Muridku Nahkodaku...
Tahnia merupakan seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Ia mengambil jurusan teknik Elektro karena waktu di SMP ia pernah praktek membuat lampu plip plop sederhana, namun hasil praktiknya meledak karena disambungkan ke aliran listrik AC, dan ketika SMA ia juga senang dengan ekstrakulikuler elektro.
Jumlah mahasiswa angkatan 1996 ini terdiri dari 60 orang, 14 mahasiswi dan sisanya mahasiswa. Jarak kampus ke kampung halamannya sekitar 27 KM, sehingga tidak memungkinkan untuk pulang pergi kuliah, karena untuk mendapatkan bis ia harus berjalan sekitar 800 meter, baru perjalanan bis sekitar 2 jam. Dengan dorongan dan izin dari kedua orang tuanya Tahnia mengontrak sebuah kamar ukuran 2.5 x 25 meter persegi. Untuk meringankan beban kedua orang tuanya sebagai wiraswasta, ia mengajak teman SMA yang sama diterima di perguruan tinggi tersebut untuk mengontrak dikamar yang sama. Teman satu kontrakannya adalah Linda.
Tahnia diterima diperguruan tinggi negeri tanpa mengikuti bimbel atau les. Ia hanya mengandalkan kemampuannya hasil bimbingan dan arahan guru-guru hebat disekolahnya serta hasil belajar mandiri dari buku panduan ataupun soal-soal UMPTN tahun-tahun sebelumnya.
Sebelum mengikuti UMPTN, ia mengikuti PMDK ke perguruan tinggi yang ada di Bogor jurusan kedokteran hewan namun hanya satu orang yang diterima, yaitu sahabatnya Yesi yang selalu menjadi juara umum. Tahnia mendapatkan rangking di setiap semesternya meski tidak rangking satu, pernah satu kali rangking pertama.
Ketika hari pertama kuliah, dengan penuh suka cita Tahnia masuk ruangan kuliah, dan matanya tak henti-hentinya mengamati setiap sudut ruangan karena bahagianya, dan iapun mengucap hamdalah sembari fikirannya terbersit kata-kata "ini semua karena kuasa Alloh", aku tak menyangka dapat meneruskan studi ku di perguruan tinggi, meski jurusan yang diambil sebetulnya adalah pilihan ketiga dari cita-citanya.
Tahnia memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dokter agar ia dapat memeriksa ibunya yang sering kali sakit. Namun karena mempertimbangkan kemampuan otaknya dan kondisi ekonomi keluarganya ia memilih untuk menjadi guru, dengan memilih pilihan pertama jurusan kimia dan pilihan kedua teknik elektro. Waktu di SMA Tahnia memiliki guru favorit yang sholeh, baik, cantik dan akrab dengan muridnya sehingga pembelajaran kimia sangat menyenangkan, makanya ia ingin menjadi guru kimia.
Tahnia duduk dengan teman yang baru dikenalnya sekitar dua minggu, namun seolah telah kenal lama, karena temannya itu begitu dewasa, mengayomi, cerdas, smart, humoris, selalu tersenyum dan baik.
Mata kuliah wajib yang dikontrak pada semester satu yaitu Pendidikan Agama Islam. Pada matkul ini setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti kegiatan Tutorial setiap hati minggu di mesjid Al-Furqon. Salah satu bahasan pada kegiatan tutorial itu diantaranya membahas tentang masalah pacaran.
Tahnia terkejut ketika mengetahui bahwa dalam islam tidak ada pacaran, karena dapat menggiring manusia keperbuatan zina. Bahasanya seperti ini sering menjadi bahan diskusi termasuk pada kegiatan keputtian yang diselenggarakan oleh himpunan.
Sehingga dari kegiatan keagamaan Tahnia baru faham bagaimana sebenarnya aurat seorang perempuan itu dan tentang hukum pacaran.
Tahnia sangat memiliki cita-cita ingin menjadi anak sholehah agar dapat bersama dengan Abah dan uminya kelak di surghanya Alloh. Ia bertekad ingin melaksanakan perintah Alloh, tidak ingin menjadi orang yang celaka.
Tahnia bertekad untuk mengambil keputusan dengan membuat surat untuk pacarnya teman sekolah sepupunya, yang dikenalkan beberapa bulan sebelumnya. Dalam surat itu ia menuliskan hukum pacaran dan kalimat "jika Alloh menakdirkan kita berjodoh maka in syaa Alloh akan bersatu". Dan sejak itu Tahnia bertekad fokus untuk kuliah, jika ada yang memiliki niat untuk menjalin hubungan serius ia akan memohon kepada Alloh untuk ditunjukan baik atau tidaknya dengan melaksanakan sholat istikhoroh. Tahnia berprinsip bahwa petunjuk Alloh yang terbaik untuknya dunia maupun akhirat, dia tidak ingin celaka akibat keegoannya sendiri.
Semester satupun pun berlalu, dan waktu Ujian Akhir Semester (UAS) pun tiba. Mahasiswa pada sibuk mempersiapkan UAS. Kaka angkatan ada yang memberikan soal-soal UAS sebelumnya untuk dipelajari dan ngasih tau bahwa soalnya biasanya tidak jauh berbeda, mahasiswa saling berdiskusi mencari jawaban dari soal-soal yang dimilikinya.
Suatu hari Tahnia tidur dan dalam mimpinya, ia sedang berada di kampus dan dosen fisika meminjam buku catatannya untuk membuat soal. ketika bangun Tahnia bergumam "Semoga semua ujiannya lancar" karena ia ingin membuat kedua orang tuanya bahagia terhadap prestasinya sebagai anak yang pertama melanjutkan studinya sampai ke Perguruan Tinggi Negeri.
Hari ini adalah jadwal UAS Fisika. Tahnia masuk ruangan dan ternyata sudah banyak teman-temannya didalam kelas, karena ketika ujian mahasiswa datang lebih awal untuk memilih tempat duduk yang dianggapnga paling nyaman, sesuai dengan istilah para pelajar, "Posisi duduk menetukan IPK".
Dosen beserta asiatennya masuk ruangan, soal dan lembar jawabnya dibagikan. ketika SMA Tahnia terbiasa mengerjakan soal-soal Fisika karena ia masuk jurusan Fisika kelas satu-satunya di sekolahnya. Sehingga ketika melihat soal, dengan semangatnya ia menuliskan jawabannya dengan lancar. hampir seluruh soal ia jawab. Ketika itu ada kaka kelasnya yang keluar kelas. Fikir Tahnia wah hebat sudah selesai padahal waktu UAS masih lama. Ia pun melanjutkan menjawab soal sampai akhirnya, selesai dijawab meski ada satu soal yang ia merasa bimbang menjawabnya, tidak yakin 100% benar.
Melihat Tahnia yang seolah telah selesai mengisi, teman di sampingnya bertanya jawaban soal UAS. Tahni melihat ke arah pengawas, dia takut jika menjawab, dikatakan bekerjasama atau menyontek sehingga nilainya tidak sesuai yang diharapkan. Ia berusaha memberi jawaban kepada temannya yang bertanya. Beberapa saat kemudian temannya bertanya lagi, Tahnia berada diantara dua pilihan, apakah diberi lagi jawaban atau bagaimana? Namun apabila ia memberikan jawaban lagi takut ketahuan, karena pak dosen baru saja mengingatkan agarsvelurih mahasiswa mengerjakan dengan tertib dan kerjasama.
Karena takut, dengan pasti Tahnia membawa soal dan jawabannya ke meja pengawas. Dosen pengawas pun langsung melihat jawaban UAS Tahnia. Kemudian Tahnia izin meninggalkan ruangan ujian. Ketika keluar kelas Kaka kelas yang ada diliar kelas bertanya, "sudah selesai? " Tahnia dengan senyum menjawab "Alhamdulillah sudah", Kaka kelas pun berkata " Weis hebat jadi yang pertama mengumpulkan". "Bukan bukan yang pertama karena tadi ada kaka kelas yang mengulang lebih dulu mengumpulkan". " Yang tadi keluarmah yang ke belakang dulu, ke air bukan selesai ujian", sahut kaka kelas menimpali. Tahnia hanya menjawab "Ooo dikira sudah selesai, tau gitu saya ga ngumpulin dulu. "
Pekan UAS sudah dilalui, dua minggu pun berlalu. Para dosen sudah mulai menempel hasil Ujian di papan pengumuman, karena waktu itu penggunaan sosmed baru email dan itupun masih sangat jarang digunakan.
Tahnia melihat hasil UASnya, alhamdulillah nilai Matematika Fisika dan beberapa matkul rata-rata A. Ia mengucap hamdalah karena nilai-nilai nya sangat memuaskan.
Beberapa bulan berselang, Tahnia dan beberapa temannya mendapatkan panggilan dari prodi untuk ke bagian Tata usaha teknik informatika. Ternyata ia dipanggil karena mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).
"IPKnya harus naik terus ya agar bisa diajukan lagi di semester berikutnya", sahut Ibu Ika. "Baik Ibu terimakasih", sahut Tahnia dan teman-temannya.
Dari beasiswa PPA Tahnia mendapatkan bantuan uang kuliah sebesar Rp. 360.000 untuk enam bulan. Waktu itu biaya kuliah persemesternya Rp. 275.000,-. Tahnia bersyukur mendapatkan beasiswa itu karena ia memiliki uang untuk membeli keperluan kuliah, Seperti foto copy, buku paket atau modul, tas, baju, sepatu dan lainnya yang itu jarang didapat dari ortunya. Karena dari ortunya Tahnia mendapatkan bekal Rp. 15.000,- setiap dua pekan. Uang itu harus bisa mencukupi semua keperluan keseharian selama dua minggu, mulai dari biaya makan dan lainnya.
Makanya Tahnia menyesuaikan kehidupannya dengan uang yang diberikan orang tuanya. Tahnia sering kali membuat rangkuman modul kuliah, selain sambil belajar, hal itu juga disebabkan karena proses pengiritan, mengurangi biaya kuliah. Karena itu selama mendapatkan beasiswa PPA 6 semester Tahnia tidak pernah menceritakan kepada kedua orang tuanya bahwa ia mendapatkan beasiswa. Tahnia takut jika orang tuanya tahu, ia tidak diberi jatah uang kuliah lagi.
setelah beasiswa PPA dialihkan ke adik angkatannya, Tahnia mengajukan beasiswa kerja, dengan besaran yang sama. Alhamdulillah ia mendapatkan beasiswa kerja dan diantara waktu kuliah ia harus ke lab elektronika untuk membantu merapikan lab. kadang waktu itu digunakan juga untuk praktik tambahan jika komponan atau barang yang harus dirapihkan sudah rapi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Imas Rahayu
mantaps
2023-10-29
0