Alvin pergi sekolah tanpa sarapan, ia masih marah kepada papanya karena masalah semalam.
Aku sarapan di sekolah saja, malas aku bertemu dengan Papa di meja makan, kalau aku sarapan pasti aku bertemu dengan Papa," gumam Alvin.
"Di mana Alvin Ma?" tanya Wijaya karena ia tidak melihat Alvin.
"Sudah berangkat sekolah Pa," jawab Sela.
"Apa dia tidak sarapan?" tanya Wijaya.
"Tidak Pa, mama saja tidak tau dia pergi, bibi yang kasih tau mama kalau Alvin sudah pergi tanpa sarapan, mungkin dia masih marah gara-gara papa marah semalam," jawab Sela.
"Anak itu memang keras kepala, seharusnya Papa yang marah kepadanya," ujar Wijaya.
"Sudahlah Papa tidak usah terlalu keras mendidik Alvin, mama takut Alvin semakin melawan kalau papa marah marah terus," kata Sela menasehati suaminya.
"Mama yang membela Alvin karena itu dia selalu melawan kalau papa kasih tau," kata Wijaya.
"Kenapa mama yang disalahkan," kata Sela tidak terima.
"Papa ke kantor dulu," ujar Wijaya. Lalu ia bangun dari duduknya dan pergi. Ia malas berdebat dengan istrinya.
"Pa, mama belum selesai bicara," kata Sela. Namun Wijaya tidak menghiraukan ucapan istrinya.
**
Sepulang sekolah Alvin kembali ke kantor papanya, sesampainya ia di ruangannya ia segera menyelesaikan pekerjaannya. Tidak lama ia bekerja papanya masuk,
"Kamu minta maaf sama Fani sana!" kata Wijaya. Alvin memandang papanya lama.
"Aku masih sibuk," jawab Alvin singkat.
"Kamu tinggal pekerjaanmu minta maaf sana!" kata Wijaya kembali.
"Aku harus minta maaf, agar aku bisa menyelidiki mereka, aku yakin mereka ada hubungan, karena tidak biasanya papa begitu membela karyawannya.
"Sana pergi!" kata Wijaya kembali ketiga kalinya.
"Iya," jawab Alvin singkat. Lalu ia pergi ke ruangan Fani.
"Aku minta maaf karena membentakmu semalam," kata Alvin malas-malasan.
"Iya tidak apa-apa, lain kali jangan seperti itu lagi," kata Fani sok bijak. Alvin ingin muntah mendengar perkataan Fani. Tidak sengaja Alvin melihat tanda meras di leher Fani. Alvin tau kalau itu tanda apa. Alvin terkejut karena setahu dia Fani masih gadis.
"Dasar cewek gak bener, apa mungkin Fani simpanan papa ya?" kata Alvin dalam hati.
Alvin bekerja kurang konsentrasi memikirkan ada apa hubungannya papanya dengan Fani, ia masih belum bisa menerima seandainya Fani simpanan papanya.
Sore harinya Alvin pura-pura pulang lebih dulu dari kantor papanya, ia sengaja keluar lebih awal dari kantor, agar ia bisa mengintai Fani dan papanya kemana arah pulangnya.
Alvin melihat papanya keluar dari kantor, lalu Alvin menunggu Fani keluar, beberapa saat Fani keluar Alvin mengikuti kemana arah Fani, ia melihat Fani berjalan kaki lumayan jauh dari kantor, ia melihat mobil papanya sudah menunggu di sana, setelah Fani sampai di dekat mobil papanya Fani masuk ke mobil papanya, tangan Alvin mengepal kuat menahan rasa marahnya melihat papanya bersama Fani.
Mobil papanya melaju Alvin segera mengikuti kemana mobil papanya pergi, ia melihat mobil papanya memasuki rumahan mewah, Alvin berhenti di dekat rumah itu ia memarkirkan sepeda motornya tidak jauh dari rumah mewah itu.
"Permisi," kata Alvin saat berada di pintu pagar rumah itu.
"Cari siapa ya?" tanya satpam.
"Yang punya rumah ada?"tanya Alvin pura-pura tidak tau.
"Ada, mereka baru saja pulang," jawab satpam.
"Boleh saya masuk?" tanya Alvin.
"Tunggu sebentar," jawab satpam. Lalu ia pergi kedalam, tidak beberapa lama satpam keluar lagi.
"Maaf mas, saya tidak bisa menerima tamu, mereka saat ini di kamarnya saya tidak berani memberi izin masuk tamu kalau tidak ada izin dari majikan saja," jawab satpam.
"Tidak apa-apa Pak, saya ada sedikit uang ini untuk anak bapak," ucap Alvin sambil memberikan uang kepada satpam.
"Tidak usah Mas," ujar satpam menolak.
"Tidak apa-apa Pak, saya ikhlas memberi bapak uang," kata Alvin. Karena merasa segan kalau menerima uang tidak membuka pintu, satpam membuka pintu gerbang untuk menerima uangnya saat satpam sudah menerima uangnya Alvin berlari masuk kerumah mewah itu.
Satpam terkejut melihat Alvin masuk, satpam buru-buru mengejar Alvin.
Alvin terus berlari dari kejaran satpam, ia terus mencari dimana kamar utama, saat ia menemukan kamar yang paling besar dari kamar lainnya ia segera membuka pintu kamar utama, alangkah terkejutnya Alvin melihat papanya sedang bercumbu dengan Fani.
Wijaya menghentikan aksinya mendengar ada orang masuk kekamar mereka, lalu ia melihat siapa yang berani masuk kekamar mereka tanpa izin.
Wijaya terdiam saat melihat anaknya sudah didepan matanya. Lain halnya dengan Fani, ia malah tersenyum karena ia merasa sebentar lagi akan jadi nyonya Wijaya kalau sudah ketahuan, pikirnya.
"Begini kelakuan papa di belakang mama, aku tidak menyangka papa serendah itu, papa dan kamu Fani menjijikkan," kata Alvin, ia segera pergi setelah mengatakan itu, Satpam terdiam menyaksikan semuanya ia tidak tau harus berbuat apa.
Wijaya buru-buru memakai pakaiannya.
"Biarin saya dia pergi menenangkan diri dulu sayang, percuma bicara sama dia kalau dia masih emosi," kata Fani mencegah Wijaya pergi Wijaya tidak menghiraukan perkataan Fani, setelah selesai memakai pakaiannya Wijaya keluar mengejar anaknya.
Sementara Alvin menaiki sepeda motornya sekencang mungkin agar ia cepat sampai ke rumah.
Sepanjang perjalanan Alvin menangis ia merasa sedih dengan perlakuan papanya.
Wijaya juga melajukan mobilnya sekencang mungkin agar ia bisa cepat menemukan anaknya, ia tidak mau kalau anaknya sampai memberitahu kepada istrinya.
Wijaya melihat Alvin dari kejauhan, ia melajukan mobilnya mendapati Alvin.
Tiiinn! Tiiinn! Tiiinn!
Suara klakson mobil Wijaya terdengar sepanjang perjalanan, tapi Alvin tidak menghiraukannya ia terus melajukan sepeda motornya.
Mobil Wijaya menghadang Alvin. Alvin terpaksa berhenti.
"Ayo papa mau bicara denganmu!" kata Wijaya kepada Alvin.
"Aku tidak mau," kata Alvin menolak.
"Kamu jangan keras kepala, kamu mau papa cabut semua fasilitasmu," kata Wijaya mengancam.
"Terserah aku tidak perduli," jawab Alvin.
"Papa minta maaf sudah bikin kamu kecewa, papa mohon kamu jangan beritahu mama," kata Wijaya memelas.
"Aku akan beritahu mama, agar mama tau siapa suaminya, aku juga akan menyebarkan berita tentang perselingkuhan papa dengan Fani agar semua orang tau siapa papa," jawab Alvin.
"Apa kamu tidak memikirkan dampaknya setelah kamu menyebarkannya, perusahaan Grand Alana akan hancur dan nama baik Papa tercoreng, apa kamu mau hidup susah," kata Wijaya mencoba menasehati anaknya.
"Sudah aku katakan aku tidak perduli, aku bukan orang serakah seperti papa," kata Alvin.
"Jaga omonganmu! kau bisa hidup enak seperti saat ini semua karena kerja keras papa," kata Wijaya merasa tersindir dengan perkataan anaknya.
"Aku tidak pernah meminta apapun dari Papa," jawab Alvin. Lalu Alvin pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
yang dipinta sm Alvin, jadilah contoh yang baik bukan yang amat buruk kayak gini
2023-10-24
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
yaudah lanjut aja mak*siatnya sana
2023-10-24
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
menjijikan
2023-10-24
0