Waktu terus berlalu, tak terasa kuliah Tahnia sudah masuk semester sembilan. Pada semester ini ada kuliah PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) yaitu praktik mengajar. Tahnia mendapatkn tugas PPL di Salah satu SMK Negeri di sekitar Gede Bage, membantu guru produktif di SMK itu. Ia memiliki patner teman kuliahnya bernama Senja. Selama tiga bulan Tahnia dan temannya praktik menjadi seorang pendidik dengan membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melakukan evaluasi, serta perbaikan dan pengayaan. Ketika praktik ini Tahnia mendapatkan honor pengawasan kegiatan ulangan umum yang jumlahnya sekitar 800 rupiah cukup untuk membeli mie bakso 2 atau 3 mangkuk. Tahnia merasa bahagia dapat uang itu karena ia tidak menyangka akan mendapatkan honor. Meski ketika kuliah dia bersama sahabat satu kontrakan suka menyediakan makanan untuk teman-temannya sehingga ia mendapatkan uang tambahan dari hasil keuntungan yang dibagi dua. Tahnia juga suka membawa oleh-oleh dari kampung halamannya sesuai pesanan temannya. Ia memiliki bakat untuk berusaha meski tidak dengan sengaja mengiklankannya, hanya memfasilitasi yang perlu saja.
Pada saat itu entah kenapa Tahnia memiliki keinginan untuk membelikan barang untuk ayah dan ibunya. Namun apa daya keperluan untuk PPL dan ujiannya memerlukan banyak biaya, untuk membeli bahan dan alat, mencetak dokumen dls.
Ia tidak berani banyak menuntut kepada kedua orang tuanya karena tidak ingin banyak membebani orang tuanya.
Masa PPL hampir selesai sekarang giliran Tahnia mempersiapkan ujiannya. Hingga tibalah waktunya Tahnia ujian melaksanakan pembelajaran yang dihadiri oleh dosen pembimbing, guru pamong dan wakasek kurikulum.
Karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, suatu hari Tahnia hendak pulang ke rumahnya. Dia menuju Terminal Ciroyom dan seperti biasa naik Bis Madona. Kantuk teras meliputinya, Hingga ia tertidur. ditengah perjalanan ia bangun dan merasa tubuhnya semakin menggigil. Setelah turun dari Bis Tahnia menaiki ojeg untuk sampai ke rumahnya. Tahnia tidak menceritakan bahwa tubuhnya sedang sakit kepada orang tuanya karena takut membuat mereka khawatir. Setelah bersih-bersih, Tahnia tertidur dikamarnya dengan pintu yang tidak terkunci. Orang tua Tahnia pada masuk kekamar ketika mendengar Tahnia yang meracau karena panas badannya yang sangat tinggi. Umi segera mengambil kain lap dan air angat, dikompresnya Tahnia.
Keesokan harinya Tahnia diajak ke dokter sepulang Abah Haji bekerja. Tahnia diberi beberapa macam obat. Dalam perjalanan pulang Bah Haji bertanya ingin membeli makanan apa?
"Es campur saja" kata Tahnia karena ia merasa tak selera untuk makan. Kemudian Bah Haji berhenti di tempat biasa dan membeli es campur dan mie bakso.
Sesampai dirumah Tahnia makan es campur, minum obat dan tertidur. Namun dengan tanpa sadar, Tahnia terbangin dari tidurnya dan memuntahkan semua yang sudah dimakannya.
Abah Haji dan Uni sangat khawatir akan kondisi Tahnia.
Beberapa hati berselang, Tahnia sudah kembali Fit. Tahnia mendapatkan ajakan untuk mengikuti pesantren kilat yang kegiatannya tidak jauh dari rumahnya. Kemudian ia pun meminta izin kepada orang tuanya untuk mengikuti kegiatan tersebut dan orang tuanya mengizinkannya dengan syarat jaga kondisi tubuhnya jangan sampai sakit kembali.
Hari minggu tanggal 25 Maret 2001, setelah subuh Tahnia mulai beberes sebelum ia siap-siap berangkat ke kwgiatan pesantren kilat. Seperti biasa sekitar pukul 05.30an Abah Haji pulang dari mesjid kemudian ke air sekaligus berwudhu lagi dan siap-siap untuk berangkat kerja. Untaian do'a Beliau lantunkan ketika keluar rumah. Setelah Abah Haji melangkahkan kaki, Tahnia melihat kepergian Beliau dari dalam rumah, hingga punggung Abah Haji tidak kelihatan karena terhalang tembok rumah Mama Haji Safari.
Abah Haji sangat bersemangat untuk pergi hati ini, karena Beliau menerima tawaran membawa rombongan pegawai GAJ ke Sukabumi. Abah Haji bilang "Bisa sekalian silaturahim ke pesantren" ungkapnya. Karena puluhan tahun belum sempat sempat bersilaturahmi ke tempat yang sudah menanamkan ilmu agama kepadanya, sehingga Beliau menjadi anak kebanggaan di keluarganya karena kesabaran, kebaikan dannkesholehannya.
Sekitar pukul 07.00 WIB Tahnia pun pamit kepada Umi yang sedang sibuk membersihkan lantai keramik yang baru dipasang di teras. Sesampai di pesantren Tahnia langsung registrasi dan mengikuti kegiatan dengan konsentrasi. Setelah sholat ashar dan Tahnia sedang konsen mengikuti kajian, tiba-tiba panitia memanggil Tahnia. Tahnia merasa heran kenapa ia dipanggil. Panitia menyampaikan bahwa barusan ada telpon dari Tante Tahnia yang menyuruh Tahnia untuk pulang.
"Teh barusan ada telpon dari Bu Imas, katanya Tante Teteh, pesan Beliau agar Teteh pulang".
Tahnia merasa heran kenapa tantenya nelpon dan menyuruh untuk pulang, karena Tahnia lagi asyik mengikuti kajian. Kemudian panitia bertanya lagi, " Apa waktu berangkat dirumah ada suatu kejadian? "
"Tidak ada jawab Tahnia", dalam fikirnya tadi pagi umi lagi beres-beres, apa mungkin terjadi sesuatu pada umi?
Beberapa saat kemudian datang panitia lain yang menyampaikan bahwa ada keluarga Tahnia yang menjemput untuk segera pulang.
Tahnia semakin heran dan deg-degan, sebetulnya ada apa sampai dijemput? Namun ia tetap berusaha tenang. Tahnia dijemput dengan sebuah mobil, yang dikendarai oleh sepupu Umi. Dalam mobil itu ada dua teman adki Tahnia.
Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Tahnia bertanya kepada Toni, "Ton ada apa sampai saya dijemput segala?" Toni hanya menjawab "tidak ada apa-apa".
Mang Nasep sepupu umi mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan Tahnia sedang apa di pesantren itu dan pertanyaan lainnya, sampai akhirnya mobil pun berhenti di halaman rumah Mama Haji Safari.
Tahnia turun dari mobil, dengan arahan dari Mang Nasep, Tahnia masuk ke garasi lalu ke pintu yang langsung ke dapur. Diluar banyak sekali sandal. Tahniah mulai berfikir ada apa ini apakah ada yang terjadi dengan Ma Haji dan Mama Haji?
Setelah pintu terbuka, semua orang didalam menuju kearah Tahnia dengan penuh tatapan yang... Kemudian aku diarahakn untuk masuk ke ruang mushola, dan mereka bilang, "ayo ke Mamah". Deg fikiran Tahnia diselimuti dengan berbagai hal yang sangat ditakutinya dan kesedihan mulai melanda meski ia tidak tahu apa yang terjadi.
Dan ketika masuk ke mushola Umi langsung berteriak " Neng, Abah sudah tidak ada.... ", " Abah Haji meninggal karena tabrakan... "
Tahnia spontan langsung memeluk umi...
Air mata Tahnia langsung mengalir dan mulutnya langsung berucap "Innalillahi Wainnailaihi rooji'un... "
"Gimana kehidupan kita selanjutnya? " Teriak umi lagi dibarengi dengan tangisannya...
Sambil menangis Tahnia menjawab "Ada Alloh umi yang akan menjaga kita, kita harus menerimakan itu semuanya".
Meski seolah kehidupan menjadi terasa gelap, bak disambar petur, namun Tahnia harus kuat, dan harus bisa menenangkan uminya yang sangat-sangat kehilangan pendamping hidupnya, yang selama puluhan tahun selalu disampingnya, dan tak pernah membuat umi menderita. Abah hajis elalu membantu umi jika umi kerepotan pas ada yang bekerja disawah. Umi hanya memasak saja, yang mengantar itu ini Abah Haji. Tak heran jika umi belum bisa menerima kepergian Abah Haji sampai maghrib tibapun umi masih menangis dan sesekali beristighfar.
Karena sudah waktunya sholat aku pulang ke rumah yang letaknya dibelakang rumah Mama Haji. Adik dan kaka-kakaku sudah menyiapkan semuanya, karpet sudah digelar. Tahnia segera ambil wudhu dan melaksankan sholat maghrib yang diiringi hujan air mata yang yak terbendung. Untuk menenangkan hatiku, segera ku ambil mushaf kecilku dan kubaca kalimat-kalimat ilahi robbi sampai waktu sholat isya menjelang...
Setelah sholat isya aku bertanya kepada kakaku sebetulnya apa yang terjadi? Kakaku menceritakan kronologis kejadiannya, bahwa mobil elf yang dikendalikan Bah Haji tertabrak bis Bandung Sukabumi sampai terseret 15 meter. Stang mobil kemungkina mengenai badan Bah Haji sehingga Bah Haji tewas ditempat. Korban kecelakaan itu ada beberapa dua penumpang lainnya meninggal dan yang lainnya luka-luka. semua korban dibawa ke RSHS.
Sekitar pukul 21 WIB terdengar bunyi ambulan, dan jenazah almarhum Bah Haji pun tiba, semua orang satu kampung datang melihat, rumah semakin penuh oleh para peziarah. Ibu Abah Haji Ma Haji Saadah menangis tersedu disamping jenazah "Haji meni teu nyangka mendahului ema..." ucap Ma Haji Saadah sambil menagis. Ma Haji Saadah menangisi puta sulungnya yang sangat diandalkannya yang sangat disayanginya karena sisulung yang paling sholeh dan baik diantara semuanya.
Kemudian paman Abah Haji menganjurkan agar kain kapannya diganti dengan yang baru sekaligus mengecek takutnya ada darah pada kain kapan. Kain kapanpun dibuka dan Tahnia lihat wajah Abah Haji yang tenang dan senyum, aku lihat tidak ada luka sedikitpun. "Abah hapunteun eneng..." Hanya kata itu yang terucap dari bibir Tahnia yang tak sanggup lagi menahan rasa sedih, dan tangis... Penggantian kain kapanpun sudah selesai, keluarga sepakat untuk pemakaman akan dilakukan besok hari.
Tahnia masuk kamarnya dia tidak Tahnia tak tahan menahan tangis. Namun ia sadar harus terlihat tegar, apalagi didepan adiknya yang baru selesai ujian nasional di SMA yang sama dengan Tahnia. Semalaman rumah rame dengan lantuna doa tahlil menemani jenazah.
Malampun berlalu, Jenazah almarhum Bah Haji sudah dibawa ke mesjid keluarga didepan rumah. Alhamdulillah mesjid penuh dengan orang-orang yang ikut mensholatkan almarhum. Setelah selesai disholetkan di mesjid Al-Zihad, jenazah kemudian dibawa ke mesjid Al-Falah mesjid yang biasa digunakan oleh almarhum untuk menjadi khotib juga ketika hari Jum'at. Di mesjid inipun dipenuhi saudara dan kerabat yang mensholati almarhum. Kemudian jenzaha dibawa ke makam keluarga almarhum Bapak Haji Hidayat.
Suasana kampung terasa bersedih, karena orang yang selalu ramah dengan orang lain telah dipanggil oleh yang memilikinya secara tiba-tiba.
Mulai dari anak2 yang belum sekolah, anak2 yang SD, SMP, SMA sampai yang sudah tidak sekolah dekat dengan almarhum. Karena ketika mengajarkan mengaji Beliau suka membawa permen untuk anak-anak, vatau apapun yang ada dirumah. Sampai suatu ketika tetangga pada bilang "Tidak enak makan juga" karena rasa sedih masih melingkupi.
Meski sudah berhari-hari ketiadaannya, para pelayat masih ada saja yang datang, karena baru mengetahui musibah yang terjadi. Banyak para ustad yang datang.
Sampai suatu ketika datang para preman terminal Ciranjang Cianjur yang melayad. Mereka berkata "Bapak Haji mah setiap pukul 9 pasti minjam kunci mushola untuk sholat dhuha. Jika waktu sholat sudah datang, Beliaumah sholat dulu, ga peduli penumpang pada pergi juga, atau memeprsilahakn penumpang untuk pindah mobil jika terlalu lama menunggu, baik sekali Bapak Hajimah, Sholeh".
Umi hanya menangis mendengar itu semuanya, dan semakin hari umi semakin bersedih karena umi bingung dengan kehidupannya kedepannya. Umi seorang ibu rumah tangga belum kepikiran dari mana bisa menutupi seluruh kebutuhan keluarga apalagi ada yang kuliah. Meski mendapatkan uang santunan dari Jasa Raharja sebesar 4.500.000, namun berselang waktu semua itu tidak bersisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments