Tahnia merupakan seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Ia mengambil jurusan teknik Elektro karena waktu di SMP ia pernah praktek membuat lampu plip plop sederhana, namun hasil praktiknya meledak karena disambungkan ke aliran listrik AC, dan ketika SMA ia juga senang dengan ekstrakulikuler elektro.
Jumlah mahasiswa angkatan 1996 ini terdiri dari 60 orang, 14 mahasiswi dan sisanya mahasiswa. Jarak kampus ke kampung halamannya sekitar 27 KM, sehingga tidak memungkinkan untuk pulang pergi kuliah, karena untuk mendapatkan bis ia harus berjalan sekitar 800 meter, baru perjalanan bis sekitar 2 jam. Dengan dorongan dan izin dari kedua orang tuanya Tahnia mengontrak sebuah kamar ukuran 2.5 x 25 meter persegi. Untuk meringankan beban kedua orang tuanya sebagai wiraswasta, ia mengajak teman SMA yang sama diterima di perguruan tinggi tersebut untuk mengontrak dikamar yang sama. Teman satu kontrakannya adalah Linda.
Tahnia diterima diperguruan tinggi negeri tanpa mengikuti bimbel atau les. Ia hanya mengandalkan kemampuannya hasil bimbingan dan arahan guru-guru hebat disekolahnya serta hasil belajar mandiri dari buku panduan ataupun soal-soal UMPTN tahun-tahun sebelumnya.
Sebelum mengikuti UMPTN, ia mengikuti PMDK ke perguruan tinggi yang ada di Bogor jurusan kedokteran hewan namun hanya satu orang yang diterima, yaitu sahabatnya Yesi yang selalu menjadi juara umum. Tahnia mendapatkan rangking di setiap semesternya meski tidak rangking satu, pernah satu kali rangking pertama.
Ketika hari pertama kuliah, dengan penuh suka cita Tahnia masuk ruangan kuliah, dan matanya tak henti-hentinya mengamati setiap sudut ruangan karena bahagianya, dan iapun mengucap hamdalah sembari fikirannya terbersit kata-kata "ini semua karena kuasa Alloh", aku tak menyangka dapat meneruskan studi ku di perguruan tinggi, meski jurusan yang diambil sebetulnya adalah pilihan ketiga dari cita-citanya.
Tahnia memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dokter agar ia dapat memeriksa ibunya yang sering kali sakit. Namun karena mempertimbangkan kemampuan otaknya dan kondisi ekonomi keluarganya ia memilih untuk menjadi guru, dengan memilih pilihan pertama jurusan kimia dan pilihan kedua teknik elektro. Waktu di SMA Tahnia memiliki guru favorit yang sholeh, baik, cantik dan akrab dengan muridnya sehingga pembelajaran kimia sangat menyenangkan, makanya ia ingin menjadi guru kimia.
Tahnia duduk dengan teman yang baru dikenalnya sekitar dua minggu, namun seolah telah kenal lama, karena temannya itu begitu dewasa, mengayomi, cerdas, smart, humoris, selalu tersenyum dan baik.
Mata kuliah wajib yang dikontrak pada semester satu yaitu Pendidikan Agama Islam. Pada matkul ini setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti kegiatan Tutorial setiap hati minggu di mesjid Al-Furqon. Salah satu bahasan pada kegiatan tutorial itu diantaranya membahas tentang masalah pacaran.
Tahnia terkejut ketika mengetahui bahwa dalam islam tidak ada pacaran, karena dapat menggiring manusia keperbuatan zina. Bahasanya seperti ini sering menjadi bahan diskusi termasuk pada kegiatan keputtian yang diselenggarakan oleh himpunan.
Sehingga dari kegiatan keagamaan Tahnia baru faham bagaimana sebenarnya aurat seorang perempuan itu dan tentang hukum pacaran.
Tahnia sangat memiliki cita-cita ingin menjadi anak sholehah agar dapat bersama dengan Abah dan uminya kelak di surghanya Alloh. Ia bertekad ingin melaksanakan perintah Alloh, tidak ingin menjadi orang yang celaka.
Tahnia bertekad untuk mengambil keputusan dengan membuat surat untuk pacarnya teman sekolah sepupunya, yang dikenalkan beberapa bulan sebelumnya. Dalam surat itu ia menuliskan hukum pacaran dan kalimat "jika Alloh menakdirkan kita berjodoh maka in syaa Alloh akan bersatu". Dan sejak itu Tahnia bertekad fokus untuk kuliah, jika ada yang memiliki niat untuk menjalin hubungan serius ia akan memohon kepada Alloh untuk ditunjukan baik atau tidaknya dengan melaksanakan sholat istikhoroh. Tahnia berprinsip bahwa petunjuk Alloh yang terbaik untuknya dunia maupun akhirat, dia tidak ingin celaka akibat keegoannya sendiri.
Semester satupun pun berlalu, dan waktu Ujian Akhir Semester (UAS) pun tiba. Mahasiswa pada sibuk mempersiapkan UAS. Kaka angkatan ada yang memberikan soal-soal UAS sebelumnya untuk dipelajari dan ngasih tau bahwa soalnya biasanya tidak jauh berbeda, mahasiswa saling berdiskusi mencari jawaban dari soal-soal yang dimilikinya.
Suatu hari Tahnia tidur dan dalam mimpinya, ia sedang berada di kampus dan dosen fisika meminjam buku catatannya untuk membuat soal. ketika bangun Tahnia bergumam "Semoga semua ujiannya lancar" karena ia ingin membuat kedua orang tuanya bahagia terhadap prestasinya sebagai anak yang pertama melanjutkan studinya sampai ke Perguruan Tinggi Negeri.
Hari ini adalah jadwal UAS Fisika. Tahnia masuk ruangan dan ternyata sudah banyak teman-temannya didalam kelas, karena ketika ujian mahasiswa datang lebih awal untuk memilih tempat duduk yang dianggapnga paling nyaman, sesuai dengan istilah para pelajar, "Posisi duduk menetukan IPK".
Dosen beserta asiatennya masuk ruangan, soal dan lembar jawabnya dibagikan. ketika SMA Tahnia terbiasa mengerjakan soal-soal Fisika karena ia masuk jurusan Fisika kelas satu-satunya di sekolahnya. Sehingga ketika melihat soal, dengan semangatnya ia menuliskan jawabannya dengan lancar. hampir seluruh soal ia jawab. Ketika itu ada kaka kelasnya yang keluar kelas. Fikir Tahnia wah hebat sudah selesai padahal waktu UAS masih lama. Ia pun melanjutkan menjawab soal sampai akhirnya, selesai dijawab meski ada satu soal yang ia merasa bimbang menjawabnya, tidak yakin 100% benar.
Melihat Tahnia yang seolah telah selesai mengisi, teman di sampingnya bertanya jawaban soal UAS. Tahni melihat ke arah pengawas, dia takut jika menjawab, dikatakan bekerjasama atau menyontek sehingga nilainya tidak sesuai yang diharapkan. Ia berusaha memberi jawaban kepada temannya yang bertanya. Beberapa saat kemudian temannya bertanya lagi, Tahnia berada diantara dua pilihan, apakah diberi lagi jawaban atau bagaimana? Namun apabila ia memberikan jawaban lagi takut ketahuan, karena pak dosen baru saja mengingatkan agarsvelurih mahasiswa mengerjakan dengan tertib dan kerjasama.
Karena takut, dengan pasti Tahnia membawa soal dan jawabannya ke meja pengawas. Dosen pengawas pun langsung melihat jawaban UAS Tahnia. Kemudian Tahnia izin meninggalkan ruangan ujian. Ketika keluar kelas Kaka kelas yang ada diliar kelas bertanya, "sudah selesai? " Tahnia dengan senyum menjawab "Alhamdulillah sudah", Kaka kelas pun berkata " Weis hebat jadi yang pertama mengumpulkan". "Bukan bukan yang pertama karena tadi ada kaka kelas yang mengulang lebih dulu mengumpulkan". " Yang tadi keluarmah yang ke belakang dulu, ke air bukan selesai ujian", sahut kaka kelas menimpali. Tahnia hanya menjawab "Ooo dikira sudah selesai, tau gitu saya ga ngumpulin dulu. "
Pekan UAS sudah dilalui, dua minggu pun berlalu. Para dosen sudah mulai menempel hasil Ujian di papan pengumuman, karena waktu itu penggunaan sosmed baru email dan itupun masih sangat jarang digunakan.
Tahnia melihat hasil UASnya, alhamdulillah nilai Matematika Fisika dan beberapa matkul rata-rata A. Ia mengucap hamdalah karena nilai-nilai nya sangat memuaskan.
Beberapa bulan berselang, Tahnia dan beberapa temannya mendapatkan panggilan dari prodi untuk ke bagian Tata usaha teknik informatika. Ternyata ia dipanggil karena mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).
"IPKnya harus naik terus ya agar bisa diajukan lagi di semester berikutnya", sahut Ibu Ika. "Baik Ibu terimakasih", sahut Tahnia dan teman-temannya.
Dari beasiswa PPA Tahnia mendapatkan bantuan uang kuliah sebesar Rp. 360.000 untuk enam bulan. Waktu itu biaya kuliah persemesternya Rp. 275.000,-. Tahnia bersyukur mendapatkan beasiswa itu karena ia memiliki uang untuk membeli keperluan kuliah, Seperti foto copy, buku paket atau modul, tas, baju, sepatu dan lainnya yang itu jarang didapat dari ortunya. Karena dari ortunya Tahnia mendapatkan bekal Rp. 15.000,- setiap dua pekan. Uang itu harus bisa mencukupi semua keperluan keseharian selama dua minggu, mulai dari biaya makan dan lainnya.
Makanya Tahnia menyesuaikan kehidupannya dengan uang yang diberikan orang tuanya. Tahnia sering kali membuat rangkuman modul kuliah, selain sambil belajar, hal itu juga disebabkan karena proses pengiritan, mengurangi biaya kuliah. Karena itu selama mendapatkan beasiswa PPA 6 semester Tahnia tidak pernah menceritakan kepada kedua orang tuanya bahwa ia mendapatkan beasiswa. Tahnia takut jika orang tuanya tahu, ia tidak diberi jatah uang kuliah lagi.
setelah beasiswa PPA dialihkan ke adik angkatannya, Tahnia mengajukan beasiswa kerja, dengan besaran yang sama. Alhamdulillah ia mendapatkan beasiswa kerja dan diantara waktu kuliah ia harus ke lab elektronika untuk membantu merapikan lab. kadang waktu itu digunakan juga untuk praktik tambahan jika komponan atau barang yang harus dirapihkan sudah rapi.
Abah Tahnia seorang laki-laki sholeh yang sangat sabar dan tidak pernah marah. Beliau sangat ramah kepada orangblain bahkan kepada orang yang tidak bersikap baik kepadanya. Beliau merupakan salah satu santri di pesantren sukabumi selama tujuh tahun. Karena itu aktivitas setiap maghrib memimpin sholat maghrib dan mengajar ngaji anak-anak. Setiap hari Beliau bangun pukul 03.00 WIB kemudian pergi ke mesjid yang ada di depan rumah, untuk sholat malam dan tadarus. Ketika waktu shubuh Beliau juga memimpin Bapak Ibu sholat berjamaah dilanjut memimpin kegiatan mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an mulai dari terjemah sampai asbabun nuzulnya.
Pukul 05.30 WIB Beliau pulang dan siap-siap untuk bekerja. Ketika ke luar luar banyak sekali untaian do'a yang Beliau panjatkan demi kelancaran dalam menjemput rizki Alloh. Beliau bekerja dengan menjalankan mobil elf milik ayah umi Tahnia. Namun Abah Tahnia orang yang sangat jujur sehingga meski kepada mertua Beliau selalu memenuhi setoran sesuai ketentuan meski untuk anak istrinya yang ia bawa hanya beberapa rupiah saja. Jika hari jum'at Abah Tahnia mengisi waktunya untuk menengok sawah dan sawah yang dibelinya sendiri serta sawah kakek Tahnia yang digarapnya, serta kebun warisan dari ayahnya Abah Tahnia.
Ayah umi Tahnia terkenal sebagai orang paling kaya di kampungnya karena memiliki banyak mobil, bis, tanah, sawah, usaha onerdir mobil, kontrakan dan lainnya. Adik-adiknya uminya Tahnia (paman dan tantenya) semuanya disekolahkan sampai selesai dan sekarang 2 tantenya menjadi PNS, dan di kejaksaan. Berbeda dengan umi dan kakak-kakaknya mereka hanya lulus Sekolah Menengah Pertama karena tidak diizinkan untuk melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru, malah dijodohkan dengan Abah yang tidak disukainya. Mama Haji Safari begitu sebutan orang-orang kepada ayah umi Tahnia. Mama haji Safari tidak menyekolahkan umi Tahnia dan kakak-kakaknya karena waktu itu kondisi ekonominya belum stabil dan ada lima adiknya yang masih sekolah, sehingga Beliau menjodohkan umi dengan putra sahabat nya masih satu kampung namun berbeda RT. Bapak Haji Hidayat itulah nama ayahnya Tahnia, waktu itu beliau seorang pedagang sapi dan memiliki tempat penggilingan beras, dan termasuk orang kedua di kampung tersebut.
Waktu dulu ayah Tahnia pernah mendapatkan tawaran menjadi pendidik pelajaran Agama Islam di slaah satu SMA di Bandung, namun waktu itu gaji seorang guru jauh lebih kecil dari hasil wirausahanya membantu Bapak Haji Hidayat. Oleh karena itu Beliau ingin agar keluarganya hidup aman, maka Beliau memilih untuk berwirausaha.
Namun karena mendapatkan tawaran untuk menjalankan mobil dari mertuanya maka Abah Tahnia membantu menjalankan bisnis mertuanya. Meskipun begitu Beliau tetap berlaku seperti pegawai yang lainnya, bahkan jika setoran kurang, maka Om Tahnia yang dikejaksaan pengelolanya akan merekap kekurang itu dan suatu saat melayang surat total kekurangannya, maka tak heran jika ke rumah Abah Tahnia hanya membawa sekedarnya saja. Namun beliau sangat yakin rizki itu akan Alloh cukupkan untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya.
Beliau selalu mengisi waktu kosongnya dengan sesuatu yang bermanfaat, dan sangat memiliki keinginan yang tinggi untuk berkunjung ke Baitullah. Tak heran jika Beliau sering membaca do'a pada buku panduan ibadah haji yang ia peroleh dari orang yang sudah berangkat haji.
Umi Tahnia, Kakaknya yang bernama Tuti, dan kakak mereka berdua bernama Solihat mereka sudah menggunakan kerudung, sangat rajin mengikuti pengajian baik di mesjid keluarga yang berada di depan rumah maupun pengajian lainnya.
Mereka bertiga tidak merasakan pendidikan menengah tingkat atas, sehingga hanya menjadi ibu rumah tangga.
Suatu saat pada Tahun 1997, Mama Haji Safari memanggil ketiga putrinya itu. Beliau menyampaikan maksud tujuan memanggil ketiganya. "Mama dulu tidak bisa menyekolahkan kalian sampai tercapai cita-cita kalian tidak seperti adik-adik kalian. Karena itu sebagai gantinya Mama bermaksud untuk memberangkatkan kalian bertiga melaksanakan ibadah haji. Mama yanga akan membiayainya. Untuk suami-suami kalian silahkan kalian upayakan sendiri agar bisa berangkat bersama-sama."
Umi Tahnia sangat senang dengan maksud Mama Haji Safari menyampaikannya ke Abah Tahnia. Sehingga Beliau berusaha mengupayakan agar dapat memiliki uang untuk ongkos ibadah haji, sehingga memutuskan untuk menjual tanah berupa kebun warisan dari almarhum Bapak Haji Hidayat yang letaknya di pinggir rumah adiknya. Kebun itu dijual ke orang Bandung, dan ketika jual beli disampaikan agar apabila akan menjualnya kembali ditawarkan lagi ke keluarga ini jangan ke siapa-siapa.
Dan alhamdulillah, Abah dan umi Tahnia, Wa Tuti dan suaminya Wa Sudirman serta Wa Sholihat dapat menjalankan ibadah haji bersama. Pelajaran berharga bagi Tahnia, jika sudah waktunya Alloh akan membuka jalan dari mana saja untuk mengundang orang-orang yang dikehendaki-Nya untuk datang ke rumahnya.
Ketika akan berangkat ibadah haji Abah Tahnia mendadak sakit, sehingga umi dan keluarga merasa khawatir jika terjadi apa-apa pas menjalankan ibadah haji. Namun ternyata sesampainya di tanah haram, Beliau menjadi segar bugar dan menjalankan semuanya rangkaian ibadah haji dengan tertib. Kata Umi banyak sekali orang Arab yang menyambut dan ramah kepada nya. dan ketika dilaut merah Abah haji melihat ada ikan yang besar. Entah apa artinya namun hanya berharap semua itu hal terbaik yang akan diberikan Alloh kepada keluarganya.
Empat puluh haripun berlalu, Abah dan Umi Tahnia sudah kembali dari tanah suci. Kami menjemputnya ke Jakarta. Dalam perjalanan satu-satunya adik Tahnia bertanya kepada Umi, "Umi siapakah yang umi lihat di mekah?" Umi menjawab : "Umi lihat si Teteh (Tahnia)". Adik Tahnia diam saja, dia berharap umi menyebut namanya. Menurut orang tua, orang yang ibadah haji akan melihat orang yang akan Alloh undang untuk datang kerumahNya. Namun Tahnia tidak mengetahui percakapan ini. Meski ia sering mengucapakan Allohumma labaik karena kerinduannya untuk sujud di Baitulloh.
Waktu terus berlalu, tak terasa kuliah Tahnia sudah masuk semester sembilan. Pada semester ini ada kuliah PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) yaitu praktik mengajar. Tahnia mendapatkn tugas PPL di Salah satu SMK Negeri di sekitar Gede Bage, membantu guru produktif di SMK itu. Ia memiliki patner teman kuliahnya bernama Senja. Selama tiga bulan Tahnia dan temannya praktik menjadi seorang pendidik dengan membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melakukan evaluasi, serta perbaikan dan pengayaan. Ketika praktik ini Tahnia mendapatkan honor pengawasan kegiatan ulangan umum yang jumlahnya sekitar 800 rupiah cukup untuk membeli mie bakso 2 atau 3 mangkuk. Tahnia merasa bahagia dapat uang itu karena ia tidak menyangka akan mendapatkan honor. Meski ketika kuliah dia bersama sahabat satu kontrakan suka menyediakan makanan untuk teman-temannya sehingga ia mendapatkan uang tambahan dari hasil keuntungan yang dibagi dua. Tahnia juga suka membawa oleh-oleh dari kampung halamannya sesuai pesanan temannya. Ia memiliki bakat untuk berusaha meski tidak dengan sengaja mengiklankannya, hanya memfasilitasi yang perlu saja.
Pada saat itu entah kenapa Tahnia memiliki keinginan untuk membelikan barang untuk ayah dan ibunya. Namun apa daya keperluan untuk PPL dan ujiannya memerlukan banyak biaya, untuk membeli bahan dan alat, mencetak dokumen dls.
Ia tidak berani banyak menuntut kepada kedua orang tuanya karena tidak ingin banyak membebani orang tuanya.
Masa PPL hampir selesai sekarang giliran Tahnia mempersiapkan ujiannya. Hingga tibalah waktunya Tahnia ujian melaksanakan pembelajaran yang dihadiri oleh dosen pembimbing, guru pamong dan wakasek kurikulum.
Karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, suatu hari Tahnia hendak pulang ke rumahnya. Dia menuju Terminal Ciroyom dan seperti biasa naik Bis Madona. Kantuk teras meliputinya, Hingga ia tertidur. ditengah perjalanan ia bangun dan merasa tubuhnya semakin menggigil. Setelah turun dari Bis Tahnia menaiki ojeg untuk sampai ke rumahnya. Tahnia tidak menceritakan bahwa tubuhnya sedang sakit kepada orang tuanya karena takut membuat mereka khawatir. Setelah bersih-bersih, Tahnia tertidur dikamarnya dengan pintu yang tidak terkunci. Orang tua Tahnia pada masuk kekamar ketika mendengar Tahnia yang meracau karena panas badannya yang sangat tinggi. Umi segera mengambil kain lap dan air angat, dikompresnya Tahnia.
Keesokan harinya Tahnia diajak ke dokter sepulang Abah Haji bekerja. Tahnia diberi beberapa macam obat. Dalam perjalanan pulang Bah Haji bertanya ingin membeli makanan apa?
"Es campur saja" kata Tahnia karena ia merasa tak selera untuk makan. Kemudian Bah Haji berhenti di tempat biasa dan membeli es campur dan mie bakso.
Sesampai dirumah Tahnia makan es campur, minum obat dan tertidur. Namun dengan tanpa sadar, Tahnia terbangin dari tidurnya dan memuntahkan semua yang sudah dimakannya.
Abah Haji dan Uni sangat khawatir akan kondisi Tahnia.
Beberapa hati berselang, Tahnia sudah kembali Fit. Tahnia mendapatkan ajakan untuk mengikuti pesantren kilat yang kegiatannya tidak jauh dari rumahnya. Kemudian ia pun meminta izin kepada orang tuanya untuk mengikuti kegiatan tersebut dan orang tuanya mengizinkannya dengan syarat jaga kondisi tubuhnya jangan sampai sakit kembali.
Hari minggu tanggal 25 Maret 2001, setelah subuh Tahnia mulai beberes sebelum ia siap-siap berangkat ke kwgiatan pesantren kilat. Seperti biasa sekitar pukul 05.30an Abah Haji pulang dari mesjid kemudian ke air sekaligus berwudhu lagi dan siap-siap untuk berangkat kerja. Untaian do'a Beliau lantunkan ketika keluar rumah. Setelah Abah Haji melangkahkan kaki, Tahnia melihat kepergian Beliau dari dalam rumah, hingga punggung Abah Haji tidak kelihatan karena terhalang tembok rumah Mama Haji Safari.
Abah Haji sangat bersemangat untuk pergi hati ini, karena Beliau menerima tawaran membawa rombongan pegawai GAJ ke Sukabumi. Abah Haji bilang "Bisa sekalian silaturahim ke pesantren" ungkapnya. Karena puluhan tahun belum sempat sempat bersilaturahmi ke tempat yang sudah menanamkan ilmu agama kepadanya, sehingga Beliau menjadi anak kebanggaan di keluarganya karena kesabaran, kebaikan dannkesholehannya.
Sekitar pukul 07.00 WIB Tahnia pun pamit kepada Umi yang sedang sibuk membersihkan lantai keramik yang baru dipasang di teras. Sesampai di pesantren Tahnia langsung registrasi dan mengikuti kegiatan dengan konsentrasi. Setelah sholat ashar dan Tahnia sedang konsen mengikuti kajian, tiba-tiba panitia memanggil Tahnia. Tahnia merasa heran kenapa ia dipanggil. Panitia menyampaikan bahwa barusan ada telpon dari Tante Tahnia yang menyuruh Tahnia untuk pulang.
"Teh barusan ada telpon dari Bu Imas, katanya Tante Teteh, pesan Beliau agar Teteh pulang".
Tahnia merasa heran kenapa tantenya nelpon dan menyuruh untuk pulang, karena Tahnia lagi asyik mengikuti kajian. Kemudian panitia bertanya lagi, " Apa waktu berangkat dirumah ada suatu kejadian? "
"Tidak ada jawab Tahnia", dalam fikirnya tadi pagi umi lagi beres-beres, apa mungkin terjadi sesuatu pada umi?
Beberapa saat kemudian datang panitia lain yang menyampaikan bahwa ada keluarga Tahnia yang menjemput untuk segera pulang.
Tahnia semakin heran dan deg-degan, sebetulnya ada apa sampai dijemput? Namun ia tetap berusaha tenang. Tahnia dijemput dengan sebuah mobil, yang dikendarai oleh sepupu Umi. Dalam mobil itu ada dua teman adki Tahnia.
Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Tahnia bertanya kepada Toni, "Ton ada apa sampai saya dijemput segala?" Toni hanya menjawab "tidak ada apa-apa".
Mang Nasep sepupu umi mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan Tahnia sedang apa di pesantren itu dan pertanyaan lainnya, sampai akhirnya mobil pun berhenti di halaman rumah Mama Haji Safari.
Tahnia turun dari mobil, dengan arahan dari Mang Nasep, Tahnia masuk ke garasi lalu ke pintu yang langsung ke dapur. Diluar banyak sekali sandal. Tahniah mulai berfikir ada apa ini apakah ada yang terjadi dengan Ma Haji dan Mama Haji?
Setelah pintu terbuka, semua orang didalam menuju kearah Tahnia dengan penuh tatapan yang... Kemudian aku diarahakn untuk masuk ke ruang mushola, dan mereka bilang, "ayo ke Mamah". Deg fikiran Tahnia diselimuti dengan berbagai hal yang sangat ditakutinya dan kesedihan mulai melanda meski ia tidak tahu apa yang terjadi.
Dan ketika masuk ke mushola Umi langsung berteriak " Neng, Abah sudah tidak ada.... ", " Abah Haji meninggal karena tabrakan... "
Tahnia spontan langsung memeluk umi...
Air mata Tahnia langsung mengalir dan mulutnya langsung berucap "Innalillahi Wainnailaihi rooji'un... "
"Gimana kehidupan kita selanjutnya? " Teriak umi lagi dibarengi dengan tangisannya...
Sambil menangis Tahnia menjawab "Ada Alloh umi yang akan menjaga kita, kita harus menerimakan itu semuanya".
Meski seolah kehidupan menjadi terasa gelap, bak disambar petur, namun Tahnia harus kuat, dan harus bisa menenangkan uminya yang sangat-sangat kehilangan pendamping hidupnya, yang selama puluhan tahun selalu disampingnya, dan tak pernah membuat umi menderita. Abah hajis elalu membantu umi jika umi kerepotan pas ada yang bekerja disawah. Umi hanya memasak saja, yang mengantar itu ini Abah Haji. Tak heran jika umi belum bisa menerima kepergian Abah Haji sampai maghrib tibapun umi masih menangis dan sesekali beristighfar.
Karena sudah waktunya sholat aku pulang ke rumah yang letaknya dibelakang rumah Mama Haji. Adik dan kaka-kakaku sudah menyiapkan semuanya, karpet sudah digelar. Tahnia segera ambil wudhu dan melaksankan sholat maghrib yang diiringi hujan air mata yang yak terbendung. Untuk menenangkan hatiku, segera ku ambil mushaf kecilku dan kubaca kalimat-kalimat ilahi robbi sampai waktu sholat isya menjelang...
Setelah sholat isya aku bertanya kepada kakaku sebetulnya apa yang terjadi? Kakaku menceritakan kronologis kejadiannya, bahwa mobil elf yang dikendalikan Bah Haji tertabrak bis Bandung Sukabumi sampai terseret 15 meter. Stang mobil kemungkina mengenai badan Bah Haji sehingga Bah Haji tewas ditempat. Korban kecelakaan itu ada beberapa dua penumpang lainnya meninggal dan yang lainnya luka-luka. semua korban dibawa ke RSHS.
Sekitar pukul 21 WIB terdengar bunyi ambulan, dan jenazah almarhum Bah Haji pun tiba, semua orang satu kampung datang melihat, rumah semakin penuh oleh para peziarah. Ibu Abah Haji Ma Haji Saadah menangis tersedu disamping jenazah "Haji meni teu nyangka mendahului ema..." ucap Ma Haji Saadah sambil menagis. Ma Haji Saadah menangisi puta sulungnya yang sangat diandalkannya yang sangat disayanginya karena sisulung yang paling sholeh dan baik diantara semuanya.
Kemudian paman Abah Haji menganjurkan agar kain kapannya diganti dengan yang baru sekaligus mengecek takutnya ada darah pada kain kapan. Kain kapanpun dibuka dan Tahnia lihat wajah Abah Haji yang tenang dan senyum, aku lihat tidak ada luka sedikitpun. "Abah hapunteun eneng..." Hanya kata itu yang terucap dari bibir Tahnia yang tak sanggup lagi menahan rasa sedih, dan tangis... Penggantian kain kapanpun sudah selesai, keluarga sepakat untuk pemakaman akan dilakukan besok hari.
Tahnia masuk kamarnya dia tidak Tahnia tak tahan menahan tangis. Namun ia sadar harus terlihat tegar, apalagi didepan adiknya yang baru selesai ujian nasional di SMA yang sama dengan Tahnia. Semalaman rumah rame dengan lantuna doa tahlil menemani jenazah.
Malampun berlalu, Jenazah almarhum Bah Haji sudah dibawa ke mesjid keluarga didepan rumah. Alhamdulillah mesjid penuh dengan orang-orang yang ikut mensholatkan almarhum. Setelah selesai disholetkan di mesjid Al-Zihad, jenazah kemudian dibawa ke mesjid Al-Falah mesjid yang biasa digunakan oleh almarhum untuk menjadi khotib juga ketika hari Jum'at. Di mesjid inipun dipenuhi saudara dan kerabat yang mensholati almarhum. Kemudian jenzaha dibawa ke makam keluarga almarhum Bapak Haji Hidayat.
Suasana kampung terasa bersedih, karena orang yang selalu ramah dengan orang lain telah dipanggil oleh yang memilikinya secara tiba-tiba.
Mulai dari anak2 yang belum sekolah, anak2 yang SD, SMP, SMA sampai yang sudah tidak sekolah dekat dengan almarhum. Karena ketika mengajarkan mengaji Beliau suka membawa permen untuk anak-anak, vatau apapun yang ada dirumah. Sampai suatu ketika tetangga pada bilang "Tidak enak makan juga" karena rasa sedih masih melingkupi.
Meski sudah berhari-hari ketiadaannya, para pelayat masih ada saja yang datang, karena baru mengetahui musibah yang terjadi. Banyak para ustad yang datang.
Sampai suatu ketika datang para preman terminal Ciranjang Cianjur yang melayad. Mereka berkata "Bapak Haji mah setiap pukul 9 pasti minjam kunci mushola untuk sholat dhuha. Jika waktu sholat sudah datang, Beliaumah sholat dulu, ga peduli penumpang pada pergi juga, atau memeprsilahakn penumpang untuk pindah mobil jika terlalu lama menunggu, baik sekali Bapak Hajimah, Sholeh".
Umi hanya menangis mendengar itu semuanya, dan semakin hari umi semakin bersedih karena umi bingung dengan kehidupannya kedepannya. Umi seorang ibu rumah tangga belum kepikiran dari mana bisa menutupi seluruh kebutuhan keluarga apalagi ada yang kuliah. Meski mendapatkan uang santunan dari Jasa Raharja sebesar 4.500.000, namun berselang waktu semua itu tidak bersisa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!