Angga

Lagi pula Anha juga menyembunyikan kenyataan jika Ikram berselingkuh dengan teman SMA-nya yang bernama Dewi itu. Maka cukuplah Anha juga menyembunyikan tentang penyebab yang sebenarnya awal mula retaknya pernikah mereka karena Anha tidak jujur tentang statusnya ketika mereka sebelum menikah.

Kenapa? Bukannya tidak mau jujur. Tuhan saja menyembunyikan aib hamba-Nya. Lalu untuk apa Anha menceritakannya kepada Hasan? Toh, pasti Hasan tidak akan menanyakan mengenai hal tersebut karena Anha sudah pernah menikah sebelumnya. Jadi, Anha bisa menghindari hal itu dan Hasan tidak akan curiga kepadanya.

Asalkan dia menutup mulutnya rapat-rapat, maka semuanya akan baik-baik saja, bukan? Begitulah pikir Anha kala itu.

“Hasan, kamu cinta nggak sama aku?” kata Anha dengan lirih pada telinga Hasan ketika mereka melangkahkan kaki dari eskalator ke lantai dua mal ini untuk mencari tempat makan.

Anha masih betah bergelayut manja pada lengan kekar milik Hasan. Hasan tersenyum menerima sikap manja dari kekasihnya itu. Dia pasti akan menyediakan bahunya selalu untuk Anha seorang baik dia sedang senang ataupun sedang sedih.

Calon suaminya ini benar-benar tampan sekali! Hidungnya mancung, matanya indah dengan netra cokelat yang hangat, terlebih lagi bulu-bulu halus di sekitar dagunya membuatnya semakin panas saja. Apalagi sifatnya yang dewasa membuat Anha semakin jatuh hati kepadanya.

Hasan hanya tersenyum simpul. Ia tidak memperhatikan orang-orang di sekitarnya karena dunianya hanya berporos pada wanita cantik di sebelahnya itu.

“Cintalah. Kalau nggak cinta ngapain juga aku nikahin kamu.”

Anha memukul pelan bahu lelaki tersebut. Gombal! Dia yang memulai tetapi dia sendiri yang tersipu malu.

Rencananya hari ini Anha dan Hasan akan jalan-jalan sekalian membagikan sisa undangan kepada teman dekat mereka.

Hasan mengusap manja pucuk kepala rambut wanita cantik tersebut dengan perasaan penuh cinta membuat wanita itu hanya memanyunkan bibirnya karena Hasan membuat rambutnya kini berantakan.

Hasan terkekeh dan mengusap kembali rambut hitam legam wanitanya, membuat berantakan untuk kedua kalinya. Anha berdecak dan merasa sebal karena rambutnya yang tadi sudah ia betulkan kini berantakan lagi. Sejak kapan lelaki ini jadi tengil seperti ini? Hasan tersenyum sampai sudut matanya menyipit. Menikmati wajah Anha yang menampilkan ekspresi kesal memang menggemaskan sekali.

‘Dua minggu lagi. Tunggu dua minggu lagi sampai saat itu tiba maka kamu bakalan jadi milik aku seutuhnya, An,’ kata Hasan dalam hati merasa senang karena setelah rintangan yang mereka lewati akhirnya tinggal menghitung hari mereka akan sah menjadi suami istri.

“Kayaknya tempat itu enak, deh,” kata Anha sambil menunjuk resto bernuansa Jepang. Hari ini Anha akan makan banyak-banyak. Dia akan menikmati sushi sampai kekenyangan.

Peduli amat. Toh, dari dulu Anha tidak perlu repot-repot untuk menurunkan berat badan karena dia susah gemuk. Badannya sudah proporsional, genetik menganugerahinya amat banyak.

Hasan mengangguk, menuruti keinginan calon istri cantiknya itu. Sebisa mungkin Hasan akan berusaha memuaskan hatinya.

“Undangannya kurang berapa aja yang belum kesebar?” tanya Hasan sambil mencari lokasi tempat duduk yang pas untuk mereka berdua.

“Masih sekitar lima belasan bijih, sih. Abis ini kita mampir ke rumah si Mai sebentar, ya, Sayang. Aku kangen sama dia.”

Hasan menanggukkan kepalanya sekilas. Omong-omong Anha sangat kangen sekali dengan sahabatnya Mai itu. Apalagi si kecil pastilah kini sudah tumbuh dan nanti akan secantik kakaknya si Shiren yang usianya seumura dengan keponakannya Anha yaitu Diego. Anha rindu mereka.

Menggiring Anha untuk duduk di salah satu kursi yang dekat dengan tembok dan jauh dari posisi duduk orang lain agar kemesraannya tidak terganggu.

Belum sempat Anha mendaratkan bokongnya di kursi pelanggan. Seseorang yang tanpa diundang kehadirannya sama sekali kini menghampiri mereka berdua membuat Anha terkejut.

Orang itu tak asing bagi Anha. Tapi banyak hal yang berubah dari dirinya sejak terakhir kali bertemu dengan Anha.

Pria itu kini terlihat lebih dewasa dari terakhir kali bertemu, dengan tangan kiri yang dipenuhi dengan gambar tatto. Bibir bawahnya sebelah kanan ditindik dan tubuhnya agak kurusan.

Apakah dia masih nakal seperti dulu?

“Hai, An. Nggak nyangka, ya, kita bisa ketemu di sini,” kata lelaki tersebut sambil menyunggingkan senyuman—tetapi Anha sendiri tidak.

Kenapa orang itu bisa ada di sini!

Mata Anha terbelalak, napasnya berhenti sejenak, bahkan mungkin saat ini wajahnya pucat pasi seperti melihat hantu saja.

Bibir Anha gemetar.

“A-Angga.”

Ba-bagaimana bisa Angga berada di sini?

Angga adalah mantan pertama Anha yang mengambil keperawanannya ketika SMA dulu. Bukannya Angga sejak lulus SMA tinggal di Bali? Lalu kenapa dia bisa muncul lagi di sini!

Seribu pertanyaan menyeruak di benak Anha. Jika kebanyakan orang akan senang apabila bertemu dengan teman lama sewaktu dulu di sekolah. Tapi tidak dengan Anha. Anha tidak merasa demikian. Bertemu Angga layaknya seperti bertemu mimpi buruk masa lalu.

“Dia siapa, An? Kamu kenal?” tanya Hasan dengan saksama.

Tubuh Anha seperti membeku karena merasa masih syok dengan apa yang barusan terjadi.

“Iya. Saya Angga, temen deketnya Anha waktu sekolah dulu. Saya boleh nggak ikutan duduk dan makan siang bareng kalian?” tanya Angga menginterupsi percakapan sebelum Anha sempat menjawab.

Angga mengulurkan tangannya mengenalkan diri kemudian dijabat oleh Hasan.

“Saya Hasan. Calon suaminya Anha.”

Angga tersenyum penuh makna mendengarnya. Menarik.

Sebenarnya Hasan merasa agak terganggu dengan kehadirannya teman lama Anha karena tidak bisa bermesra-mesraan dengan Anha. Tapi dia harus tetap bersikap ramah. Bagaimanapun juga teman Anha artinya temannya juga.

“Boleh, kok. Silakan duduk.”

“Beneran nggak ganggu kencan kalian?”

“Nggak ganggu sama sekali, kok,” kata Hasan sambil tersenyum. Tidak enak hati juga apabila Hasan tidak memperbolehkan teman Anha untuk duduk. Toh, hanya sekadar teman lama, bukan? Hanya itulah pikir Hasan. Padahal Hasan tidak tahu jika Angga adalah mantan pertama dari calon istrinya itu—bahkan orang pertama yang mendapatkan mahkota calon istrinya tersebut.

Karena sudah dipersilakan untuk bergabung makan siang bersama. Angga pun menarik salah satu kursi di sana dan duduk dengan santai.

Anha sendiri yang masih pucat pasi dengan jantung berdetak tidak karuan berusaha bersikap sebiasa mungkin untuk biasa-biasa saja di hadapan Hasan agar calon suaminya tersebut tidak menaruh curiga sedikit pun kepadanya.

Anha duduk di kursinya dengan jantung yang berdetak amat kencang. Takut apabila Angga mengatakan hal yang tidak-tidak.

“Kamu mau pesen, apa?” tanya Hasan kepada Anha.

“Sushi,” kata Anha dengan singkat.

“Minumnya?”

“Terserah.”

Hasan mengeryit, kenapa rasanya ada yang aneh dengan Anha? Bahkan Anha tidak menatapnya sama sekali ketika ia tanyai apa saja yang hendak dipesan.

Tetapi Hasan tidak terlalu ambil pusing akan hal tersebut. Bisa saja Anha kelelahan setelah berkeliling mal.

***

Hai, jangan lupa follow instagramku @Mayangsu_ ya, buat tahu info novelku, jadwal update, visual dari para tokohku juga ada di sana. Terlebih lagi di sana aku lebih sering aktif. Makasih sudah mau mampir.

Akun sosmed-ku yang lain:

Waatpad: Mayangsu

Email: Mayangsusilowatims@gmail.com

Semua akun menulisku di apk yang lain pakai nama pena: Mayangsu, ya.

Terpopuler

Comments

Tri Ulidar

Tri Ulidar

kayak y seru

2022-02-27

0

Elina💞

Elina💞

itu akibat gak mau jujur😬

2021-06-06

0

si manis

si manis

kasian si anha .biasanya klo udh disakiti langsung bahagia .ini author nya bener" jago ngaduk" perasaan .

2021-04-22

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 66 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!