Sekitar lima menit waktu yang dihabiskan Shaka untuk berganti baju. Ia memasukkan baju basahnya ke dalam plastik lalu menempatkannya di dalam tas olahraganya. Ia merapikan sedikit penampilannya, wajahnya terlihat segar dan bersih. Ia mengacak-acak rambutnya yang lurus dan jigrak. Sedikit ia rapikan dengan menyisirnya ke belakang dengan menggunakan jari tangannya. Setelah merasa rapi, laki-laki itu pun segera keluar dari ruang ganti.
Bibirnya tersenyum saat melihat Gayatri yang masih menunggunya di depan indoor pool. Gadis itu berdiri bersandar pada dinding sambil bersidekap. Kaki kanannya ia gerak-gerakan, seperti pegal menunggu. Entah apa yang dilihatnya di depan sana. Shaka iseng mencolek pipi kanan Gayatri, saat gadis itu menoleh ke kanan, ia malah berpindah ke kiri.
“Gue di sini,” bisik Shaka di telinga kiri Gayatri.
Gadis itu urung untuk menoleh lagi, ia malah melanjutkan langkahnya pergi dari indoor pool. Shaka segera menyusulnya, berjalan di samping Gayatri sambil sesekali melirik gadis itu.
“Gitu aja ngambek. Mau makan apa?” tanya Shaka seraya menyikut lengan kanan Gayatri. Seperti biasa Gayatri tidak menjawab dan itu sudah bukan hal aneh bagi Shaka. Ia membalik tubuhnya, berjalan mundur di hadapan Gayatri. Entah mengapa, berjalan dengan cara seperti ini mulai menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakukan saat bersama Gayatri.
“Gue denger mie ayam ibu kantin itu enak. Kita makan itu aja ya? Lo gak keberatan kan?” Shaka sengaja menawari Gayatri dengan makanan favoritnya. Beberapa kali ia melihat Gayatri makan mie ayam dengan lahap saat jam istirahat.
“Diam berarti ya. Gue mulai paham mau lo,” imbuh Shaka seraya menjentikkan jarinya di depan gadis itu. Bibirnya tersenyum lebar saat Gayatri meliriknya beberapa saat.
Mereka berjalan menuju kantin. Beberapa pasang mata memperhatikan dua remaja itu. Mereka berbisik dan entah membicarakan apa. Sejujurnya Shaka merasa sangat penasaran dengan bisikan para siswa itu, tetapi memperhatikan Gayatri yang berjalan di sampingnya, jauh lebih menyenangkan.
Tiba di kantin, Shaka segera memesan dua mie ayam. Penjual mie ayam itu membuat dua menu yang berbeda. Satu porsi biasa sementara satu porsi lagi tanpa sawi. “Kok yang ini beda?” tanya Shaka.
“Buat Aya kan?” tanya penjual mie ayam.
“Iya,” Shaka mengangguk pasti.
“Dia gak suka sawi,” ucap penjual mie.
Mulut shaka membulat dan ia mengangguk paham. Sepertinya penjual mie ini paham benar dengan apa yang tidak Gayatri sukai. “Bikinin sekalian sama minumanya ya bang, gue gak tau dia sukanya minum apa,” pinta Shaka.
“Air mineral dingin, sukanya.” Satu botol air mineral dingin di siapkan oleh penjual mie.
“Jangan, yang biasa aja. Tadi dia bersin soalnya,” tolak Shaka.
“Oh, ya udah.” Penjual mie itu langsung menggantinya dengan air kemasan yang tidak dingin. Dua botol dengan untuk Shaka.
“Gue bawa airnya. Tolong bawain mienya ya bang,”
“Iya, duluan sono!”
Shaka menurut saja dan ia segera duduk di hadapan Gayatri. “Minum lo." Iseng ia menempelkan botol itu di pipi Gayatri dari arah belakang hingga gadis itu terhenyak. "Gue bawain air yang gak dingin, soalnya tadi lo bersin,” tanpa rasa bersalah lelaki itu duduk dengan santai di hadapan Gayatri.
Gayatri hanya terdiam, menatap botol air mineral itu. “Sama-sama. Minumlah,” Shaka juga membukakan tutup botol untuk Gayatri. Gayatri segera mengambil alih botol minum itu dari tangan Shaka dan meneguknya pelan. Dari cara Gayatri minum, Shaka bisa melihat kalau gadis ini adalah gadis yang tomboy.
Penjual mie pun membawakan pesanan. Satu mangkuk mie ia tempatkan di hadapan Gayatri dan satu mangkuk lainnya ia taruh di hadapan Shaka. “Makasih bang,” ucap Shaka.
“Hem,” hanya itu sahutan penjual mie sebelum kemudian berlalu.
Shaka menaruh selembar tissue di samping mangkuk Gayatri, lalu mengelap sendok dan garpu dengan tissue lainnya dan menyodorkannya pada Gayatri sambil tersenyum. Suka sekali laki-laki ini memamerkan deretan giginya yang bersih dan rapi.
Gayatri mengambilnya tanpa ragu. Dua orang asing itu mulai menikmati mienya. Sesekali Gayatri memperhatikan Shaka. Ia cukup dikejutkan saat Shaka tiba-tiba mengusap sudut bibirnya dengan tissue.
“Lo kayak bocah, makannya belepotan,” ucap Shaka seraya tersenyum. Gayatri hanya bisa tercengang melihat tingkah Shaka. “Sama-sama. Lanjutin makannya,” laki-laki itu menganggap tatapan aneh Gayatri sebagai ucapan terima kasih.
Gayatri tersenyum dalam hati dengan sikap Shaka. Keras sekali usahanya untuk bisa berbicara dengan dirinya. Padahal ia sudah melakukan banyak hal untuk membuat laki-laki ini kesal dan menjauhinya. Mengapa ia terus menerus berusaha mendekat?
****
“Apa kamu dapat kabar dari Shaka?” tanya Dwi yang mulai mencemaskan junior sekaligus rekan kerjanya. Ia bertanya pada David yang berdiri tegak di hadapannya.
“Siap, belum!” sahut David.
Dwi mengangguk paham, ia memandangi lencana Shaka yang di tinggalkan di atas mejanya sebelum laki-laki itu pergi.
“Aku mulai mencemaskannya, David. Aku takut dia melakukan hal yang melewati batas. Aku tau, dia pasti sangat marah atas kepergian adiknya,” ungkap Dwi seraya menggenggam lencana itu dengan erat.
“Siap, saya akan mencoba menghubunginya, Dan,” ucap David. Sejujurnya ia pun mulai mencemaskan Shaka, karena sudah satu bulan ini sahabatnya tidak ada kabar. Terakhir Shaka menghubunginya adalah saat laki-laki itu memberitahunya tentang identitasnya yang baru di Indonesia.
“Apa aku perlu mengutus mata-mata?” tanya Dwi kemudian.
“Siap, untuk apa Dan?” David masih belum memahami pemikiran Dwi.
Dwi tidak menjawab, entahlah apa pemikirannya ini bisa di terima oleh David atau tidak jika ia mengatakannya.
Orang yang Dwi cemaskan saat ini, sedang mengendap-endap masuk ke ruang BK. Ia mencari kunci ruang arsip di laci guru BK nya. Ia berniat untuk masuk kembali ke dalam ruangan itu agar bisa menemukan jawaban untuk banyak hal yang ingin ia ketahui. Rahasia di sekolah ini di tutup dengan sangat rapat. Sepertinya tidak ada cara lain selain ia harus membongkarnya sendiri.
Seperti beberapa saat lalu, saat ia mendekati Indah dan bertanya, “Apa hubungan Gayatri sama Dewa, kenapa mereka terlihat begitu melindungi Gayatri?” tanya Shaka sesaat sebelum pertandingan renang di mulai. Shaka menanyakan hal itu di ruang ganti.
Indah terlihat kaget dengan pertanyaan sederhana Shaka. Wajahnya menunjukkan kalau gadis ini berpikir keras. “Mereka temenan.” Indah menjawab alakadarnya. Wajahnya terlihat pucat hanya karena pertanyaan sederhana itu.
“Lalu, kenapa gue gak boleh ngobrol dan deket sama Gayatri? Kenapa gak ada yang bicara sama Gayatri?” Shaka menambah pertanyaannya.
Wajah Indah semakin tegang, ia menelan salivanya kasar-kasar. “Gue gak tau. Gayatri kan memang menarik diri, buat apa maksain deket sama dia?” jawaban Indah bisa dipahami oleh Shaka, hanya saja belum bisa ia terima.
“Cuma itu?” desak Shaka. Ia bertanya dengan jarak yang sangat dekat dengan Indah, bisa terlihat jelas kalau gadis ini sedang menutupi sesuatu.
“Itu yang jadi alasan gue. Gue gak tau alasan orang lain.” Indah memilih membuang muka dari tatapan Shaka, gadis itu mulai merasa terdesak.
Shaka tersenyum kecil, semakin tertutup saja sikap Indah jika ia bertanya tentang Gayatri. Padahal gadis ini terlihat sangat mudah untuk didekati, tetapi memberi batasan saat membahas Gayatri.
Karena alasan itulah Shaka memutuskan untuk mencari tahu tentang Gayatri. Layaknya pencuri, Shaka memeriksa laci guru BK nya untuk mencari kunci ruang arsip. Beberapa laci ia buka dan tidak ada satu pun laci yang menyimpan kunci tersebut.
“Apa dia membawanya?” Shaka kembali berpikir. Ia melihat sekeliling ruangan yang tertata rapi. Tidak ada CCTV di ruangan ini dan ini yang memudahkan Shaka melakukan penggeledahan.
Pandangan Shaka saat ini tertuju pada sebuah billing cabinet di sudut ruangan. Ia mendekati lemari besi itu dan mulai memeriksanya. Ada sebuah kotak kayu di sana, saat Shaka membukanya, ternyata isinya sebuah kunci. Ada kode ‘AR’ yang tertulis di atas kunci itu. Tali warna merah menjadi penanda kunci ini.
Shaka segera mengambilnya. Lantas ia beralih pergi ke ruang arsip. Melihat ke sekelilingnya dan ternyata tidak ada orang satu pun, mungkin karena jam pelajaran sudah berakhir dan sebagian besar siswa sudah pulang. Shaka mulai membuka kunci ruangan itu. Pintunya ia buka perlahan, sangat pelan agar tidak berderit. Lantas ia segera masuk. Ia tutup kembali pintu itu dengan rapat dan hati-hati lalu mulai melakukan pencarian.
Beberapa rak ia periksa. Ia menggunakan senter ponselnya untuk menerangi label rak di sekelilingnya. Ada rak yang bertuliskan tahun 2020, itu artinya tahun Angkatan Rasya. Shaka segera mendekat, menurunkan satu dus besar berisi berkas identitas siswa. Sambil berjongkok, ia menggigit ponselnya, sementara tangannya sibuk memilah berkas. Beberapa berkas murid satu angkatan dengan Rasya ia buka, tetapi tidak ada milik Rasya atau pun Gayatri.
“Akh sial! Di mana berkas milik Rasya dan Gayatri?” Shaka bingung sendiri. Ia segera mencari di rak lain. Beberapa dus berkas ia periksa dan tetap saja tidak ada berkas dua siswa itu. Padahal berkas Indah dan teman-temannya ada. Shaka mulai kesal dan putus asa hingga ia menonjok satu rak besi dengan penuh kemarahan.
Ia mencari lagi di rak lain, khawatir terselip di dus lainnya. Namun hingga satu jam mencari, berkas Rasya dan Gayatri tetap tidak ada. Shaka memegangi kepalanya yang mulai pening. Ia mencoba berpikir, di mana kira-kira keberadaan berkas itu?
Merasa tidak menemukan apa pun, akhirnya Shaka memutuskan untuk keluar. Ia mendorong pintu pelan-pelan untuk memeriksa kondisi di luar ruangan itu.
“Sedang apa kamu?!”
"Astaga!!" Sebuah suara tegas membuat Shaka terhenyak. Laki-laki bertubuh jangkung berdiri di depan ruang kepala sekolah. Ia menatap Shaka dengan tajam.
“Sa-saya, mencari kucing Pak,” ucap Shaka sekenanya.
“Kucing?” tanya laki-laki itu.
“I-iya. Saya mendengar suara kucing di dalam ruangan ini, jadi saya masuk.” Shaka memberi alasan yang klise.
“Ada kucingnya?” Ia menatap Shaka sambil bersidekap, penasaran menunggu jawaban pria muda ini.
“Tidak ada Pak,” Shaka berusaha untuk tetap terlihat tenang.
Laki-laki itu tidak lagi berbicara, ia menengadahkan tangannya pada Shaka, meminta kunci yang sedang di pegang Shaka. Dengan berat hati Shaka memberikan kunci itu pada kepala sekolahnya.
“Ruangan ini dilarang dimasuki oleh siapa pun tanpa izin. Tapi kamu sudah berani masuk tanpa izin. Selama satu minggu, kamu dilarang datang ke sekolah. Suruh orang tuamu datang ke sekolah dan saya akan berbicara dengan mereka,” ucap laki-laki itu seraya bersidekap.
“Orang tua saya sedang di Irlandia Pak, untuk urusan bisnis. Saya rasa mereka tidak akan bisa datang.” Shaka beralasan, karena ia tidak bisa memberi tahu orang tua palsunya.
“Kalau begitu, beritahu saya alamat email mereka, saya akan mengirimkan surat scorsing kamu pada mereka.” Laki-laki ini memberikan pilihan yang sulit pada Shaka.
Shaka terdiam beberapa saat, ia berusaha untuk berpikir. Setelah berpikir dalam, akhirnya ia mengambil buku tulisnya dari dalam tas dan menuliskan sebuah alamat email dan memberikannya pada Fahrizal, sang kepala sekolah.
“Ini alamat email orang tua kamu?” tanya laki-laki berusia senja itu. Menatap tajam Shaka di balik kacamatanya yang tebal.
“Benar Pak,” Shaka berujar dengan penuh keyakinan.
Fahrizal menyimpan kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku. “Pulanglah, kamu di scors selama satu minggu. Hubungi wali kelasmu dan tanyakan tugas-tugas yang harus kamu kerjakan.” Fahrizal berujar dengar tegas.
“Baik Pak,” Shaka hanya bisa menurut. Di scors selama seminggu sebenarnya tidak masalah baginya. Hanya saja, selama satu minggu ini ia tidak akan bisa bertemu dengan Gayatri. Hah, menyebalkan. Mengapa ia harus seceroboh ini?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Yuyun Arianti
semngt Shaka aku jg penasaran siap dlg di blik kmtian adikmu
2024-02-15
0
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
lagian kamu sih, masa bisa ketahuan. hilang sudah sejenak keahlianmu 😂
2023-08-31
3
k4g
tuh kan
2023-08-29
0