Seperti hari-hari sebelumnya, Roni memulai aktivitasnya, dimulai dari mandi pagi, sarapan, kemudian ia harus pergi ke pasar untuk menjual buah mangga hasil panen dari kebunnya. Sebelum ke pasar, Roni juga menjemput Evelyn dan Elan. Mereka bertiga selalu bersama saat akan pergi ke pasar. Sama-sama membantu orang tua untuk mendapatkan sepeser uang. Mereka juga tak banyak membantu selain harus berjualan di pasar. Cara satu-satunya supaya mereka tetap bisa makan.
Roni, Evelyn, dan Elan sekarang tengah berjalan bersama melewati jalan setapak. Mereka keluar dari perkampungan menuju ke wilayah rakyat menengah. Cukup memakan waktu lama, tapi mereka tetap sabar dan tidak mengeluh. Menjalani kehidupan yang keras sejak kecil membuat mereka tidak pernah mengenal kata menyerah. Sudah dididik sejak dini oleh orang tua mereka untuk selalu berjuang demi masa depan yang gemilang. Mereka harapan orang tuanya. Tidak mudah, tetapi mereka tetap berusaha untuk mewujudkan impian.
"Hari ini aku tidak membawa makanan untuk makan siang nanti saat di pasar," ucap Elan kepada Evelyn dan Roni.
"Lihat saja, Roni yang setiap hari tidak membawa makanan untuk makan siang saja, tidak pernah berbicara seperti itu." Evelyn mengejek Elan. Ia menatap Roni dan Elan secara bergantian.
Memang benar, Roni jarang sekali membawa makanan untuk makan siang. Ia sering membeli roti menggunakan dari sedikit uang hasil dagang. Atau jika terpaksa, Roni akan makan satu buah mangga untuk mengganjal perutnya walaupun tak sepenuhnya kenyang. Kadangkala Evelyn memberi makanan kepada Roni dari setengah makanannya. Dan Roni tetap bersyukur dengan keadaannya yang kekurangan.
"Ya, aku tahu. Tapi aku hanya memberi tahu kalian saja," balas Elan lalu mendengus.
"Sama saja. Kalau kamu ingin minta makanan, tinggal bicara saja. Tidak perlu setengah-setengah," ejek Evelyn. Lalu ia kembali bicara, "Kebetulan aku membawa banyak makanan. Nanti kita bisa makan bersama-sama."
"Apa benar?" tanya Elan tak mempercayai.
"Tidak benar. Aku hanya membawa makanan untuk Roni." Setelah itu Evelyn menutup mulutnya dan tertawa cekikikan.
Entah kenapa hari ini, Roni seperti tidak bersemangat. Ia tak menghiraukan Evelyn dan Elan yang terus bercengkrama.
"Pembohong. Kau pembohong!" Elan mendengus lalu memalingkan muka ke arah lain.
Evelyn tertawa melihat tingkah Elan yang menurutnya lucu. "Hahaha, hei... aku hanya bercanda. Lihat saja ini, aku membawa banyak makanan untuk kita bertiga. Kebetulan Ibuku mendapat banyak makanan dari saudaranya. Karena terlalu banyak, Ibuku meminta untuk membagikan makanan ini kepada kalian." Lalu Evelyn menunjukkan bungkusan daun pisang yang berisi, lima pisang rebus, empat kentang rebus, dan lima ubi jalar rebus. Makanannya memang serba direbus, tapi kenikmatannya tiada duanya.
"Woah apakah benar?" Elan langsung bersemangat dan senang.
Evelyn memasukkan bungkusan makanannya ke dalam tas rajutnya, lalu mengeluarkan kendi ukuran kecil yang berisi air putih. "Iya, dan satu lagi, aku juga membawa air putih. Nanti kalian tidak perlu membeli minum lagi."
"Wah kalau seperti ini, kita tidak akan mengeluarkan uang untuk membeli makanan dan minum, kan," ujar Elan sambil tersenyum.
"Iya benar, tapi aku tidak bisa selalu membawa banyak makanan," jawab Evelyn, raut wajahnya berubah murung.
"Tidak apa-apa Evelyn." Elan menepuk pundak Evelyn berkali-kali sambil tersenyum.
Evelyn hanya mengangguk. Kemudian perhatiannya teralihkan kepada Roni yang sejak tadi tidak ikut bercengkrama. Hanya diam dan berjalan sambil menunduk.
"Roni kenapa?" tanya Evelyn.
"Entahlah." Kemudian Elan mendekati Roni dan menepuk pundaknya berkali-kali. "Ada masalah kawan?"
Seketika Roni terkejut dan langsung menoleh ke belakang. Elan berdiri tepat di belakangnya. Roni memutar badannya dan sedikit menjauh dari Elan. Lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa tak bersemangat saja."
"Dari raut wajahmu, aku dapat menebak kalau kamu sedang mendapat masalah." Elan memerhatikan raut wajah Elan yang masam dan murung.
Roni menggeleng dengan cepat lalu menjawab, "Tidak, tidak, aku tak mendapat masalah. Sudah kubilang, aku hanya tak bersemangat."
"Kamu tidak bersemangat pasti ada penyebabnya. Tidak mungkin, tidak ada, kan?" Sahut Evelyn yang berpikir secara logika.
Seketika Roni terdiam dan tak menjawab pernyataan Evelyn. Entahlah, Roni hanya sedang memikirkan kejadian tadi pagi, di mana saat dirinya sedang mandi di kamar mandi, tiba-tiba air di dalam bak surut dan langsung menyerap ke dalam tubuhnya. Dengan sangat ajaib, seluruh tubuhnya menjadi basah. Seolah-olah tubuhnya dapat menyerap air di dalam bak. Hal tersebut sangat di luar nalar pemikiran manusia normal. Roni pun tak bisa berkata-kata mengetahui secara langsung, kemampuannya yang ajaib tersebut.
Apakah ada hubungannya dengan mimpi yang dialaminya dua hari yang lalu? Roni bermimpi terbangun di tengah hutan dan di dekat sungai. Lalu secara ajaib, ia bisa mengendalikan air di dalam mimpinya, seakan mimpi itu bukan seperti mimpi tapi seperti benar-benar mengalaminya secara sadar. Hal tersebut membuat Roni selalu terpikirkan sampai sekarang. Siapa sebenarnya dirinya? Kenapa tiba-tiba mempunyai kemampuan sihir yang luar biasa? Pertanyaan-pertanyaan itu masih mengganjal di otaknya dan Roni sulit menemukan jawabannya. Hanya waktu yang dapat menjawabnya. Roni akan mencari tahu sendiri tentang kemampuannya dan jati dirinya yang sebenarnya.
Waktu terus berlalu dan matahari semakin naik ke permukaan. Kini Roni, Evelyn, dan Elan sudah tiba di pasar yang cukup ramai dikunjungi banyak pembeli. Banyak penjual yang menawarkan dagangan masing-masing dengan berbagai cara supaya menarik perhatian. Salah satunya adalah seorang pria paruh baya yang menjual pakaian jubah. Dengan cakap, lihai, dan kreatif pria itu dapat menarik perhatian orang-orang, sehingga banyak pula yang membeli pakaiannya. Namanya adalah Roslan, sering dipanggil Tuan Roslan oleh pelanggannya. Termasuk Roni, Evelyn, dan Elan yang sudah mengenal dekat Tuan Roslan.
"Bagaimana kabarnya hari ini, Evelyn?" tanya Tuan Roslan kepada Evelyn yang mendatangi lapaknya.
"Syukurlah, Saya selalu baik Tuan Roslan." Evelyn tersenyum tipis.
"Jika Nak Evelyn begitu, saya juga begitu, hahaha," balas Tuan Roslan dengan candaan.
"Iya, Tuan Roslan selalu sehat setiap hari." Evelyn membalas dengan bercanda pula.
"Tidak selalu begitu, Nak. Kadangkala saya juga merasa tidak baik-baik saja. Apa Nak Evelyn ke sini ingin membeli pakaian?" tanya Roslan.
Evelyn menjawab, "Tidak Tuan. Saya hanya ingin melihat-lihat saja. Jika ada pakaian yang cocok dengan saya, besok saya akan membelinya."
Roslan mengangguk, lalu ia bertanya, "Di mana Elan dan Roni?"
Evelyn mengalihkan tatapannya kepada Tuan Roslan. Kemudian ia menunjuk Roni dan Elan yang sedang berjualan di dekat pohon rindang. Di sana banyak dilewati orang-orang. Roni dan Elan memang memilih tempat yang strategis untuk menjual buah-buahan mereka.
"Oh, dua anak muda itu selalu saja bersama-sama. Mereka tidak pernah berdagang di tempat yang berbeda," ucap Roslan sambil sedikit melongok dari lapaknya, memerhatikan Elan dan Roni yang sedang bercengkrama.
"Mereka memang akrab sejak kecil, Tuan, termasuk saya," jawab Evelyn.
"Iya, persahabatan kalian luar biasa, semoga tetap terjalin sampai kalian menua bersama." Roslan tersenyum tipis. Ia jadi teringat dengan masa-masa remajanya dulu.
"Amin." Evelyn mengangguk dan tersenyum.
Sementara itu di tempat Elan dan Roni berdagang, ada seorang wanita dan seorang anak kecil laki-laki mendatangi mereka berdua. Sepertinya wanita itu ingin membelikan anaknya buah. Terlihat anak laki-laki di sebelah wanita itu merengek-rengek sambil menunjuk buah pisang dagangan Elan. Jika diamati dari jubah wanita dan anak itu yang bersih dan rapi dengan warna yang terlihat mencolok, sepertinya bukan dari kalangan rakyat menengah, tapi kalangan bangsawan.
"Aku mau pisang, Bunda," ucap anak laki-laki itu seraya menarik-narik tangan ibunya.
"Iya Nak, Bunda belikan. Jangan tarik-tarik tangan Bunda, sakit," ucap wanita itu seraya melepas tangan anaknya dengan lembut.
"Iya Bunda." Anak itu menurut.
Kemudian wanita itu menggandeng anaknya, berjalan mendekati Elan. Elan dengan sigap segera bersikap ramah dan lembut. Roni yang duduk sedikit berjauhan dengan Elan hanya bisa memerhatikan.
"Ingin membeli buah apa, Nyonya?" tanya Elan sangat ramah.
"Anak saya ingin pisang. Tolong, ambilkan satu cengkeh saja," ucap wanita dengan ekspresi wajah ketus. Kebanyakan para bangsawan memang kurang ramah dengan rakyat jelata.
"Iya, Nyonya. Saya ambilkan." Elan pun mengambil satu cengkeh buah pisang.
Sementara itu, anak laki-laki yang berdiri samping ibunya itu sejak tadi memerhatikan wajah Roni. Roni pun ikut menatap wajah anak laki-laki itu. Ada perasaan gemas di hati Roni karena ekspresi anak itu seperti sedang mengejeknya. Sesekali anak itu juga menjulurkan lidahnya. Memang begitulah anak kecil, sikapnya masih nakal dan banyak tingkah. Roni memaklumi hal tersebut. Ia kemudian tidak lagi memerhatikan anak laki-laki itu dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Malas juga berurusan dengan anak kecil. Kalau Roni membalasnya yang ada anak itu malah menangis. Sudah pasti Roni yang disalahkan.
"Bunda, aku gak suka sama orang itu. Orang itu jelek." Anak itu mengolok-olok Roni secara terang-terangan, membuat ibunya dan Elan langsung menoleh ke arah Roni. Elan pun tertawa kecil. Sedangkan ibu dari anak itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Diam, Nak. Jangan bicara seperti itu." Wanita itu menegur anaknya supaya bisa berperilaku sopan, meskipun yang diolok-olok anaknya adalah anak rakyat jelata.
Tiba-tiba anak itu mendatangi Roni dengan ekspresi wajah ketus. Anak itu membawa kendi berisi air minum. Roni sedikit panik, tidak tahu apa yang dilakukan anak itu kepadanya.
"Kamu jelek!" Anak itu membuka tutup kendinya, lalu tanpa aba-aba ia langsung melemparkan air dari dalam kendi ke arah Roni. Sontak Roni terkejut dan segera mengangkat kedua tangannya untuk melindungi wajahnya dari cipratan air. Tanpa disadari, telapak tangan Roni mengeluarkan cahaya biru dan seketika cipratan air dari anak tadi mengapung di udara sehingga tidak mengenai tubuh Roni. Sontak hal itu disaksikan banyak orang, semuanya tercengang mengetahui ada seorang anak rakyat jelata yang mempunyai kemampuan sihir. Semua orang yang melihatnya secara langsung sampai tak bisa berkata-kata dibuatnya.
Perlahan-lahan Roni membuka matanya. "Hah!" Sangat terkejut, ia cepat-cepat menurunkan tangannya ke bawah. Air yang mengapung di udara ikut turun ke bawah dengan keras hingga terciprat mengenai pakaian mahal anak laki-laki itu.
"BUNDAA!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
ς
Iya papahh/Doge/
2023-11-05
2
Coba dari dulu
2023-11-03
1
Kroos ♥️ Modric
wih auto heboh tuh, rakyat jelata yang bisa menguasai sihir
2023-11-01
0