Tidak Dapat Menerima Seutuhnya

Hamkan menghela napas. Ia kasihan dengan Anha tapi hanya itulah yang dapat ia perbuat saat ini karena sadar diri jika status Hamkan masih termasuk orang asing di kehidupan Anha sehingga dia tidak dapat menarik Anha dari sana meskipun dia sangat ingin sekali.

Hasan menghampiri Anha dan memegang pergelangan tangannya. Ini belum selesai. Dia harus menanyakan ini semua kepada Anha secara pribadi. Tentunya bukan di sini.

Hasan ingin semua ini jelas. Terang-benerang dan tidak ada lagi yang disembunyikan.

Pada akhirnya Hasan menarik Anha dari kerumunan sialan ini dan berjalan cepat meninggalkan tempat makan ini. Menyisakan orang-orang yang masih tumpah ruah menyaksikan keributan itu semua. Juga meninggalkan Angga yang saat ini dibantu keamanan untuk berdiri.

“Pelan-pelan,” kata Anha mengaduh kesakitan karena Hasan menariknya terlalu keras dan Hasan juga berjalan agak cepat sampai kaki Anha yang saat ini sedang mengenakan heels lima senti agak kesulitan mengimbangi langkah Hasan.

***

Tangan kiri Anha yang bebas kini mengusap air matanya sendiri yang membasahi pipinya.

“Kita mau ke mana, Hasan?” tanya Anha ketika mereka berdua sudah turun ke lantai satu di mall ini tapi tak digubrisa sama sekali.

Tampaknya Hasan tidak terlalu memedulikan orang-orang yang saat ini menatap mereka ketika berjalan dengan pandangan aneh.

“Sakit, Hasan.”

Hasan membawa Anha ke samping  bagian mall ini. Tempat di mana biasanya outlet yang menjual ponsel atau aksesoris wanita. Tapi untungnya di bagian samping mall ini cukup sepi, mungkin karena kurang jangkauan dari pengunjung makanya hanya beberapa outlet yang buka.

Hasan melepaskan lengan Anha meski sedikit mengempasnya.

“Apa maksud ini semua, An?!” tanya Hasan langsung ke bagian intinya. Dia tidak mau berbasa-basi lagi. Dia butuh penjelasan!

Anha menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat. Masih takut akan amarah Hasan dan hanya mampu menangis saja.

Hasan menutup wajahnya frustrasi. Pikiranya kalut marut.

Sebenarnya tanpa mereka berdua sadari diam-diam Hamkan mengikuti langkah mereka berdua dari belakang. Bukannya penasaran akan urusan orang lain dan berniat menguping pembicaraan.

Hamkan awalnya hanya takut apabila tunangannya Anha tersebut melakukan hal yang tidak-tidak karena hilang kontrol akibat dikuasai emosi.

Hamkan bersandar pada tembok yang berada didekat otlet yang kebetulan sedang tutup. Matanya berpura-pura menunduk dan berkutat dengan ponselnya namun telinganya ia buka lebar untuk mendengarkan ucapan dua orang yang sedang memanas tersebut.

“Jawab aku Anha! Aku butuh penjelasan dari kamu!” desak Hasan sambil memegang kedua lengan Anha.

“Lihat aku!” nada bicara Hasan terdengar serius. Anha paham betul saat ini Hasan marah besar kepada dirinya.

“An!”

Akhirnya dengan agak takut-takut Anha mau mengangkat kepalanya mendongak ke atas menatap Hasan.

Wajah Anha sudah basah akan air mata, kini dia melihat mata Hasan yang juga memerah tapi Hasan masih kuat untuk menyembunyikan rasa kecewanya yang teramat dalam.

“Jawab aku, An,” kata Hasan dengan getir. “Apa benar yang diomongin temen kamu tadi?”

Anha mengusap air matanya dan masih sesenggukan.

“Tolong jangan ada yang ditutupi lagi,” kata Hasan berpindah memegang kedua bahu Anha dan mengguncangnya perlahan.

Anha hanya mampu terdiam, dia mengangguk perlahan. Sungguh, hati Hasan rasanya amat sakit seperti ada belati yang tak kasat mata menyayatnya. Dia tidak pernah sekecewa ini terhadap seseorang.

Padahal Hasan percaya betul dengan Anha. Menganggap Anha adalah wanita baik-baik yang menjaga kehormatan dirinya dengan baik pula.

Memang benar kata orang, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Pasti semua orang punya cela, pasti semua orang punya dosa. Tak terkecuali Anha yang dari luar terlihat cantik dan amat menawan di mata, lembut, anggun, pandai memasak, sopan, dan aspek baik lainnya.

Hasan mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Bingung hendak melakukan apa. Seolah dia kehabisan kata-kata saja.

“Hasan maafin aku,” kata Anha sambil memegang baju Hasan bagian depan. Memohon untuk sebuah pengampunan akan kebohongan yang ditutupinya selama ini.

“Aku mohon maafin aku.”

Hasan benar-benar kecewa. Apalagi dia mengetahui kebenaran itu dari mulut orang lain. Memangnya siapa yang tidak hancur, coba?

Jadi ini yang dimaksud Anha mengenai syarat nomor tiga yang diajukan oleh Anha ketika Hasan melamar wanita ini? Yaitu dia tidak boleh menanyai Anha tentang segala hal yang berkaitan dengan masa lalunya? Kenapa ia telat mengerti akan hal ini?

Anha merasa sangat menyesal karena sudah tidak jujur dengan Hasan sejak awal. Anha tidak pernah berpikir jika Angga tiba-tiba akan hadir lagi di kehidupannya dan memporak-porandakan kehidupannya yang damai ini.

Semua kenangan dan kata-katanya dengan Hasan kala itu seolah muncul kembali di benak Anha.

"Hasan, kalau aku ngelakuin kesalahan yang fatal. Apa kamu bakalan maafin aku?"

Jelas kala itu Hasan mengangguk dan memeluknya penuh kasih. Mengatakan jika dia akan memaafkan segala kesalahan yang mungkin esok Anha perbuat.

“Kenapa kamu suka sama aku?” tanya Anha sambil menatap manik hitam milik Hasan yang indah itu.

“Karena kamu baik, cantik, anggun, pinter masak, kamu juga bisa jaga diri kamu dengan baik.”

Anha menutup mulutnya dan menahan isakan. Anha mengerti kalau Hasan sekecewa itu terhadapnya.

Tangan Anha terulur hendak memegang lengan Hasan tetapi tanpa terduga Hasan mundur satu langkah ke belakang dan mengatan…

"Udah, ya, An. Kita sampai di sini aja," kata Hasan sambil mengembuskan napas lelah. Sedangkan Anha sendiri terkejut mendengar ucapan Hasan tersebut.

Apa maksudnya semua ini? Bagaimana bisa Hasan mengatakan hal tersebut kepadanya?! Bahkan saat ini Hasan memutuskan hubungan yang sudah lama mereka jalani selama ini dengan sepihak tanpa berpikir matang terlebih dahulu.

"Maksud kamu apa? Aku nggak mau pisah Hasan sama kamu. Kamu bercanda, kan, sama aku?" kata Anha sambil masih menangis dan menggelengkan kepala, tidak terima dengan apa yang barusan Hasan katakan.

Inilah yang sebenarnya Anha takutkan. Takut jika kebohongannya akan menjadi bom waktu yang lambat laun pasti akan meledak juga. Hanya tinggal menunggu waktunya saja.

Apalagi argumen Hasan ketika Lidya dan Sisil menanyai pendapatnya tentang bagaimana tanggapan Hasan mengenai wanita yang sudah tidak perawan lagi sebelum menikah karena pergaulan bebas waktu itu Hasan mengatakan jika dia tidak bisa menerima wanita macam itu.

Apakah seharusnya waktu dulu Anha mundur saja ketika mengetahui hal tersebut? Tetapi akal pikirannya egois, tidak ingin berpisah dengan Hasan karena saking cintanya.

“Aku nggak bisa, An. Aku kecewa sama kamu,” kata Hasan dengan lirih. Hatinya terasa remuk redam.

Dua kali Anha mendengar kalimat tersebut tetapi dari dua mulut pria yang berbeda. Sekarang dunianya runtuh sudah, lalu apa yang harus ia perbuat?

***

Hai, jangan lupa follow instagramku @Mayangsu_ ya, buat tahu info novelku, jadwal update, visual dari para tokohku juga ada di sana. Terlebih lagi di sana aku lebih sering aktif. Makasih sudah mau mampir.

Follow akun sosmed-ku yang lain:

Waatpad: Mayangsu

Email: Mayangsusilowatims@gmail.com

Semua akun menulisku pakai nama pena: Mayangsu, ya.

Terpopuler

Comments

Endah Dwika

Endah Dwika

ini lah salah anha tidak belajar dari pengalaman sebelumnya

2023-06-12

0

💕febhy ajah💕

💕febhy ajah💕

yeah tinggalin ajah si hasan itu, masih ada mas hamkan.

2022-12-02

0

ginna_muchtar

ginna_muchtar

ternyata Hasan ga beda jauh dari Ikram 😌😌😌
ntar Anha udh sama Hamkan baru nyesell 😪😪😪

2021-11-08

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 66 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!