Di jam seharusnya mereka pulang, kelas XII IPS 1 malah di penuhi oleh siswi dari kelas lain. Mereka bergantian berkenalan dengan sosok Shaka yang begitu terkenal dalam waktu beberapa jam saja. Ada yang membawakan remaja itu bunga, cokelat, minuman bersoda, makanan camilan dan hal lain untuk mengungkapkan perasaan suka mereka. Seorang Shaka yang tampan dan ramah itu begitu di gandrungi para gadis.
Shaka menerima hadiah-hadiah itu dengan senang hati, tidak ada satu pun hadiah yang ia tolak. Mejanya sekarang penuh dengan hadiah. Beberapa siswi memintanya bertukar dengan foto bersama dengan Shaka dan beberapa di antaranya meminta bertukar dengan nomor handphone. Shaka memberikan nomor handphonenya pada para gadis itu, namun tidak satu pun nomor mereka yang Shaka simpan. Ia memang hanya tebar pesona saja, untuk memperbanyak sumber informasi tentang sekolah ini.
Di tengah keriuhan para gadis itu, gadis bernama Gayatri itu baru kembali dari toilet. Ia berjalan dengan santai menuju mejanya untuk membereskan alat-alat tulisnya dan bersiap untuk pulang. Sepertinya ia tidak bisa melaksanakan piket kelas hari ini, karena para gadis tidak henti mendatangi kelas ini. Shaka memperhatikan gadis itu beberapa saat. Sepertinya gadis itu tidak terlalu akrab dengan siswi lainnya. Buktinya beberapa siswi tampak mendelik dan menatap sinis pada gadis yang tadi melewati mereka tanpa permisi.
Tidak lama waktu yang dibutuhkan Gayatri untuk membereskan barang-barangnya. Ia segera mengambil tas ransel kemudian keluar dari kelasnya. Shaka masih memperhatikan dari tempatnya sampai kemudian seorang remaja laki-laki dari kelas lain menghampirinya. Ia berbicara pada Gayatri, tetapi gadis itu tidak menimpali apa pun. Ternyata tidak hanya dirinya yang diabaikan. Diamnya gadis itu malah justru menarik perhatian Shaka.
“Shaka, lo ngapain sih ngeliatin si Aya mulu?” protes salah satu siswi yang sedari tadi terus berkicau mengajak Shaka berbicara.
“Gak apa-apa. Ngomong-ngomong, kenapa dia diem aja?" Shaka bertanya karena penasaran.
"Dia emang gak suka ngomong. Udah biarin aja." Gadis bernama Indah memalingkan wajah Shaka dari sosok Gayatri yang kemudian keluar dari kelas mereka.
"Okey, dia gak menarik kok, kalian yang paling menarik," puji Shaka, membuat gadis-gadis itu tersipu malu. "Tapi ngomongg-ngomong, gue pulang dulu ya. Masih ada urusan nih.” Shaka pun segera beranjak dari tempatnya, mengambil jaket dan tas ranselnya.
“Yah, kok pulang sih... Ini kan masih siang. Jalan dulu, bisa kali." Gadis bernama Indah itu memang yang paling agresif.
"Iyaa, rumah lo di mana sih, pake buru-buru balik segala? Boleh kali gue main?” imbuh gadis lainnya dengan manja.
“Lain kali ya cantik, gue belum bisa bawa anak orang ke rumah. Sampe ketemu besok,” ucap Shaka seraya berlalu pergi setelah melempar senyum manisnya.
“Aaakkk, gue di bilang cantiikkk,” Gadis bernama Indah itu tersenyum senang mendengar pujian Shaka. Wajahnya langsung merona dan ia tangkup dengan kedua tangannya yang dingin dan gemetar.
“Cieee....” goda teman-temannya bersamaan. Gadis berkulit kuning langsat itu tersipu malu, ia menyembunyikan wajahnya di balik punggung salah satu sahabatnya.
“Cocok gak sih gue sama Shaka?” tanya gadis itu penuh harap. Dari sorot matanya, sudah jelas ia ingin di jawab cocok.
“Cocok kok, iya kan?” tanya Winda, sahabat Indah.
“Iya, cocok.” Beberapa orang menjawab tetapi kemudian pergi meninggalkan gadis itu. Mereka malas kalau harus bersaing dengan seorang pick me girl di sekolah ini.
Di depan gerbang, sebuah sepeda motor matik melaju kencang meninggalkan bangunan sekolah bertaraf internasional itu. Pengendaranya adalah seorang gadis yang pulang dengan tergesa-gesa. Ibunya sudah mengiriminya pesan beberapa kali, karena membutuhkan bantuannya.
Aya, nama yang tertulis di setang kanan motornya. Ia menambah kecepatan laju motor maticnya agar bisa segera sampai di rumah. Melewati jalanan raya yang ramai dan padat, ia bersaing dengan pengendara lain yang tampak begitu arogan. Sesekali Gayatri harus mengalah dan memilih lajur kiri agar tidak tersengol kendaraan lain yang terus membunyikan klakson di belakangnya. Suasana jalanan memang sangat panas dan membuat emosi mendidih.
Napasnya bisa sedikit lega setelah akhirnya ia bisa berbelok ke gang menuju rumahnya. Sebuah kedai penjual soto terlihat dari kejauhan dan ramai pengunjung. Di sore hari pengunjungnya memang cukup ramai karena biasanya banyak karyawan pabrik yang baru bubar dan membeli lauk atau sekedar makan di sana.
Tiba di kedainya, Gayatri segera memarkirkan motornya. Ia masuk sebentar ke rumahnya yang ada di belakang kedai dan mengganti baju seragamnya dengan kaus sederhana. Semua buku dan tas sekolah ia taruh di kamarnya dan segera menghampiri yang ibu yang sedang sibuk. Masuk ke dalam kedainya dan suara riuh pengunjung pun terdengar jelas. Ia mengambil celemeknya lantas menghampiri meja pemesanan.
“Nih, buat meja nomor empat,” ucap sang ibu yang langsung memberikan bakinya pada Gayatri.
Gayatri tidak banyak bicara, ia segera membawa baki itu menuju meja nomor empat dan menaruh pesanannya di sana.
“Aya udah pulang sekolah?” tanya seorang laki-laki paruh baya yang terlihat senang melihat gadis itu melayaninya.
Gadis itu hanya membisu, lantas mengeluarkan ballpointnya dan mencoret menu pesanan, sebagai tanda makanan sudah ia sajikan. Setelah itu ia kembali ke meja pemesanan dan mengambil pesanan berikutnya.
“Tuh anak udah kayak es batu aja. Dieeemmm, mulu,” komentar lelaki tua tersebut sambil memperhatikan Gayatri dari tempatnya.
“Maklum lah, anak gadis kadang emang begitu. Anak gue juga begitu, biasanya gara-gara lagi dateng bulan,” timpal teman makan laki-laki tersebut.
“Iya, tapi dulu si Aya kagak begitu. Anaknya rame, kayak burung beo. Kangen gue sama Aya yang dulu,” ucap laki-laki itu. Ia salah satu langganan di kedai ini dan cukup mengenal Gayatri.
“Ya, orang kan bisa berubah. Termasuk rasa soto lo, liat noh kecapnya kebanyakan.” Laki-laki itu menepuk tangan sahabatnya. Karena asyik memperhatikan Gayatri, ia sampai tidak sadar kalau ia sudah menaruh banyak kecap di kuah sotonya.
“Astaga!!! Ngapa lo kagak ngingetin gue dari tadi sih!” Laki-laki itu kesal sendiri. Cepat-cepat Ia menaruh botol kecapnya dengan kasar.
“Gak apa-apa, kecap mahal itu, si malika, dari biji kedelai hitam pilihan. Kapan lagi lo makan soto kayak makan kolek, hahahaha....” laki-laki berkemeja biru itu malah tertawa puas melihat kemalangan temannya.
“Akh, sialan emang!” dengusnya walau pada akhirnya, tetap saja ia memakan soto yang berwarna kehitaman itu. Terlalu manis, tetapi apa boleh buat. Ia tetap harus menghabiskannya. Uangnya sudah ia jatah untuk makan satu porsi saja
****
Di sebuah ruas jalan yang sepi, sebuah sepeda motor melaju kencang membelah jalanan. Ia sengaja menghampiri kerumunan genk motor yang malam itu sedang melakukan balapan liar. Beberapa sepeda motor berjejer rapi, bersiap menunggu balapan di mulai. Salah satunya adalah Shaka. Demi bisa berbaur dengan genk motor mana pun, ia mendatangi setiap genk motor. Ikut dalam kegiatan mereka, salah satunya balapan liar. Ini adalah genk motor ke enam yang ia dekati dalam waktu satu bulan ini.
"Kalian udah siap?" tanya seorang gadis yang memegangi syal berwarna merah di tangannya. Suara riuh penonton balapan pun terdengar jelas. Mereka meneriakkan nama pembalap dukungan mereka, kecuali Shaka. Laki-laki ini belum memiliki pendukung satu pun. Ia bahkan belum menunjukkan wajahnya di hadapan rival-rivalnya. Wajah tampannyaa masih tertutupi kaca helm yang gelap.
"Siap!" seru wanita itu seraya mengangkat syalnya tinggi-tinggi. Para pembalap bersiap di tempatnya. Mereka memainkan handle gas motornya, hingga menghasilkan suara auman dari mesin motor mereka. Kakinya bersiap menginjak pedal di sisi kanan. Tatapan Shaka begitu fokus pada jalanan beraspal hitam yang mengkilat terkena cahaya lampu malam.
"YA!" teriak gadis itu dan masing-masing sepeda motor pun mulai melaju dengan kencang.
Mereka saling memacu kecepatan kuda besinya dengan maksimal, menggunakan strategi terbaik saat harus menyalip di tikungan. Menjaga keseimbangan agar tidak bergesekan dengan pembalap lainnya. Ada beberapa orang yang curang, dengan berusaha menendang pembalap lainnya. Beruntung Shaka bisa menghindari itu. Ia lolos dari para rivalnya dan sepeda motornya melaju paling depan hingga sampai di garis finis.
"Wuhuuu!!!" teriak para penonton saat Shaka mengerem motornya hingga bagian belakang motornya terangkat. Ia juga berdiri di atas motornya dengan satu tangan yang memegangi stang sementara satu tangan lainnya mengepal di udara menunjukkan kekuasaan dan kemampuannya.
Meski tidak menunjukkan wajah dan identitasnya, seorang Shaka menjadi bintangnya malam ini. Laki-laki yang mendapat julukan 'Black rider' ini berhasil mendapatkan uang jutaan rupiah. Sebagian ia hambur-hamburkan untuk mentraktir para pembalap itu. Semua ia lakukan untuk memuluskan langkahnya berkenalan dengan anggota genk motor itu. Penjelajahan Shaka akan berakhir dengan pertanyaan,
"Lo tau kasus pembunuhan di pertigaan jalan menuju bogor?" tanya Shaka. Para pembalap itu saling menoleh dan mereka kompak menggeleng. Lagi, usaha Shaka gagal untuk mencari jejak pembunuh adiknya. Seperti yang dikatakan sang tante, kalau polisi memberikan pernyataan bahwa Rasya di bunuh oleh anggota genk motor dan hingga saat ini mereka belum menemukan pelakunya. Tidak ada saksi ataupun barang bukti yang bisa jadi petunjuk, hingga akhirnya kematian Rasya menemui jalan buntu.
"Tidak, ini tidak buntu. Aku pasti menemukan siapa pembunuhmu, Rasya," batin Shaka seraya berlalu pergi meninggalkan area balapan. Apa yang ingin ia tahu, sudah ia dengar dan hasilnya masih nihil.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Bunda dinna
G ada saksi kasusnya di tutup..kalau saksi dan bukti jelas maka hukuman akan di sunat sepanjang mungkin buat beruang
2023-08-27
1
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
mungkin kasus nya ditutupi orang tua pelaku yang punya banyak uang kali
2023-08-27
3
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
hahahaa...makan soto berasa makan kolak tuh, maniisss 😂😂😂
2023-08-26
1