Diana Meradang

Sudah hampir pukul sembilan malam Diana belum juga pulang. Wanita cantik itu memang sengaja lembur di butik untuk menghindari bertemu dengan keluarga menyebalkan yang sama sekali tidak memiliki hati nurani itu.

Adrian yang juga belum pulang diam-diam memperhatikan Diana dari lantai atas. Bibir tebalnya tersenyum tipis ketika menyadari bahwa dia mulai tertarik pada sosok karyawan baru itu.

"Cantik." Tanpa sadar, Adrian memuji kecantikan Diana.

Adrian menggeleng cepat saat sadar status Diana yang sudah bukan wanita lajang. "Sadarlah, Adrian. Dia sudah bersuami," ucap Adrian yang sudah dapat berpikir jernih.

Lelaki itu melihat jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah lewat dari jam bekerja, tetapi karyawannya itu belum juga beranjak dari kursi kerja. Tangan wanita itu masih luwes menuntun pensil dan menciptakan karya yang luar biasa.

Merasa jam kerja sudah lewat, Andrian menuntun kakinya untuk menghampiri Diana. Lelaki itu akan mengingatkan si wanita yang mungkin terlalu asik bekerja.

"Diana," panggil Adrian ketika berada di hadapan Diana.

Si wanita cantik menoleh. Buru-buru dia menaruh pensil yang sejak tadi menjadi teman setia. Diana segera bangkit, kemudian memasang senyum seceria mungkin.

"Kamu belum pulang?" tanya Adrian.

"Sebentar lagi, Bos. Saya mau menyelesaikan design ini dulu," jawab Diana sopan.

Adrian melirik kertas yang sudah bergambar bentuk gaun yang sangat indah. Kemungkinan design itu sudah rampung delapan puluh lima persen.

'Jarang ada wanita yang begitu semangat dalam bekerja seperti Diana. Apa dia mengalami kesulitan ekonomi hingga dia bekerja keras seperti ini?'

"Kamu bisa lanjutkan nanti di rumah, Diana. Malam sudah sangat larut," ucap Adrian dengan berwibawa.

"Baik, Bos. Saya akan bersiap pulang," balas Diana usai memeriksa jam tangan miliknya.

"Kamu bawa mobil, 'kan?" tanya Adrian.

"Bawa, Bos."

"Ya sudah. Hati-hati di jalan. Saya kembali ke ruangan saya dulu," pamit Adrian setelah menegur Diana.

*****

Kini Diana sedang dalam perjalanan pulang. Dia mengendarai mobil miliknya dengan kecepatan sedang. Diana tidak ingin buru-buru, sebab dia memang tidak terlalu ingin sampai dengan cepat.

Wanita berparas cantik itu menikmati suasana malam yang sudah tidak terlalu ramai. Jalan pun sudah tidak terlalu macet. Banyak pedagang kaki lima yang berjejer di sisi jalan yang dia lewati. Tiba-tiba saja perutnya berbunyi, tanda dia sedang lapar.

"Aku mampir beli makan dulu kali, ya," ucap Diana. Dia meminggirkan kendaraan yang dikendarai olehnya dan berhenti di salah satu lapak penjual sate.

Diana keluar usai mobilnya berhenti. Dia segera masuk ke lapak penjual makanan favoritnya. Tanpa membuang waktu, Diana memesan satu porsi sate kambing.

Setelah memesan makanan Diana pun mencari tempat duduk. Sambil menunggu pesanannya dibuat oleh si penjual, Diana memeriksa ponselnya. Wanita cantik dengan blazer putih yang menunjang penampilannya itu berselancar di media sosial.

Di waktu yang bersamaan, ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari Hengki. Bukannya menerima panggilan, Diana justru menolak panggilan tersebut. Namun, sepertinya lelaki yang menghubunginya itu belum ingin menyerah, terbukti ponsel Diana kembali berdering.

Meski malas, Diana akhirnya menerima panggilan dari suaminya itu. "Apa?"

"Kamu di mana?"

"Lagi beli makan." Diana langsung mengakhiri panggilan itu sepihak.

Tidak berselang lama si penjual datang membawa seporsi sate kambing serta jeruk hangat pesanan Diana. Si penjual menaruh pesanan itu di meja dengan ekspresinya yang ramah.

"Terima kasih, Bang," ucap Diana sopan.

"Sama-sama, Neng," balas si penjual.

Diana sempat menatap seporsi makanan kesukaannya itu dengan ekspresi sedih. Wanita cantik itu teringat dengan momen romantisnya bersama Hengki, dulu.

Kelopak mata Diana terasa memanas. Walau bagaimanapun, dia tetap saja merindukan saat-saat indah bersama suami yang telah lama dia nikahi.

"Sadar, Diana. Mas Hengki sudah bahagia bersama istri barunya," ucap Diana lirih, dia menyeka sudut matanya yang sedikit basah.

Tidak ingin membuang-buang waktu lagi, Diana segera menyantap seporsi sate kambing pesanannya. Tidak lupa dia juga mengambil dua biji lontong sebagai pengganti nasi. Wanita itu menikmati makanan itu dengan santai.

Hampir tiga puluh menit Diana berada di lapak tenda pinggir jalan itu. Kini sate serta lontong miliknya telah berpindah ke perutnya. Diana meminum jeruk hangatnya setelah menghabiskan makanan kesukaannya itu.

"Ah, kenyangnya," ujar Diana, sambil mengelus perutnya yang sudah terisi makan malam.

Diana beranjak dari kursi yang didudukinya sejak tadi, kemudian berjalan ke arah si penjual sate yang sedang membuat minuman. "Bang, berapa?"

"Nambah apa, Neng?" tanya balik si penjual.

"Lontong dua, Bang."

"Oh, lima puluh lima ribu, Neng," balas si penjual.

Diana mengeluarkan dompetnya, lalu mengambil uang pas dan memberikannya pada si penjual. "Ini, Bang. Makasih, ya," ucap Diana ramah.

"Sama-sama, Neng."

Usai membayar makanannya tadi, Diana langsung berjalan menuju mobilnya. Dia masuk ke kendaraan pribadi pemberian Hengki sebagai hadiah anniversary pernikahan tiga tahun silam.

*****

Pukul sepuluh malam Diana baru sampai di rumah. Wanita cantik itu masuk lewat pintu yang ada di garasi mobil. Ketika kakinya baru saja sampai di ruang keluarga yang berantakan, Diana sempat berhenti sejenak. Menatap tempat yang dulu selalu rapi, kini benar-benar berantakan.

Kepalanya menggeleng, sebelah sudut bibirnya pun tertarik ke atas. "Baru dua hari aku lepas, rumah ini sudah tidak karuan seperti ini," ujar Diana.

Wanita cantik itu memilih untuk mengabaikan keadaan rumah. Dia segera masuk ke kamarnya yang kini ditempati sendirian. Ketika baru saja masuk, Diana mengerutkan keningnya saat melihat ada gundukan di atas tempat tidur. Seperti ada seseorang yang tidur di sana.

"Mas Hengki ke sini?" Diana bergumam, sambil melangkah mendekati ranjang.

Diana mendengkus ketika melihat Hengki tidur di ranjang. Lelaki itu terlihat tidur dengan nyenyak. Diana memilih untuk mengabaikan keberadaan Hengki di kamarnya. Wanita cantik itu segera melangkah menuju kamar mandi setelah menaruh tas selempangnya di meja rias.

Suara gemericik air di kamar mandi membangunkan Hengki yang tidur pulas. Lelaki itu membuka mata, menatap langit-langit kamar, lalu menoleh ke arah kamar mandi.

"Diana sudah pulang," ujarnya, dia pun bangkit dari posisi tidurnya. Namun, dia tetap duduk di ranjang.

Hengki memilih untuk menunggu sang istri yang tengah mandi. Tidak berapa lama, pintu kamar mandi terbuka. Muncul sosok wanita cantik yang sejak tadi dia tunggu.

Lelaki itu sempat terpaku dengan tubuh molek Diana yang sudah lama tidak dia sentuh. Tubuh yang dulu selalu membuatnya candu. Namun, sekarang sudah tidak pernah lagi dia perhatikan.

Diana sebenarnya tahu bahwa Hengki tengah menatap lapar ke arahnya. Akan tetapi, dia memilih untuk berpura-pura tidak tahu.

"Kamu ngapain ke sini, Mas?" tanya Diana datar. Wanita itu berdiri di ambang pintu kamar mandi.

"Memangnya tidak boleh kalau aku datang ke sini?" tanya balik Hengki. Namun, hanya dijawab dengan kedikan bahu oleh Diana.

Si wanita kembali melangkahkan kakinya menuju lemari untuk mengambil pakaian. Sebab, dia belum membawa pakaian ganti tadi. Sekarang pun dia masih memakai handuk kimono berwarna putih tulang.

Hengki beranjak dari ranjang. Lelaki itu mengikuti ke mana Diana pergi. Ketika sang istri sedang memilih pakaian ganti, Hengki melingkarkan tangannya di pinggang istrinya. Dagunya pun dia tompang di pundak si istri. Hengki dengan sengaja menghirup aroma tubuh Diana yang masih sama seperti dulu. Wangi dan menyegarkan.

Diana sendiri berusaha menahan gejolak rasa dalam jiwanya. Wanita cantik itu tidak mau terlihat mur*han oleh suaminya sendiri. Dia dengan sengaja ingin membuktikan kepada Hengki bahwa Diana sama sekali tidak membutuhkan Hengki lagi.

"Mas," tegur Diana, dia berusaha melepaskan kedua tangan Hengki yang melingkar di pinggangnya.

"Kenapa?" tanya Hengki. Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya pada Diana.

"Lepas, Mas. Aku sedang ada tamu," ucap Diana berbohong.

Hengki pun mendengkus. Lelaki itu terpaksa melepaskan istri pertamanya. Padahal, dia sudah terpancing gairah tadi. Sayangnya tamu Diana membuatnya gagal mendapat jatah.

"Kamu belum jawab pertanyaanku tadi, Mas. Ngapain kamu ke sini?" tanya Diana lagi.

"Langsung saja, ya. Aku ke sini mau minta kamu untuk tetap mengurus rumah. Sejak kamu bekerja di luar, rumah sudah seperti kapal pecah, Dian. Aku juga tidak terurus dan sering kelaparan," ucap Hengki tanpa rasa malu.

Diana yang tadi sempat mengira bahwa sang suami merindukannya, kini justru meradang. Dia terbawa emosi ketika sang suami justru memintanya untuk tetap menjalankan kewajiban, sedangkan dirinya sendiri tidak pernah menghargai Diana sedikitpun usai tega memberikan Diana madu beracun.

"Jadi kamu datang ke sini hanya karena butuh pembantu, Mas? Kamu anggap aku ini budak kalian?"

Terpopuler

Comments

Yurniati

Yurniati

tetap semangat terus

2024-02-22

0

Yurniati

Yurniati

pisah aja,udah dimadu dijadikan pembantu,istri tak di anggap menyedihkan,,,,,, 😢🤥

2024-02-22

0

Widi Widurai

Widi Widurai

emang babu?? lah istri satunee koyo ratu

2024-01-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!