Sebuah sepeda motor sport memasuki gerbang sekolah elite dan memancing para siswa yang sedang berjalan di trotoar untuk menoleh pada sang pengendara. Motor itu asing, belum pernah mereka lihat. Hanya saja pengendaranya tampak begitu menarik. Ia mengenakan jaket kulit dengan helm full face berwarna hitam, senada dengan warna motor yang ia kendarai.
Baru beberapa meter ia masuk ke area sekolah, sosoknya sudah menjadi pusat perhatian para gadis di sekolah tersebut. Terlebih saat pengendara itu menghentikan laju motornya di tempat parkir dan melepas helmnya. Ia mengibaskan rambutnya yang sedikit gondrong, mengacaknya dengan asal, hingga mampu memukau banyak pasang mata, terutama para gadis.
“Aaaakkk ganteng bangeeettt!!!” teriak seorang gadis yang mengeram gemas saat melihat remaja tersebut. Kakinya berjinjit-jinjit lincah, gemas sendiri dengan tampilan laki-laki 'Nackal' itu.
“Anak baru ya, kok gue belum pernah liat?” tanya remaja putri satunya. Matanya berbinar melihat asupan vitamin di pagi ini. Katanya melihat laki-laki tampan itu bisa membuat para gadis berumur panjang.
“Gue gak tau, ayo buruan kita samperin,” seru gadis yang mengeram gemas itu sambil menarik tangan temannya.
Mereka berjalan dengan cepat, menyusul lalu mendahului anak baru itu dan menolehnya dengan mata berbinar penuh kekaguman. Laki-laki itu tersenyum dengan manis seraya mengangguk sopan. Lirikan matanya yang tajam membuat jantung remaja putri itu membuncah, berdebaran tidak menentu.
“Aaakkk... senyumnya manis banget anjirr!! Bikin gue langsung mikir mau pake adat apa pas gue nikah sama dia, nanti.” Gadis itu benar-benar dibuat terpesona. Kakinya sampai lemas seperti akan ambruk hingga harus berpegangan pada rekannya.
“Iihh awaaas! Gue mau fotoin dia.” Kawan gadis itu memilih meninggalkan temannya yang sudah jatuh terduduk di lantai tanpa bisa beranjak. Ia lebih memilih mengejar pria tampan tadi.
“Hay, anak baru ya?” tanya gadis itu dengan berani.
“Ya, gue anak baru di sini,” sahut remaja tampan tersebut.
“Aaakkk ramah banget siihhh... love sekebon buat kamu....” Gadis itu mengacung-acungkan jarinya yang berbentuk hati pada remaja tersebut.
Remaja laki-laki itu hanya tersenyum sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan terkena hembusan angin pagi. “Boleh tolong tunjukkin ruang gurunya?” pinta remaja tampan itu.
“Boleh bangeettt, mau ditunjukkin arah ke KUA juga boleh,” timpal gadis itu seraya mengibaskan rambutnya dengan menggoda.
“Lo wangi,” Tidak menimpali tetapi malah memuji, membuat gadis itu ingin berteriak sekerasnya. Wajahnya yang merona tersamarkan oleh tangan yang membekap mulutnya sendiri, kehabisan kata-kata.
“Ayo gue anter,” Gadis itu berjalan dengan bangga di samping anak baru, memasang ekspresi paling cantik yang ia punya. Matanya mendelik angkuh saat siswi lain memandanginya dengan iri.
Kedatangan murid baru itu tidak hanya menarik perhatian anak di koridor menuju ruang guru, melainkan juga mereka yang kelasnya di lantai 2. Para siswi sibuk mengintip dari jendela di kelas mereka dan berseru gemas saat foto anak baru itu bertebaran di grup sekolah mereka.
“Emang boleh yaa seganteng ini?” rengek seorang gadis dengan wajah gemasnya. Penampilannya yang terkesal berandal itu membuat para gadis berharap di culik.
“Anjirrr, cakepnya gak ada obeng! Siapa sih namanya?” Gadis lainnya menimpali. Mereka berkumpul di meja paling depan dan membuat kegaduhan, saling bertanya kira-kira kelas mana yang akan di huni anak baru itu.
“Anak baru siapa sih?” tanya salah satu siswa yang cukup populer di sekolah tersebut. Gayanya sedikit urakan dengan dua kancing paling atas sengaja di buka, demi mempertontonkan tato metalnya.
“Gak tau, sok cakep anjir. Gue jamin dia di gak bakal betah di sekolah di sini,” sahut anggora genk lainnya.
Suara-suara ricuh itu terus terdengar mengganggu fokus para siswa yang seharusnya belajar. Hanya ada satu orang yang tidak terusik. Ia memilih memakai earphonenya dan mendengarkan lagu yang menenangkan sambil melanjutkan gambar yang sedang ia buat. Gadis berambut panjang itu tidak peduli sama sekali dengan lingkungannya. Ia hanya ingin menikmati waktunya seorang diri.
“Dia di sini, dia di sini!” seru seorang siswi yang segera berlari masuk ke dalam kelas.
“Aakk iyaa bener,” seru gadis lainnya. Mereka mengintip lewat jendela kelasnya untuk melihat anak baru yang menciptakan kegemparan di pagi hari ini. Laki-laki itu berjalan di belakang seorang guru berusia pertengahan. Di tangannya membawa tongkat yang biasa ia gunakan untuk menghukum para muridnya. Kali ini ia gunakan untuk memukul dinding dan jendela tempat para siswi mengintip sosok anak baru itu.
“Masuk kelas, masuk kelas!” seru guru tersebut sambil memukul-mukulkan tongkatnya ke dinding. Sesekali memutar tongkat itu dengan lihai, layaknya seorang mayoret.
“Yaaa, masih mau liat Pak,” protes salah satu siswa.
“Liat apa? Belajar kalian! Jangan malah ngecengin anak baru,” ucap laki-laki itu sambil memukul tembok dengan tongkatnya.
“Bilang aja bapak kalah pamor, jadi iri, Chuax! Hahahaha....” ledek salah satu siswa.
“Iya, macam tuan muda dan anunya, hahahaa...” timpal siswa lainnya.
“Anunya apa? Nanti kalian ke ruangan saya ya! Saya hukum karena berbicara tidak sopan!” seru laki-laki tersebut, tidak terima.
“Akh gak asyik, beraninya main hukum aja! Kabur akh, takut diceramahin plus di kasih bonus cipratan air suci yang muncrat dari mulutnya, hahahaha....” ucap salah satu siswa yang segera berlari menuju kelasnya.
“Astaga, anak sekarang. Tidak punya rasa hormat dan sopan santun sama sekali terhadap guru. Nanti saya hukum, malah saya yang dihajar orang tuanya. Ckckcck,” keluh laki-laki itu sambil mengusap dahinya yang berkeringat juga sudut bibirnya yang mengumpulkan busa putih. Ia menoleh remaja pria di belakangnya dan anak itu hanya tersenyum seraya mengangguk.
“Iya sih, kamu memang ganteng. Saya juga dulu lebih ganteng dari kamu. Ingat, jaga sikap ya, jangan ganteng doang tapi kelakuan minus. Jangan sampai kamu terbawa arus buruk sekolah ini.” Pria berkacamata itu mencoba memperingatkan.
“Siap, Pak,” sahut laki-laki itu dengan tegas.
"Astaga! Ngagetin aja kamu." Laki-laki itu mengusap dadanya yang terhenyak. "Kok bisa suara kamu lantang begitu? Jakunnya pake bass stereo ya?" sempat-sempatnya laki-laki itu memperhatikan jakun muridnya.
Siswa itu tersenyum kecil melihat rasa penasaran gurunya. "Jangan sok ganteng kamu, pake senyam-senyum segala. Kamu pikir saya bakal terpesona?" Kesal rupanya melihat wajah tampan itu seolah mengejeknya.
"Jelas tidak. Yang ada, saya yang terpesona sama bapak." Remaja itu menimpali dengan kalimat yang menyenangkan. Guru tampan pada zamannya itu pun tersenyum bangga. Mengusap golpnya yang tersisir rapi. Ia tidak sadar kalau muridnya sedang menebar senyum pada para siswi yang mengintipnya di jendela. Para gadis itu sampai bersorak kegirangan.
Memasuki kelas, suara pukulan tongkat di meja guru membuat para siswa segera duduk di kursinya masing-masing. Suasana tidak lantas tenang, melainkan cukup riuh dengan suara bisikan para siswi yang membicarakan siswa baru yang berdiri tegak di depan kelas. Laki-laki itu berdiri dengan gagah, tas punggungnya hanya ia selempangkan sebelah. Terlihat keren dengan jaket kulit yang membungkus tubuhnya.
“Saya tau kalian bisik-bisik nunggu dia memperkenalkan diri. Ayo cepat, perkenalkan diri kamu,” ucap guru tersebut pada murid barunya.
“Baik Pak.” Remaja itu segera menegakkan tubuhnya dan maju satu langkah. Tatapan matanya yang menghanyutkan itu menyapu seisi ruangan yang menatapnya penuh perhatian. Ia sedikit tersenyum pada siswi yang menatapnya penuh rasa penasaran. Menunggu benar ia menyebutkan namanya.
“Perkenalkan, gue Shaka Praditya. Kalian boleh manggil gue Shaka,” ucap Shaka dengan lugas.
“Oohh, namanya Shaka,” seorang gadis mengulang namanya seolah yang lain tuli.
Shaka hanya tersenyum kecil seraya merapikan helaian rambutnya yang menutupi satu sisi wajahnya, ada bonus kedipan mata yang membuat gadis itu melunglai, jatuh terkulai di mejanya. Hari ini, nama Shaka Praditya resmi menjadi identitas baru Shaka di sekolah ini. Seorang siswa kelas 3 SMA berusia delapan belas tahun yang terlihat tampan, maskulin dan keren. Kesan remaja nakal terlihat jelas dari tindikan di telinga kirinya. Ada tato kecil di punggung tangannya, tato berbentuk hewan kalajengking yang membuatnya terkesan macho.
Semua identitas ini ia gunakan demi bisa berbaur dengan para siswa di sekolah sang adik yang meninggal satu bulan lalu. Ia sudah bersiap dengan identitas barunya dan siap mencari tahu siapa pembunuh sang adik yang sangat ia sayangi.
“Cukup, kamu boleh duduk. Dan ingat, di kelas tidak boleh memakai jacket. Lepas juga anting kamu itu. Jangan dandan model preman priuk begitu.” Guru itu menunjuk satu meja kosong di depan seorang siswi yang tidak memperhatikan remaja itu sama sekali. Ia lebih asyik dengan gambar di bukunya.
“Baik Pak,” Shaka pun segera duduk di tempatnya. Ia menyampirkan jaketnya di sandaran kursi dan sedikit menyapa gadis yang duduk di belakangnya. “Hay, gue Shaka.” Shaka mengulang untuk memperkenalkan dirinya. Karena sejak tadi, hanya gadis ini yang tidak menoleh ke arahnya. Sibuk sendiri dengan buku dan pensilnya.
Gadis itu tidak menimpali, ia lebih memilih menarik tubuhnya menjauh dari Shaka dan duduk bersandar. Namun dengan begitu, Shaka jadi bisa melihat nama gadis yang pura-pura tidak melihatnya.
“Ga-ya-tri, nama yang unik,” batin Shaka. Gadis itu tidak bergeming sama sekali, lebih memilih memperhatikan guru yang mulai menyuruhnya membuka buku.
"Apa dia buta? Tidakkah ia ingin berteriak atau tersipu seperti gadis lainnya?" batin Shaka seraya mengunyah permen karet di mulutnya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Anis Mawati
muka shaka baby face y thot😁😁😁
2025-01-24
0
Tia rabbani
Gayatri pacar adiknya shaka ya
2023-12-25
0
Ray
moduss wkwk
2023-10-17
0