raja Aric mengambil sebuah peta di atas meja lalu memandang peta kerajaannya tersebut, mencoba memahami keberadaan Royalty. Di tengah kebingungan, seorang penasehat kerajaan mendekatinya.
"Yang Mulia, ada laporan bahwa dua anak muda yang dikejar prajurit di pasar mengaku tidak tahu apa-apa tentang Royalty. Mereka mungkin bukan ancaman," ucap penasehat dengan hati-hati.
Raja Aric menarik napas dalam-dalam. "Bawa mereka ke istana. Aku ingin berbicara langsung dengan mereka. Ada sesuatu yang aneh dalam semua ini."
Sementara itu, Evelyn dan Elan, yang masih dikelilingi oleh prajurit, diarahkan ke istana. Awalnya Evelyn dan Elan menolak keras dan berusaha kabur, tetapi karena desakan keempat prajurit yang semakin kuat, membuat Elan dan Evelyn terpaksa mengikuti kemauan keempat prajurit untuk membawa mereka ke istana.
Singkat cerita, Elan dan Evelyn sekarang sudah berdiri di hadapan Raja Aric Shadowcaster yang duduk di singgasananya.
"Kalian berdua, katakan kepadaku di mana keberadaan Royalty. Kehidupan kalian bisa bergantung pada jawaban kalian!" ujar Raja Aric dengan nada serius.
Evelyn dan Elan saling pandang, kemudian Elan menjelaskan dengan penuh kejujuran, "Ampun Yang Mulia, kami tidak tahu apa-apa tentang Royalty. Dan kami tidak mengetahui keberadaannya. Kami hanya pedagang biasa."
Raja Aric menatap mereka tajam, mencari tanda-tanda kebohongan. "Apakah kalian tidak berbohong?" tanya Raja Aric seraya sedikit memicingkan mata.
"Ampun Yang Mulia, kami benar-benar tidak berbohong," ucap Elan seraya menyatukan kedua tangannya di depan wajah, seolah meminta maaf.
Kemudian Raja Aric berkata, "Jika kalian benar-benar tidak berbohong dan tidak tahu di mana Royalty, maka sebagai gantinya, kalian harus membantu saya menemukannya. Kerajaan ini sangat membutuhkan Royalty, dan anak itu sangat penting bagi saya dan Kerajaan Eldoria."
Evelyn dan Elan saling pandang, menyadari bahwa nasib mereka kini terkait erat dengan pencarian Royalty. Tanpa ragu walaupun sedikit terpaksa, mereka bersedia membantu Raja Aric dalam mencari anak tersebut, berharap ini menjadi jalan keluar dari situasi yang semakin rumit dan berbahaya.
"Kami bersedia membantu menemukan Royalty, Yang Mulia," ucap Evelyn dan Elan bersamaan.
Hening beberapa saat...
"Tunggu!" Tiba-tiba Raja Aric mengingat seorang wanita yang memiliki hubungan dengan Royalty. "Aku mengingat Rosmala. Sepertinya wanita itu yang merawat Royalty selama ini. Cepat, kalian berempat datang ke rumah Rosmala dan temukan anak itu!"
"Kami siap Yang Mulia!" Keempat prajurit yang sejak tadi berdiri di belakang Evelyn serta Elan segera bergerak cepat keluar istana.
"Dan untuk kalian berdua, sementara tunggu di istana sampai keempat prajurit itu kembali membawa laporan," ucap Raja Aric bernada rendah tapi penuh tekanan.
****
Kini keempat prajurit sudah sampai di rumah Rosmala yang sederhana dan terkesan seperti gubuk. Semua penduduk pinggiran Eldoria segera bersembunyi di dalam rumah mereka masing-masing saat mengetahui keempat prajurit berkuda melewati jalan di perkampungan.
"Di mana Royalty! Hei, kau wanita rendahan, tunjukkan di mana Royalty. Anak itu yang selama ini kau rawat, bukan," ucap salah prajurit saat melihat Rosmala yang tengah duduk di kursi lapuk dengan keadaan tubuhnya yang tidak terawat. Rambutnya yang panjang terlihat sangat kusut dan kotor.
Saat Rosmala mendongak, keempat prajurit itu sempat terkejut karena mengetahui wajah Rosmala yang buruk rupa dan penuh noda hitam. Sepertinya Rosmala mengalami gangguan mental.
Tiba-tiba Rosmala berkata dengan tidak jelas, "Ahahah, di mana Roni. Di mana anakku. Ahahah, di mana anakku. Kalian menyembunyikan anakku ya? Ahaha, di mana Roni. Roni, di mana kamu, Nak?"
"Wanita gila!" bentak salah satu prajurit.
Keempat prajurit melihat satu sama lain dengan rasa tidak nyaman saat Rosmala terus tertawa gila. Mereka saling bertukar pandang, tidak yakin bagaimana menghadapi situasi ini. Kemudian mereka memutuskan untuk sedikit berdiskusi.
"Bagaimana wanita itu bisa kehilangan akal sehat?" tanya salah satu prajurit yang tampak kebingungan.
"Sepertinya dia kehilangan anaknya yang bernama Roni. Apakah anak itu yang dimaksud Raja Aric?" ujar prajurit 2 yang membawa pedang di belakang punggungnya.
"Bisa saja, tapi mengapa namanya Roni, bukankah Raja Aric menginginkan anak yang bernama Royalty," sahut prajurit 3 yang berdiri di sebelah prajurit 4.
Prajurit 4 yang tampaknya lebih berpengalaman, memberi saran, "Mungkin ada keterkaitan antara Roni dan Royalty. Kita perlu mencari tahu lebih lanjut. Tetap waspada, jangan biarkan gangguan mental Rosmala menghalangi kita."
Keempat prajurit itu kemudian mendekati Rosmala dengan hati-hati, mencoba mencari petunjuk atau informasi yang dapat membantu mereka memahami hubungan antara Roni dan Royalty. Sementara itu, di istana, Raja Aric menunggu dengan gelisah, merenungkan keberlanjutan pencarian yang semakin rumit ini.
****
Ceritanya semakin seru dan rumit, ikuti terus kisah Royalty ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Kroos ♥️ Modric
Roni, ahhh jadi sayang
2023-11-02
0