Si pria seketika langsung panik begitu melihat Diana kembali memejamkan matanya. Dia tentu khawatir jika terjadi sesuatu yang lebih buruk kepada wanita cantik yang bernasib malang ini.
"Diana, bangun!" Pria itu sedikit menggoncang lengan Diana.
Kelopak mata dengan bulu lentik itu kembali terbuka, lalu menatap si pria yang masih terlihat tegang. "Bos, saya lelah," keluh Diana.
Embusan napas lega terdengar. Meski si wanita masih terlihat lemah dan letih, setidaknya wanita itu tidak kehilangan kesadarannya lagi.
"Saya kira kamu pingsan lagi, Diana."
Diana menggeleng pelan. "Saya hanya memejamkan mata saja, Bos. Saya capek," jawab Diana lembut.
Si pria pun mengangguk paham. "Kamu mau tidur? Biar saya jaga di sini."
"Tidak, Bos. Terima kasih sebelumnya karena telah menolong saya," ucap Diana tulus.
Meski heran karena atasannya tiba-tiba muncul di apartment, tetapi Diana tidak menanyakan hal tersebut. Wanita dengan bibir sedikit pucat itu tidak mau membuat sang atasan merasa tidak dihargai.
"Sama-sama, Diana." Senyum bahagia terukir di wajah tampan itu. "Masalah suami kamu, kamu tidak perlu khawatir. Tom sudah menjebloskannya ke penjara," lanjut si pria.
Kini kedua netra berbulu lentik itu membulat saat mendengar pernyataan dari atasannya. "Bos tahu kalau laki-laki tadi adalah suami saya?"
"Saya tahu, Dian. Dia beberapa kali datang ke butik dan mengamuk di sana ketika kamu tidak ada. Saya melihatnya di CCTV. Untung saja saat itu saya juga tidak ada di sana. Jika saya melihat kejadian itu secara langsung, mungkin suami kamu sudah tinggal nama saja."
Diana semakin terkejut saat mendengar pengakuan bosnya itu. "Tapi, kenapa Sulis dan Indri tidak memberitahu saya, Bos?"
"Saya yang suruh mereka diam. Saya tidak ingin kamu merasa bersalah dan keluar dari butik saya," jawab si atasan.
"Kenapa Bos Adrian tidak mau kalau saya keluar?" tanya Diana penasaran.
Adrian terdiam cukup lama. Pria berparas tampan itu tentu tidak ingin jika wanita di depannya tahu tentang perasaannya yang diam-diam mengagumi si wanita. Apa lagi wanita itu masih dalam proses perceraian. Selama hakim belum mengetuk palu, itu artinya Diana belum resmi menyandang status janda.
"Sa-ya tidak mau kehilangan ... desainer terbaik seperti kamu, Diana. Em, sudahlah jangan dipikirkan. Lebih baik kamu istirahat!" titah Adrian.
*****
Beberapa hari kemudian Diana sudah diperbolehkan pulang. Luka-luka lebam dan memar yang didapatkan Diana dari laki-laki yang dulu sangat dicintainya pun sudah sedikit memudar. Selama di rumah sakit, Adrian setia menemani wanita itu. Jika dia memiliki urusan yang tidak bisa ditinggal pun pria itu menyuruh Sulis untuk menggantikannya menemani Diana.
Kini wanita itu sedang dalam perjalanan pulang. Tentunya dijemput oleh atasan baik hati menurut Diana. Wanita cantik itu sama sekali tidak menyadari bahwa sebenarnya Adrian menaruh rasa terhadapnya.
Diana menoleh ke samping, di mana tempat Adrian duduk dengan santai sambil memegang setir mobil. "Bos, terima kasih, ya."
Adrian ikut menoleh, lalu tersenyum lembut. "Terima kasih untuk apa, Diana?"
"Ya, bos sudah repot-repot mengurus saya. Padahal, saya hanya karyawan biasa," jawab Diana sungkan.
'Kamu belahan jiwa saya, Diana! Entah kapan waktu yang tepat untuk saya mengungkapkan perasaan saya yang sebenarnya.'
"Em, sudah sepantasnya saya melakukan ini, Diana. Kamu di sini tidak memiliki siapa-siapa, 'kan? Jadi, sudah tugas saya untuk mengurus kamu."
"Bos tahu kalau di Jakarta saya hanya sebatang kara?"
'Mamp*s! Pakai keceplosan lagi.'
"Em, saya tahu dari Sulis," jawab Adrian berbohong. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah pria itu menyelidiki semua tentang Diana, wanita yang kini bertakhta di hatinya.
Dahi wanita itu berkerut. Diana tahu pria di sampingnya sedang berbohong. Namun, beberapa saat kemudian Diana hanya menanggapi jawaban bosnya itu dengan anggukan kecil.
'Sepertinya ada sesuatu yang dirahasiakan oleh Bos Adrian.'
Tidak berselang lama, mereka sampai di apartment Diana. Keduanya turun setelah mobil berhenti di parkiran. Adrian bersikeras mengantar Diana hingga ke unitnya. Padahal, wanita cantik itu sudah menyuruh si pria untuk kembali mengurus pekerjaannya.
"Saya harus memastikan kamu baik-baik saja, Diana!"
Kata itulah yang diucap oleh Adrian. Diana pun tidak bisa menolaknya lagi. Keduanya kini berjalan beriringan masuk ke apartment mewah itu. Si atasan yang terlampau protektif mengantar si wanita hingga masuk ke unitnya.
Ketiak masuk ke hunian itu, Diana keheranan. Sebab, penataan ruangan di apartment itu sangat berbeda dengan yang dulu.
"Saya sengaja mengubah semuanya agar suasana di sini tidak seperti beberapa waktu yang lalu. Saya takut jika kamu masih trauma atas kejadian nahas itu," ucap Adrian saat melihat Diana mengedarkan pandangan.
Si wanita otomatis menoleh, lalu mengulas senyum hangat. "In Sya Allah, saya baik-baik saja, Bos. Alhamdulilah, saya tidak trauma. Saya percaya, Allah memberikan saya ujian untuk mengangkat derajat saya."
'Wanita sholehah seperti kamu masih dikhianati. Memang suami kamu itu laki-laki kufur, Diana.'
"Syukurlah kalau begitu, Diana. Saya harap kamu bisa hidup dengan baik setelah ini," balas Adrian yang diaminkan oleh keduanya.
*****
Usai kejadian itu, Diana dan Adrian semakin dekat. Pria tampan dengan tubuh tegap tinggi itu tidak segan untuk memperlihatkan perhatiannya kepada Diana. Beberapa karyawan yang ada di butik pun mengendus ada sesuatu yang tidak beres dengan sikap bosnya yang terlalu baik kepada desainer cantik itu.
"Sepertinya Bos Adrian sedang jatuh cinta, Beb," ucap salah satu karyawan di sana.
"Mungkin, aku lihat sekarang bos sedang dekat dengan Mbak Diana," sahut yang lainnya.
"Eh, tapi, bukankah Mbak Diana masih memiliki suami?"
"Mereka sedang proses perceraian, Beb. Lakiknya juga masuk penjara, loh! Dengar-dengar bos juga yang jeblosin lakik gemblung itu ke sel," sahut yang lainnya lagi.
"Hah! Seriusan kamu?"
"Iyalah, kalian lihat sendiri laki-laki arogan itu mengamuk di sini, 'kan? Paling itu yang buat bos laporin dia ke penjara," sahut si karyawan pertama.
"Eh, kalian ini enggak ada kerjaan lain kah? Masa ghibahin atasan sendiri," ucap Sulis yang sejak tadi mendengar teman-temannya yang sedang bergosip.
"Tau, tuh! Aku laporin ke Bos Adrian, baru nyaho kalian," sahut Indri mengancam.
"Loh, Indri, jangan gitu, dong! Kita kan enggak gosipin yang aneh-aneh. Lagian, kita juga setuju kalau Bos Adrian sama Mbak Diana cinlok. Mereka serasi banget," ucap salah satu karyawan yang bergosip.
"Kalian ngomongin apa? Kenapa bawa-bawa nama saya?" Suara lembut itu mengalun merdu. Namun, suara itu seketika membuat suasana menjadi tegang.
Ketiga karyawan yang tadi menggosipi Diana dan Adrian tentu saja takut jika mereka ditegur oleh atasannya. Sementara itu, Sulis dan Indri justru tersenyum puas ketika melihat reaksi ketiga temannya.
"Mereka ngomongin ...."
"Indri, jangan!" teriak ketiga karyawan yang sekarang merasa bersalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments