Hidup Terus Berlanjut

Sudah dua minggu lamanya Anha mengurung dirinya sendiri di dalam kamarnya.

20 Juli 2019, itulah tanggal yang terukir dengan tinta berwarna emas pada kartu undangan pernikahan mereka.

Seharunya… hari ini menjadi hari yang paling membahagiakan untuk Anha.

Seharusnya... jika takdir berbaik hati kepadanya, harusnya hari ini  Anha mengenakan kebaya berawarna putih tulang gading yang membalut tubuh langsingnya. Tamu undangan baik lelaki ataupun perempuan pasti akan memujinya kecantikannya dan hal tersebut membuat pipinya merona bersemu kemerahan.

Harusnya... di hari ini Anha  berdiri sambil menyalami satu per satu tamu undangan di pernikahannya dengan Hasan.

Namun itu semua tinggallah angan-angan semata, pada kenyataannya, pernikahan mereka batal. Dibatalkan secara sepihak oleh mempelai laki-laki.

Anha semakin meringkuk dan membungkukkan punggungnya, tidur miring membentuk seperti janin dalam kandungan. tangannya mencengkeram erat seprei ranjang yang berwarna putih itu.

Bahkan yang membuatnya sakit hati adalah Hasan benar-benar tidak memiliki itikad baik sama sekali untuk mendatanginya ke rumah. Hasan seolah hilang ditelan bumi.

Anha tidak muluk-muluk, juga tidak memaksa Hasan untuk meneruskan pernikahan mereka jika memang lelaki itu tidak mau menikah dengannya. Padahal Anha hanya berharap Hasan memutuskan hubungan pernikahan mereka dengan sopan. Mereka kenal baik-baik, harusnya mereka pun pisah dengan cara yang baik-baik juga, bukan? Tapi nyatanya sampai sekarang Hasan tidak ada kabarnya.

“Anha, makan dulu, yuk?”

Suara mama terdengar dari balik pintu kamar, diikuti dengan suara ketukan pada daun pintu kamarnya.

Sekarang Anha sudah makan di luar kamar—lebih tepatnya di ruang makan. Tidak seperti minggu-minggu awal keterpurukannya dulu di mana setiap hari ketika hendak makan mama selalu telaten membawakannya makanannya ke dalam kamar.

Anha tidak ingin merepotkan mama terus menerus.

“Iya Ma, bentar. Nanti Anha keluar,” balas Anha dari dalam sambil mengusap pipinya yang basah akan air mata yang tanpa disengaja tadi sempat menetes.

Kini sudah tidak terdengar lagi suara mama dari balik pintu. Mungkin mama sudah pergi ke ruang makan.

Anha merapikan penampilannya yang acak-acakan agar tidak terlihat menyedihkan di depan mama. Tangannya terulur membuka laci nakas untuk mengambil karet kucir dan kini ia mengikat rambutnya dengan asal.

Anha mulai keluar dari kamar dan bergabung makan dengan mama. Lengang di antara mereka berdua, hanya menyisakan suara pelan dentum dari sendok yang bertubrukan dengan piring. Akhir-akhir ini mamanya juga tidak pernah menyinggung sama sekali segala hal yang bersangkutan dengan Hasan. Mungkin mama bertujuan supaya Anha cepat move on dari Hasan. Mama juga tidak menceritakan jika dia diam-diam menemui Hasan dan Ikram, Anha tidak perlu tahu akan hal itu.

Gerakan mengunyah makanan Anha terhenti sesaat ketika mendengar suara notifikasi dari ponselnya. Anha memeriksa sejenak. Satu pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal pada whatsappnya.

08996453857: Halo, Kak. Selamat siang. Mohon maaf menganggu waktunya sebentar. Kami dari  Elisha Shouvenir ingin menanyanyakan mengenai barang yang sudah dipesan tersebut. Apakah akan kami kirimkan ke rumah kakak atau akan di-cancle, ya, Kak? Apabila pesanan yang sudah disetujui dibatalkan. Kami berencana mengembalikan dana 50% dari biaya souvenir yang sudah kakak pesan tersebut.

Anha menatap pesan tersebut dengan nanar dalam diam, sesekali matanya mengerjab pelan. Itu adalah pesan dari pihak souvenir pernikahan mereka.

Pernikahan yang tinggal menghitung hari itu sudah batal. Meskipun pihak souvenir berbaik hati mengembalikan uang setengah persen, tapi untuk apa? Anha tidak mengharapkanya sama sekali.

Gedung sudah siap, undangan sudah disebar. Bahkan Hasan sudah mengeluarkan banyak sekali uang. Entahlah, Anha lelah memikirkannnya. Dia sudah terlalu lama meratapi nasibnya yang gagal menikah.

Jari-jari lentiknya mengetikkan balasan untuk pihak souvenir perniakan tersebut.

Anha: Maaf, Kak. Perihal tersebut lebih baik kalau Kakak langsung hubungi nomor ini saja, ya….

Anha menambahkan nomor Hasan pada akhir pesan dari whatsappnya tersebut. Biar Hasan yang mengurusnya. lagi pula Hasan yang membiayai itu semua.

“Siapa, An?” tanya mama dengan penasaran karena air muka putrinya berubah menjadi muram.

Anha menggelengkan kepala, memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana dan meneruskan kembali menikmati makannya yang tadi sempat terhenti.

“Nggak siapa-siapa, kok, Ma.”

Sepertinya, besok dia harus ganti nomor telepon saja.

***

Setelah makan siang selesai. Anha mencuci semua piring kotor. Memang dari dulu Anha dan mamanya setiap hari bagi tugas. Kalau mama yang memasak, maka Anha yang membantu bersih-bersih rumah. Seperti menyapu, cuci baju, ataupun cuci piring—kalau sedang malas terkadang Anha tidak mengerjakannya.

Disela mencuci piring, Anha teringat akan sesuatu, dirinya belum mengambil beberapa barangnya di kantor yang masih tertinggal. Mungkin besok dia akan mengambilnya sekalian berpamitan kepada Sisil karena sudah tidak bekerja di sana lagi.

Selesai mencuci piring dan menaruhnya rapi di rak piring, Anha memasukkan sampah bekas makan siang tadi ke dalam kantung keresek untuk dibuang di tempat sampah depan rumah.

Anha berjalan gontai keluar rumah sambil menjinjing plastic tersebut. Terdapat beberapa ibu-ibu tetangga yang duduk di sebelah rumah Anha. Entahlah mereka sedang ngerumpi apa.

Beres! Semuanya selesai. Habis ini tinggal mandi sore.

Walaupun dia gagal menikah. Tetapi dunia masih berputar, bukan? Hidup juga harus masih berlanjut.

Namun ketika Anha berbalik badan, dia mendengar sayup-sayup suara yang tidak mengenakan hati.

“Kasihan, ya, anaknya Jeng itu. Udah dulu cerai padahal baru beberapa bulan nikah. Mana sekarang batal nikah lagi.”

“Iya. Padahal cantik, lho anaknya. Kok, bisa, ya, jelek banget nasibnya. Anak saya aja yang nggak cantik-cantik amat umur 21 udah nikah, kok, dan awet sampai sekarang.”

“Amit-amit, ya, Jeng. Kalau anak saya batal nikah pasti saya malu banget. Mana undangan udah kesebar lagi.”

"Iya, udah punya anak satu, doang. Kok, nasibnya gitu banget. Abis cerai terus batal nikah."

Kuping Anha panas rasanya. Anha yang mendengar hal tersebut hanya mampu menggigit bibir bawah bagian dalamnya kuat-kuat. Tangannya juga terkepal erat. Padahal hari ini dia mau berdamai dengan masa lalu. Tapi kenapa malahan berjalan seperti ini?

***

Folow igku dong: Mayangsu_

Terpopuler

Comments

Linda Z

Linda Z

tetangga ga ada akhlak.... kebanyakan makan sampah, jadi omongan yg keluar sampah jg.

2021-11-30

1

Y.S Meliana

Y.S Meliana

yaaaah ibu² 🥴 ta' lakban cangkeme lho 😤

2021-06-27

1

IndiQ

IndiQ

ya gitu la kalau punya tetanga kepoh...semuanya mau di bahas

2021-05-30

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 66 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!