Tubuh Gayatri masih gemetaran setelah kejadian tadi. Ia segera masuk ke kamarnya dan mengurung dirinya sendiri di dalam kamar. Ia melepas baju baru yang kotor dan ia masukkan ke dalam keranjang cucian. Setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi. Menyiram tubuhnya yang terasa gerah dan kotor. Lebih dari itu, ia ingin menenangkan dirinya di bawah guyuran air yang membasahi tubuhnya.
Gayatri masih berpikir, bagaimana bisa laki-laki itu begitu berani mengikuti. Memaksanya untuk berbicara padahal sudah jelas laki-laki itu memberi banyak ketakutan pada Gayatri. Laki-laki itu yang menjadi penyebab ia mengalami trauma hingga sekarang.
Gadis itu terisak di bawah guyuran air, tetapi suaranya tidak keluar hanya dadanya saja yang bergerak naik turun dan sesak. Beragam ingatan dalam kondisi gelap kembali muncul di pikirannya dengan begitu menakutkan.
Orang-orang berteriak padanya dengan sangat keras. Suara itu masih terdengar hingga sekarang meski Gayatri sudah menutup telinganya. Gayatri sampai mengusap wajahnya beberapa kali untuk menghilangkan bayangan hitam yang memenuhi pikirannya. Ia ingin berteriak, tetapi lagi suaranya tidak keluar.
Sekitar sepuluh menit Gayatri membersihkan tubuhnya hingga ia menggigil kedinginan. Ia segera berpakaian, tetapi memilih tetap berdiam diri di kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas Kasur busa dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut bermotif doraemon.
“Ayaa, kenapa lo? lo sakit?” suara itu milik sang ibu. Ia khawatir karena anak gadisnya tidak juga keluar dari kamarnya. Padahal biasanya gadis itu hanya berganti pakaian lalu segera kembali ke kedai dan membantunya.
“Lo jatoh apa gimana?” Mira berusaha mendorong pintu kamar Gayatri, tetapi terkunci. “Akh, sial!” dengus wanita itu sambil memukul daun pintu Gayatri. Perasaannya mulai tidak karuan setiap kali melihat sikap Gayatri yang seperti ini.
“Kalau lo sakit, lo minum obat. Lo luka gak? Sini gue liat dulu.” Sang ibu masih berusaha membujuk.
Merasa kasihan dengan sang ibu yang mengkhawatirkannya, akhirnya Gayatri turun dari ranjangnya. Ia membuka pintu kamarnya dan wajah cemas wanita itu langsung terlihat. Wajahnya tampak terkejut dan bergegas membuka pintu kamar Gayatri lebih lebar.
“Lo sakit?” Mira segera memegang dahi Gayatri, tidak teraba panas. Ia juga memeriksa lengan dan kaki Gayatri, khawatir sang anak terluka. “Hah, syukurlah,” wanita itu yang menghembuskan napasnya lega. Terlihat jelas kelegaan di wajahnya karena anak gadisnya tidak terluka.
Andai Mira tahu bahwa bukan tubuh Gayatri yang terluka, melainkan mentalnya. “Kalau lo capek, lo gak usah bantuin di kedai. Ada bapak lo yang hari ini lagi rajin banget. Lo istirahat aja, tapi pintunya jangan di kunci,” pesan Mira.
Gayatri tidak menimpali, ia kembali ke atas tempat tidurnya dan membaringkan tubuhnya di sana. Tubuhnya pun ia selimuti, padahal matahari masih cukup terang. Melihat gelagat Gayatri, Mira seperti paham kalau bukan tubuh putrinya yang sakit, melainkan psikisnya.
“Minum obatnya, tapi makan dulu,” pesan sang ibu seraya mendekatkan sebotol obat yang biasa Gayatri minun. Ia melihat mata Gayatri yang berkedip pelan, seolah mengiyakan ucapannya.
Setelah memastikan Gayatri baik-baik saja, wanita itu pun kembali ke kedainya. Ada banyak pelanggan yang menunggunya. Sementara itu, Gayatri menyalakan ponselnya. Ada beberapa pesan masuk ke aplikasi messangernya.
“Lo baik-baik aja?” pertanyaan itu dikirimkan Shaka. Rupanya laki-laki itu juga mencemaskannya.
Gayatri memilih untuk tidak membalasnya. Ia membuka gallery ponselnya dan melihat foto-fotonya bersama Rasya. Foto saat mereka tertawa bersama dan berolah raga di lapang basket. Remaja yang sering dikatai lemah ini memang hanya bisa bermain basket. Itu pun di ajarkan oleh Gayatri.
Tetapi kalau soal pelajaran, otak Rasya sangatlah encer. Nilainya selalu sempurna. Itu mengapa Gayatri selalu meminta bantuan Rasya untuk mengajarinya. Menemaninya mengerjakan peer dan mengerjakan tugas bersama-sama. Semua perbedaan itu yang membuat hubungan Gayatri dan Rasya bisa di bilang saling melengkapi.
Mengingat semua kebersamaannya dengan Rasya, akhirnya Gayatri memilih untuk beranjak. Ia mengambil jaket dan helmnya, juga dompet kecil yang hanya menyisakan beberapa lembar uang. Ia melajukan sepeda motornya untuk pergi ke suatu tempat, tempat yang sudah dua minggu ini tidak ia datangi.
Di sebuah toko bunga ia sempatkan untuk mampir. Seperti biasa ia membeli setangkai bunga lili yang dimasukkan ke dalam plastik. Wangi bunga lili itu menemani perjalanan Gayatri menuju sebuah pemakaman. Ia memarkirkan motornya di dekat pintu gerbang makam. Berjalan melewati beberapa makam lainnya dan berbelok ke sebelah kiri.
Makam laki-laki bernama Arrasya Haikal itu berada di pojok. Gayatri menaruh bunga lili itu di dalam vas yang berada di samping nisan Rasya. Ia berjongkok di samping makam itu dan mengusap nisan dengan lembut.
“Rasya,” nama itu yang dipanggilnya. Mata bulatnya menatap nisan Rasya dengan nanar. Ia mengigit bibirnya kelu untuk menahan tangis. “Gue datang lagi, gue kangen sama lo.” Gayatri membatin, mata bulatnya kembali basah oleh bulir air mata yang menetes.
“Lo tau Rasya, di kelas kita ada anak baru. Namanya Shaka. Dia suka banget gangguin gue. Oh enggak, dia ganggu semua anak Perempuan di kelas kita bahkan di kelas lain. Kelas kita udah macam pasar malam aja. Rame terus dengan suara tawa para siswi." Hati Gayatri berdialog lirih.
"Belum seminggu di sekolah kita, tapi dia udah jadi siswa paling popular. Dia juga pernah ngerjain gue dengan ngiket roda motor gue. Akh, pokoknya nyebelin banget.”
“Rasya, gue gak ngerti kenapa dia pengen banget ngobrol sama gue. Gue ngerasa gak nyaman tiap deket dia. Matanya mirip lo, Sya. Cara dia makan juga mirip lo. Kalau makan roti yang berselai, suka dia balik dulu rotinya, baru dia makan. Pokoknya satu tingkah dia itu mirip lo."
"Gue sempet mikir, apa cara makan roti kayak gitu emang kebiasaan para cowok pinter? Yaa, dia pinter banget. Dia bisa jawab pertanyaan pak Hartoyo yang menurut gue susah. Dia jago Pelajaran Sejarah, sama kayak lo. Gue gak tau kenapa dia banyak miripnya sama lo, padahal lo gak kenal dia. Kalian juga belum pernah ketemu. Kenapa ya Sya?”
Gayatri mematung beberapa saat. Ia berpikir dengan serius tentang kemiripan Shaka dan Rasya. Ia sempat berpikir kalau mungkin dua laki-laki ini bersaudara, tetapi ia ingat Rasya pernah bilang kalau ia anak tunggal.
“Kenapa gue jadi mikirin dia yaa? Dia cowok paling freak di sekolah kita. Gue sebel sama dia. Belum lagi dia nantangin Dewa tanding renang besok, sebagai hadiahnya dia minta ngobrol sama gue. Sarap kali ya tuh orang?"
"Walaupun di menang kan yang punya mulut gue, bukan si Dewa. Gue yang nentuin mau ngomong apa nggak sama dia. Hah, gue malas banget. Gue lebih suka ngobrol sama lo kayak gini. Lo kangen gak sih sama gue Sya? Kok gak pernah mampir ke mimpi gue?”
Gayatri kembali terdiam, ia menatap nama Rasya dengan tanggal lahir di bawahnya. Sebulan lagi sahabatnya akan berulang tahun. Dia pernah berkata kalau setelah usianya genap 18 tahun, dia akan belajar mobil. Dia mau mengajak Gayatri naik mobil offroad dan berjalan-jalan di Bromo. Ia ingin mengulang kembali camping mereka yang sempat gagal beberapa bulan lalu. Sayangnya semua itu hanya tinggal rencana.
“Ulang tahun lo nanti, gue mau ke Bromo ya. Gue mau camping dua malam. Lo boleh hadir di mimpi gue Sya. Kita rayain ulang tahun lo di sana. Hem?” lagi Gayatri membatin.
Diusapnya kepala nisan Rasya dengan lembut, lantas ia kecup. “Gue sayang sama lo, Sya. Gue juga minta maaf,” imbuh gadis itu seraya mengusap air matanya yang kembali menetes. Ia ingat persis kalau Rasya sangat tidak suka melihatnya menangis. Katanya kalau Gayatri menangis, hidungnya merah seperti b^bi.
Beberapa saat ia memandangi nisan itu dengan hati yang berat. Terlalu banyak kesalahan yang ia perbuat pada sahabatnya dan kesalahan terbesarnya adalah karena ia tidak bisa melakukan apa pun saat melihat sahabatnya pergi di depan matanya.
****
Di sebuah Lorong yang gelap, Gayatri berjalan seorang diri. Ia melihat ke sisi kiri dan kanan, semuanya gelap, tidak ada cahaya sama sekali. Tangannya terrentang, meraba-raba mencari pegangan di sisi kiri dan kanannya. Rupanya ada dinding batu di sisi kiri dan kanan Gayatri.
Di depan sana, ia melihat cahaya. Tidak hanya itu, ada siluete tubuh dua orang laki-laki yang tergambar jelas. Seorang laki-laki sedang disudutkan ke dinding sementara laki-laki lainnya sedang mencengkram leher lawannya.
“Rasya! Itu lo?” seru Gayatri dengan suara yang menggaung di Lorong itu. Gayatri segera berlari menghampiri bayangan itu. Ia melihat bayangan itu meronta-ronta, kakinya sampai terangkat jauh dari tanah “Rasya!” lagi Gayatri berteriak, ia ingin berlari sekencangnya tetapi kakinya sangat sulit di langkahkan.
“Aaya, tolong gue Aya,” samar ia mendengar suara Rasya yang memanggil namanya. "Aya, sesak Ya...." kali ini Rasya mengeluh.
“Iya, gue mau nolongin lo, tapi kenapa kaki gue berat banget. Akh sial! Ini kenapa susah banget sih gue mau lari.” Gayatri kesal sendiri. Tubuhnya sudah berkeringat melawan rasa sulit melangkahkan kakinya.
“Ayaaa, tolong gue Ayaaa….” Suara Rasya mulai berbalut tangisan.
“Iyaaa, ini gue mau ke situ brengsek! Kenapa susah banget!” seru Gayatri yang mulai gemetar menahan kesal. Air matanya bercucuran merasakan getir membayangkan Rasya yang kesesakan karena di cekik seseorang.
Dengan usaha yang berat, kakinya mulai menginjak awal cahaya di Lorong itu, ia sedikit lega karena akhirnya bisa menghampiri Rasya yang sedang berontak berusaha melepaskan cekikan di lehernya.
Gayatri melayangkan tangannya hendak memukul pundak orang yang mencekik Rasya, tetapi tiba-tiba saja sebuah tangan kokoh menariknya menjauh dari Rasya. Menyeret tubuh Gayatri entah ke mana seraya membekap mulutnya.
“Eemmhh!! Eemmhh!!” Gayatri berusaha berontak. Tangannya meronta-ronta, menjambak rambut laki-laki di belakangnya.
“Aya, tenang Aya. Lo aman sama gue Aya!” seru laki-laki itu dengan suara besar. Gayatri menggigit tangan yang membekap mulutnya hingga terlepas. “Akh!” pemilik tangan kokoh itu mengaduh. Gayatri menendang kaki laki-laki di belakangnya hingga berhasil terbebas. Ia kembali berlari dengan susah payah menghampiri Rasya.
“Rasya! Rasya!” teriak Gayatri. Tetapi sayangnya hanya hatinya yang berteriak, suaranya tidak terdengar sama sekali.
“Ayaa, tolong gue Aya.” Suara Rasya yang semula jelas, perlahan melemah.
“RASYA!!! Lo di mana?” Gayatri berteriak sekuat tenaga, tetapi lagi suaranya tidak keluar.
“Aya! Tenang Aya! Buka mata lo! hey, BUKA!!!”
Plak!
Satu tamparan akhirnya menyadarkan Gayatri dari mimpi buruknya. Mata bulatnya yang basah itu kini terbuka lebar. Ia menatap kaget pada wajah Mira dan Barkah yang ada di hadapannya. Tubuhnya gemetaran dengan napas yang terengah.
“Lo mimpi apa hah?!” seru Mira seraya menarik tangan Gayatri untuk membangunkan putrinya lalu memeluknya.
Gayatri tidak menjawab, ia masih sangat ketakutan dan bingung.
“Lo aman sama gue, lo aman. Tadi cuma mimpi, mereka cuma mimpi buruk lo,” ujar Mira sambil mengusap-usap punggung sang putri yang gemetaran.
Ia tidak tahu mimpi buruk apa yang hadir di tidur Gayatri. Yang jelas gadis itu meronta-ronta hingga nyaris terjatuh dari ranjangnya. Kakinya bahkan menendang-nendang ia dan Barkah. Kalau saja Barkah tidak tidur di sofa, mungkin ia tidak akan mendengar suara ranjang Gayatri yang berderit.
“Semuanya cuma mimpi Aya. Cuma mimpi.” Barkah ikut mengusap kepala Gayatri yang basah karena keringat. Anaknya masih sangat ketakutan dalam pelukan sang istri.
Gayatri hanya terdiam dengan pandangan yang kosong. Ia mengigit tangannya sendiri untuk menyadarkan dirinya kalau apa yang ia alami beberapa saat lalu hanyalah mimpi buruk.
Bayangan Rasya sudah tidak ada, suaranya pun sirna. Yang masih terasa hingga saat ini hanya bekapan tangan yang sangat kuat hingga ia tidak bisa bersuara hingga sekarang ini.
****
Bonus Visual Gasha 🤭
Kalau mau liat versi videonya, boleh mampir ke igku naya_handa atau facebook naya handa 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Anis Mawati
gayatri saksi meninggalnya rasya
2025-01-24
0
N'Dön Jùañ Shakespeare
😭😭 ya Allah nyesek 😭😭
2024-02-07
0
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
oalah, yang ngebunuh si Rasya itu siapa yah.
trus yang bekap Aya itu juga siapa👀
2023-08-31
3