Menjelang malam, Gayatri masih membereskan piring-piring kotor di kedai sotonya. Sudah setengah jam lamanya ia berdiri di depan wastafel, mencuci alat makan yang seperti tidak pernah ada habisnya. Piring bertumpuk di sebelah kanan, mangkuk di sebelah kiri dan gelas ia tumpuk di atas rak yang sudah sedikit reyot.
Saat gadis itu menaruh gelas berikutnya, rak itu sedikit berderit. Ia segera mengambil karet bekas ban motor, lalu ia ikat rak itu pada tiang besi penyangka warungnya. Tangannya yang masih berbusa, ia leletkan begitu saja ke apron yang menutupi tubuh bagian depan. Rambutnya terikat namun berantakan, menunjukkan kalau gadis itu sudah sangat kelelahan hingga tidak memperhatikan penampilannya.
“Permisi,” suara panggilan terdengar di pintu kedai. Gayatri segera menoleh dan ternyata ada seorang laki-laki yang datang.
“Ibumu ada?” tanya laki-laki itu pada Gayatri.
Belum sempat menjawab, suara keributan di luar sudah lebih dulu terdengar. Suara sang ibu yang sedang memaki seseorang terdengar nyaring di telinga Gayatri. “Kalau lo pulang cuma buat molor doang, mending lo kagak usah balik! Lo cuma nyusahin bini sama anak lo doang! Pergi sana lo! Gue capek kerja seharian, duitnya lo ambil buat judi sama mabok-mabokan. Laki gila emang lo!” seru sang ibu.
Gayatri segera menghampiri sang ibu dan meninggalkan begitu saja laki-laki yang ada di hadapannya. Laki-laki itu pun menyusul keluar dan terlihat ibu Gayatri yang sedang mengomeli suaminya yang terduduk di tanah setengah teler. Sudah pasti laki-laki itu kalah berjudi lagi.
“Pergi lo dari sini! Muak gue liat lo! Keadaan keluarga lagi kayak gini, bukannya sadar, malah makin menjadi. Pergi lo sana!” seru wanita bernama Mira tersebut sambil menendang kaki suaminya.
Orang-orang yang melintas memandangi Mira yang sedang berkacak pinggang pada suaminya. Laki-laki itu tidak menimpali, tubuhnya terlalu lemah karena pengaruh minuman. Gayatri segera menghampiri sang ayah dan berjongkok di samping laki-laki itu. Ia menarik tangan lunglai sang ayah dan menaruhnya di bahunya. Ia membantu laki-laki itu berdiri dan beranjak dari hadapan orang-orang yang memandanginya. Bagaimana pun ia tidak bisa membiarkan laki-laki ini menjadi bahan tontonan dan cemoohan orang-orang yang melintas.
“Kagak usah lo urusin Aya! Bapak lo cuma bikin gue kesel! Bisa mati muda gue gara-gara punya laki model begini!” seru wanita itu dengan penuh kemarahan. Saat sedang marah, bahasa Mira memang sangat kasar. Ia tidak melihat di depan siapa ia berbicara.
Tetapi Gayatri tidak menghiraukannya. Ia tetap memapah sang ayah agar masuk ke dalam rumah. Tubuhnya yang kurus dan jangkung, membuat Gayatri sedikit kesulitan membantu laki-laki ini. Tetapi ia tidak menyerah, ia tetap membawa laki-laki itu masuk ke rumah, melalui gang kecil di sela kedai soto dan rumah tetangganya.
“Lo liat aja, sesayang-sayangnya lo sama bapak lo, bapak lo gak bakalan pernah sayang sama lo. Inget itu!” teriak sang ibu. Gayatri tidak menghiraukannya, ia tetap membawa sang ayah masuk dan membaringkan tubuhnya di sofa butut yang sudah berwarna cokelat karena usang.
Gayatri menghembuskan napasnya dengan kasar seraya menatap laki-laki itu beberapa saat. Hatinya meringis melihat laki-laki yang begitu hancur ini. Sudah satu bulan ayahnya seperti ini. Keluar rumah hanya untuk berjudi dan mabuk-mabukan. Menurutnya, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk mengumpulkan kembali uangnya yang habis setelah ia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai mandor di salah satu pabrik garment.
Hembusan napas kasar Gayatri terdengar jelas. Hidupnya satu bulan ini begitu sulit, sangat sulit. Ia dan keluarganya terpuruk karena masalah yang tidak pernah mereka sangka akan menghancurkan keluarganya. Susah payah ia bangkit dari kondisi mentalnya yang tertekan, tetapi lingkungan keluarganya tidak menjadi support system yang baik untuk kesembuhannya. Semua orang di keluarga ini sama-sama terluka. Entah kapan masalah ini akan selesai dan entah sampai kapan Gayatri mampu bertahan dengan kehidupan yang memuakkan ini.
Meninggalkan sang ayah, Gayatri kembali ke dapur kedainya. Ia melanjutkan untuk mencuci alat makan yang belum ia tuntaskan. Di kedai soto yang sudah tutup itu, ada sang ibu yang sedang berbincang dengan laki-laki yang tadi mencarinya.
“Gue belum ada duit lagi buat bayar semuanya. Kasih gue waktu beberapa hari ke depan, seminggu lah. Bisa kan?” pinta sang ibu pada laki-laki yang merupakan salah satu rentenir tempat ibunya meminjam uang. Gaya bicara yang kasar, seolah tepat berhadapan dengan laki-laki ini.
“Ibu minta waktu terus, si bos bisa murka sama saya bu. Masa ibu buka warung tiap hari, tapi masih belum bisa bayar utang?” Laki-laki itu tidak bisa menerima alasan Mira.
“Heh Samsul, lo pikir berapa untungnya dari jualan soto? Kalau gue bisa langsung kaya, kagak bakalan gue minjem duit sama bos lo! Lo pikir gue sama keluarga gue gak perlu makan? Gak perlu menuhin kebutuhan hidup gue? Nih, gue cuma punya duit segini. Mau ambil silakan, kagak lo ambil juga kagak apa-apa!” seru Mira seraya menaruh beberapa lembar uang yang ia dapatkan hari ini.
Laki-laki itu berdecik sebal, selalu saja gagal untuk menagih hutang pada Mira. “Ibu kan punya anak gadis, kenapa gak dijual aja anaknya? Masih perawan kan? Harganya pasti mahal,” ujar laki-laki itu seraya memandangi Gayatri dari tempatnya. Gadis yang selalu terdiam itu memiliki tubuh indah dan berparas cantik, rasanya tidak sulit menjadikan gadis itu sebagai cara untuk menghasilkan uang.
“Heh brengsek! Segila-gilanya gue, gue gak bakal jual anak gue! Pergi lo sana, sebelum gue siram muka lo pake kuah soto!” seru Mira seraya memukul kepala pria itu dengan baki. Kesabarannya sudah habis. Ia berkacak pinggang di hadapan pria tersebut. “Minggat lo, mumpung gue masih bisa sabar!” kali ini telunjuknya menunjuk lurus pada pintu kedai yang terbuka lebar.
“Hah, resek lo! Di kasih solusi malah ngusir!” seru pria itu seraya berlalu pergi setelah mengambil beberapa lembar uang yang diberikan Mira.
“Lo catet duit yang lo ambil! Awas kalau lo tilep. Awas juga kalau masih berani mikirin anak gue!” seru wanita itu seraya membanting pintu kedai soto dengan kasar.
Terdengar sekali napasnya yang berhembus kasar, tanda kesal pada laki-laki yang menghinanya. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut pusing, sepertinya darah tingginya kambuh lagi. Dari tempatnya ia memandangi Gayatri yang tetap anteng dengan pekerjaannya mencuci piring. Ia sadar benar, kalau anak gadisnya sudah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi gadis yang cantik dan menarik. Itu salah satu alasan mengapa ia tidak pernah mengajak Gayatri ke pasar, karena banyak preman pasar yang menggoda putrinya
Akhirnya, wanita itu menghampiri Gayatri dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam tas pinggangnya. “Besok lo beli rok yang baru. Jangan di pake lagi rok pendek begitu!” ujarnya seraya menyodorkan uang itu pada Gayatri.
Gadis itu hanya melirik, tidak berniat sedikit pun menimpali ucapan ibunya dan malah melanjutkan mencuci piring.
“Gue punya duit, makanya gue nyuruh lo beli rok yang baru! Sekalian lo beli baju atasan yang lebih longgar, jangan ngetat begini!” imbuh wanita itu seraya mencubit pinggang Gayatri dengan harapan baju seragam Gayatri tercubit. Dadanya yang mulai berkembang itu, membuat lekuk tubuh Gayatri terlihat sangat menarik.
Gadis itu tetap tidak menimpali, ia segera menyelesaikan cuci piringnya, lalu membilas tangannya dan menaruh apron di tempatnya. Ia berlalu pergi dari hadapan sang ibu. Ia tidak mau menerima uang dari Mira, karena baginya lebih baik uang itu dipakai untuk membayar utang keluarganya daripada dipakai untuk membeli baju seragam baru.
“Heh! Aya! Lo susah banget ya di bilangin!” gertak wanita itu seraya melempar sandal jepit yang ia gunakan ke arah Gayatri. Sandal itu mengenai punggung Gayatri hingga menyisakan noda kotor di punggungnya. Tetapi gadis itu tidak berbalik, ia malah melanjutkan langkahnya menuju rumah. Ia lelah dan tidak lagi ingin mendengar ocehan sang ibu.
“Galih... Galiih...” di pintu kamarnya, langkah Gayatri terhenti sesaat ketika mendengar suara sang ayah yang memanggil sebuah nama. Ia melihat sang ayah yang terisak dan matanya berair. Sepertinya laki-laki ini mimpi buruk. Ia pandangi sejenak wajah laki-laki itu sebelum kemudian masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Gayatri sudah tidak ingin mendengar rengekan semacam itu lagi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Yuyun Arianti
masih pensarn mngkinkh gytri knal adiknya shaka
2024-02-15
0
Bunda dinna
Mungkinkah ayah Gayatri yg jadi saksi kematian Rasya??
Biar pun kasar tetep salut sama bu Mira
2023-08-27
2
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
Harusnya Ibunya ngasih tau beli baju gitu biar mata cowok ga jelalatan, mungkin Aya bisa paham trus beli baju baru deh. klo ga dibilang jadinya dia ga paham kan maksud ibunya.
Jangan jangan keluarga Aya terlibat dalam kasuh pembunuhan adik Shaka itu, mungkin mereka ikutan jadi korban
2023-08-27
3