Dikedua sekolah tempat Tahnia mengajar, ada teman Tahnia dari SD, SMP dan SMA. Beliau bernama Pa Iwan. Beliau juga masih saudara Tahnia, Karena Nenek Tahnia sepupunya Neneknya Pa Iwan. Tahnia merasa senang karena memiliki teman sejak kecil sehingga ada teman tempat bertanya jika perlu suatu info.
Pa Iwan memiliki paman yang usianya sama, mereka satu SD. Paman Pa Iwan bernama Pa Dadang, Beliau mengajar di sebuah pondok, Sehingga dipanggil Pa Ustadz. Di pondok itu memerlukan guru Fisika. Pa Ustadz menawarkan Tahnia untuk mengajar di pondok melalui Pa Iwan.
Tahnia menimbang dulu tawaran itu karena takut jika tidak memiliki waktu untuk mengajar. Dipondok tersebut Hari Minggu masuk, hari jumat libur.
Setelah melihat kemungkinan waktunya, dengan mengucap bismillah Tahnia menerima tawaran tersebut. Ia mendapatkan jadwal hari minggu dan hari sabtu.
Letak Pondok tersebut setelah pasar, sehingga untuk ke pondok tersebut perlu naik ojeg atau berjalan kaki sekitar 400-500 meter.
Tahnia diminta untuk datang menemui kepala sekolah di pondok tersebut sekaligus pengurus yayasan tersebut. Tahnia seolah diwawancara tentang visi misi dan sejenisnya.
Setelah selesai, Tahnia diberikan jadwal mengajar tingkat SMP dan SMA sekaligus MA mulai semester genap, bukan Januari.
Siswa dipondok itu, mondok atau tinggal di kobong/pesantren. Setiap hari mereka menjalankan jadwal yang sudah ditetapkan, mulai jadwal mengaji malam, bangun tidur, sholat malam, mengaji bada subuh sampai jadwal makan.
Mereka rata-rata berasal dari daerah yang agak jauh, bahkan dari luar kota, meskipun banyak juga dari wilayah sekitar.
pondok putri ada diseberang pasar, pondok pria ada di wilayah sekolah pondok terseSetiap
Setiap sabtu dan minggu Tahnia pergi mengajar dipondok. Membimbing dan mendampingi siswa yang sungguh luar biasa belajar tanpa henti, hingga kadang karena kurang tidur kerap mereka terlelap dalam kelas. Hal itu sudah menjadi hal yang biasa di lingkungan pondok. Ini menjadi salah satu tantangan bagi Tahnia dalam mengajar agar siswa tetap dapat fokus.
Di pondok ini Tahnia disebut Ustadzah. Murid-muridnya sangat sopan sekali. Mereka juga pada cerdas, secara setiap hari mempelajari dan menghapal ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Seperti biasa diawal pertemuan Tahnia menggali dulu cita-cita murid-muridnya untuk menumbuhkan semangat belajar. Kemudian membuat kesepakatan belajar/kesepakatan kelas. Siswa siswi baik yang di tingkat SMP dan MTs maupun SMA dan MA dapat mengikuti kesepakatan belajar dengan baik. Meski untuk satu dua siswa masih tetap kerap tertidur di kelas. Namun mereka mengikuti setiap kegiatan pembelajaran.
Sebulan pun berlalu, Tahnia dipanggil oleh pihak keuangan dan diberikan ampau yang berisi honor telah membimbing para santri dalam pembelajaran di kelas.
Tahnia ingat bahwa dia mengajar di pondok tersbeut karena info dari Ustadz Dadang melalui Pa Iwan. Tahnia ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka.
Ketika menjelang hari raya, Tahnia berinisiatif membuat parcel sebagai bentuk terimakasih kepada kedua temannya itu. Tahnia membeli buah-buahan, apel, pir, dan lainnya. Tahnia mengemas buah-buahan tersebut dengan plastik bermotif yang biasa digunakan sebagai sampul buku. Dia mengaturnya sehingga tampilannya lumayan baguslah. Kemuadian Tahnia Parcel tersebut ke rumah Ust Dadang.
"Assalamu'alaikum... " ucap Tahnia.
"Wa'alaikum salam" Jawab Ibunya Ust Dadang.
Pintu pun terbuka dan muncul sosok Ibu hebat yang sholehah, kemudian beliau tersenyum...
"Eh Neng... "
"Maaf Wa Haji, mau nitip ini untuk Ust Dadang" sahut Tahnia sembari memberikan parcel buah.
"Terimakasih banyak Neng" Jawab Bu Hajjah.
Tahniapun pamit dan langsung pulang kerumah yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya.
Karena Tahnia maupun Ustadz Dadang belum menikah, maka timbul salah pengertian. seolah bingkisan tersebut memiliki maksud tertentu padahal Tahnia memberikannya kepada kedua saudaranya itu sebagai bentuk rasa terimakasih.
Hal ini diketahui oleh Tahnia ketika umi menceritakan bahwa "Wa Haji seolah menganggap parcel itu sebagai bingkisan dari seorang wanita ke seorang pria".
Tahnia menjelaskan " Eneng kan ngasihnya ke kedua teman Eneng, sebagai bentuk terimakasih ".
Umi pun diam, karena Wa Haji juga sempat memuji Tahnia, meski Abah Haji sudah meninggal, tapi bisa berusaha membiaya sendiri hingga wisuda, jika yang lain mungkin sudah nyerah, kata umi.
Suatu ketika Tahnia sempat berbincang dengan adiknya kepala sekolah. Beliau bertanya tentang hubungan Tahnia dan Ustadz Dadang.
" Kalo Bu Tahni dengan Ustadz Dadang itu bersaudara? " Tanya Ibu Penti.
"Iya Bu kami saudara, ibunya Ustadz Dadang dan nenek saya sepupuan" Jawab Tahnia.
"Berarti bukan muhrim ya?" Tanyanya lagi.
"Iya" Jawab Tahnia...
Terlepas dari itu semuanya, ada kebahagian tersendiri bagi Tahnia menjadi pendidik dipondok ini, karena memotivasi diri untuk lebih baik lagi tentunya dihadapan khadirat Ilahi Robbi. Dan harapan memiliki murid yang dapat saling menyelamatkan di yaumil akhir.
Meski Disana Tahnia tidak memiliki teman mengobrol, karena ketika waktu istirahat seringnya para Ustadz dan Ustadzah pada pulang ke pondok. Mereka rata-rata tingal dipondok membimbing para santri siang maupun malam.
Murid-murid Tahnia sangat menghormati ustadz dan ustadzahnya. Tahnia mengajak mereka belajar di kelas atau mesjid dan praktik di laboratorium. Bahan ajar di pondok ini lengkap. Tahnia dibawa untuk melihat bahan ajar itu dan memanfaatkannya dalam pembelajaran agar murid-muridnya senang dan mudah memahaminya.
Para santri pada antusias belajar. Sampai ketika menjelang Ujian Nasional, setiap pukul 15.30 WIB para santri harus mengikuti kegiatan pemantapan.
Suatu hari Tahnia pergi ke kobong putri untuk memberikan pemantapan pelajaran fisika.
Ketika datang para santriwati sudah siap semuanya.
Pemantapanpun dimulai dan dibahas soal-sial ujian tahun sebelumnya satu persatu. Siswa diberikan kesempatan untuk berbagi kepada temannya. Tahnia mengulang dan meluruskan serta menguatkan pembahasan dari santri. Dimeja guru tersedia segelas air yang diapit oleh tatakan dan tutupnya.
Para santriwati mempersilahkan Tahnia untuk minum, namun Tahnia bilang nanti jika haus. Sampai ketika mau pulang para santriwati bilang agar Tahnia minum dulu. Tahniapun mengikuti anjuran santriwatinya. Ia meminum air itu seteguk, kemudian disimpan lagi dimeja. Tapi tiba-tiba, para santriwati dengan spontan menuju meja meja depan dan mereka bilang
"Ustadzah boleh ga airnya saya minum? " tanya para santriwati bersahutan.
"Itukan bekas Ibu... " Jawab Tahnia dengan wajah keheranan...
"Gapapa ustadzah, kami mengingkan barokahnya, mudah-mudahan bisa seprti ustadzah" jawab mereka bersahutan...
Tahnia senyum dan baru menyadari bahwa ini di pondok...
"Boleh silahkan, semoga kalian menjadi santriwati yang sukses dunia akhirat" Jawab Tahnia sambil senyum.
Para Santriwati berebut untuk minum air tersebut, mereka bergiliran menghabiskan air tersebut.
Setelah selesai Tahniapun pamit pulang setelah semua santriwati mencium tangannya. Diantarnya Tahnia sampai pintu gerbang sebelum mereka kembali ke kobongnya masing-masing.
Perlakuan di pesantren sangat baik sekali. Salah satu pengurus pesantren tersebut adalah Pa Wawan sahabat dari Paman Tahnia yang berkerja di Kejaksaan.
Ketika tahun ajaran baru Tahnia dimasujan sebagai panitia Penerimaan Siswa Baru. Namun Tahnia tidak menerima surat keputusan tersebut, sehingga Tahnia tidak mengetahui bahwa ia adalah panitia. Namun setelah masuk tahun pelajaran baru Tahnia dipanggil ke ruang bendahara dan diberikan ampau katanya honor sebagai panitia.
Tahnia menanyakan, ampau ini honor apa? Kemudian mereka bilang honor panitia penerimaan siswa baru.
Tahnia merasa bahwa ia tidak berperan dalam kegiatan tersebut sehingga enggan menerimanya. Namun, mereka bilang, kan ada saudara Tahnia dlyang masuk ke pesantren, makanya Terima saja, jelasnya. Tahniapun akhirnya menerima ampau tersebut setelah dapat penjelasan.
Pesantren ini mendapatkan perhatian dari wakil presiden, sehingga pada acara pemasangan batu untuk gedung baru dilakuakn oleh wakil presiden Bapak Habibi.
Dipesantren sangat rame sekali dan dijaga dengan ketat.
Waktu terus berlalu, hingga menjelang satu tahun Tahnia mengajar di pesantren diantara waktu mengajar di SMK dan sekolah almamaternya.
Suatu ketika Tahnia menerima ajakan temannya untuk membuka bimbelan di Kota Bandung. Mempertimbangkan kesibukan yang ada, Tahnia pun menyampaikan rencananya dan pamit untuk resign dari pesantren.
Setelah argenen yang panjang lebar alhamdulillah kepala sekolah dapat memahami dan memakluminya.
Ku telusuri jalan yang ditunjukan Ilahi Robbi semoga berujung pada shurghaNya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Imas Rahayu
suasana di kota santri
2023-10-29
0