Kehancuran Diana

Sejak pertengkaran itu, Hengki benar-benar mendiamkan Diana. Beberapa kali sang istri berusaha mencairkan suasana yang kini terasa lebih dingin dari pada beberapa Minggu yang lalu, tetapi Hengki sama sekali tidak tersentuh. Dia masih saja congkak dan semena-mena. 

Hari ini adalah hari libur. Jika dulu Hengki selalu memberikan waktu liburnya untuk menghabiskan waktu bersama sang istri, kini sudah tidak lagi. Laki-laki itu terlalu sibuk dengan urusannya yang Diana pun tidak tahu apa yang dilakukan sang suami di luar sana. 

Di kamarnya, Diana mulai khawatir saat Hengki belum pulang hingga larut malam. Sebagai seorang istri, Diana tentu cemas jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya. Beberapa kali Diana mencoba menghubungi Hengki, tetapi satupun tidak ada panggilan yang diterima oleh Hengki.

"Mas Hengki ke mana, sih? Kenapa tidak angkat telepon dariku?" tanya Diana membatin. 

"Aku coba sekali lagi, deh!" Diana kembali mencoba menghubungi Hengki, kali ini panggilannya justru ditolak. 

"Ya ampun, Mas. Kamu di mana, sih?" 

Diana mulai frustasi, terlebih lagi ketika dirinya membuka gorden jendela kamar dan mendapati langit sangat gelap, tidak ada cahaya dari bulan serta bintang. Kini justru ada kilatan petir yang menunjukkan kegagahannya. 

"Aku harus cari Mas Hengki," gumam Diana. Dia langsung menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas nakas, lalu bergegas keluar dari kamar. 

Wanita itu menghentikan langkah saat mendengar suara guntur yang saling bersahut-sahutan. Tidak ingin membuang waktu percuma, Diana kini berlari menuruni anak tangga. Dia tidak perduli dengan keselamatannya sendiri. Yang ada di pikirannya saat ini adalah secepatnya dia harus mencari Hengki. 

Diana membuka pintu rumah, kemudian buru-buru keluar. Dinginnya angin malam tidak berhasil membuat si wanita mengurungkan niat. Dia berjalan cepat menuju tempat di mana mobilnya berada, lalu membuka pintu kendaraan roda empat tersebut. Ketika dia hendak masuk, terdengar suara klakson mobil dari luar pintu gerbang. 

Dari suara klaksonnya saja, Diana begitu yakin bahwa yang sedang menunggu pintu gerbang dibuka oleh satpam ialah hengki– suaminya. Dia pun kembali menutup pintu mobil miliknya, kemudian berjalan hingga ke belakang kendaraan pribadinya. 

"Syukurlah, Mas Hengki sudah kembali," kata Diana lega. Dia tersenyum hangat dengan tatapan tidak lepas dari mobil Hengki yang sedang melaju ke arahnya. 

Mobil itu berhenti tepat di samping mobil Diana. Tidak berselang lama sejak mesin mobil itu dimatikan, pintunya pun terbuka. 

Diana menyambut kedatangan sang suami dengan senyum manisnya. Namun, Hengki sama sekali tidak memperdulikan itu. Laki-laki itu justru berjalan mengitari mobil, kemudian berhenti di pintu sisi kiri mobil tersebut. 

Merasa heran karena Hengki membuka pintu sisi kiri mobil, Diana memicingkan matanya. Akan tetapi, detik berikutnya mata sipit Diana membulat seketika, saat melihat ada seorang wanita asing yang keluar dari pintu sisi lain. 

"Ayo, Sayang!" Meski samar, tetapi Diana masih bisa mendengar kata-kata yang keluar dari mulut sang suami. 

Di depan mata Diana, Hengki tanpa rasa bersalah menggandeng serta merangkul pundak si wanita asing. Diana menghentikan langkah sang suami dengan mencekal pergelangan tangan suaminya. 

"Apa, sih?" tanya Hengki membentak, dia juga menyentak kasar tangan Diana.

"Mas!" pekik Diana saat mendapat perlakuan kasar itu di depan wanita asing.  

"Dia siapa, Sayang?" tanya si wanita asing kepada Hengki dengan nada manjanya. 

"Istriku, Sayang," jawab Hengki seraya menyelipkan anak rambut si wanita yang digandengnya. 

Meski Hengki mengakui dirinya sebagai istri, tetapi nyatanya hati Diana tetap terluka. Bagaimana tidak, dia mendengar sang suami memanggil wanita asing dengan sebutan 'Sayang'. Dia pun masih bergeming karena rasa sesak di hatinya. 

"Oh, ini istri yang sering kamu ceritakan itu." Si wanita melirik Diana dengan sinis. "Wanita yang … tidak bisa memberikan kamu … keturunan itu," sambungnya menghina Diana. 

Luka di hati Diana kina bertambah ketika mendapati kenyataan bahwa sang suami juga menceritakan tentang rumah tangganya pada orang lain. Padahal, selama ini Diana selalu menutupi apapun kekurangan suaminya. 

Cairan bening sudah membanjiri pelupuk mata Diana. Namun, wanita itu sekuat tenaga menahan agar air mata itu tidak lolos. Dia tidak ingin dianggap sebagai wanita lemah dengan menangis. 

"Udah. Enggak usah bahas dia, Sayang. Lebih baik kita masuk. Sepertinya malam ini akan hujan," kata Hengki mengalihkan pembicaraan. 

Hengki kembali melangkahkan kakinya perlahan, sambil membantu si wanita berjalan. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Sedangkan Diana, dia hanya bisa diam tanpa suara. Bibirnya terkatup rapat, tidak mampu mengeluarkan satupun kata. 

Ketika kedua anak manusia berbeda jenis itu sudah masuk ke rumah, barulah Diana ikut masuk ke sana. Meski hatinya sakit karena sang suami membawa seorang wanita ke rumah, tetapi Diana masih memegang teguh prinsipnya untuk tetap bertahan. 

Hengki membantu si wanita untuk duduk di sofa ruang tamu. Memastikan si wanita sudah duduk dengan nyaman, lalu berkata, "Kamu tunggu di sini dulu, Sayang. Aku panggilkan Ibu sebentar." 

"Oke, Sayang," balas si wanita, sambil melirik Diana yang mematung di ambang pintu masuk. 

Tanpa memperdulikan sang istri, Hengki berlalu begitu saja. Laki-laki itu berjalan cepat naik ke lantai dua. Tatapan Diana kini beralih pada si wanita asing yang duduk santai di sofa ruang tamu. Dia memberikan diri untuk mendekati wanita itu. 

"Kamu siapa?" tanya Diana menuntut. 

Si wanita menatap Diana sekilas, sebelum tangannya mengusap-usap perutnya yang sedikit lebih besar, padahal tubuh si wanita itu masuk kategori wanita seksi. Melihat apa yang dilakukan oleh si wanita, pikiran Diana langsung menerawang jauh. Membayangkan sesuatu yang begitu buruk menimpa rumah tangganya. 

"Aku bertanya, kenapa kamu tidak jawab?" tanya Diana terus memaksa si wanita, agar mau berkata jujur. 

Meski sebenarnya tanpa penjelasan apapun, Diana harusnya sudah paham dari cara sang suami memperlakukan wanita itu, serta panggilan yang sangat tidak masuk akal jika dikatakan hanya berteman. Namun, Diana masih berusaha berpikir baik tentang suami yang sudah menikahinya sepuluh tahun silam. 

"Tunggu saja penjelasan suamimu. Nanti kamu juga akan tahu," jawabnya santai. 

Tidak berselang lama, Hengki dan ibunya turun dari lantai dua. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa seakan hendak menemui tamu penting saja. 

"Mana calon istri kamu, Heng?" tanya Rohima dengan nada yang sengaja dinaikkan. 

Diana mematung saat mendengar sang mertua menanyakan hal itu. Pikiran buruk itu kembali mendominasi otak Diana. 

"Calon istri," gumam Diana terkejut. 

"Itu, Ma. Dia calon ibu dari cucu mama," ucap Hengki seraya menunjuk si wanita yang dia bawa kerumah. 

"Maksud kamu, dia sudah … hamil?" tanya Rohima dengan nada sumringah. 

"Mas!" Diana memanggil Hengki dengan suara lemah, tatapannya sayu ketika melihat sang suami yang justru berjalan menghampiri si wanita asing. 

"Mas Hengki. Tolong katakan padaku, bahwa ini tidak benar." Diana memohon pada Hengki. "Kamu tidak mungkin mengkhianati pernikahan kita, 'kan?" 

"Na, aku tahu ini berat untuk kamu. Tapi tolong, sekali ini saja jangan membantahku. Bukankah selama ini aku tidak pernah meminta apapun padamu selain anak?"

Diana menggeleng, dia tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut suaminya. Tidak pernah sekalipun Diana membayangkan sang suami akan menghadirkan wanita lain di dalam bahtera rumah tangga mereka. 

"Aku sudah sangat sabar menunggu, hingga waktuku terbuang percuma selama sepuluh tahun untuk menunggu kepastian itu. Nyatanya, kamu tidak mampu memberikan aku seorang anak, 'kan? Dengan atau tidaknya restu darimu, aku tetap akan menikahi Tsabina." Keputusan itu diambil secara sepihak oleh Hengki tanpa memperdulikan kehancuran hati istri yang selama ini menemaninya. 

"Kamu terima saja takdir kamu, Diana. Jangan jadi istri yang egois! Suamimu butuh keturunan untuk menjadi penerusnya." Si mertua tidak berperasaan ikut turun tangan menekan Diana. 

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

mampir thor

2024-02-13

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

untuk apa dipertahankan lagi Diana.. cerai dan pergi....bikin sakit hati saja

2023-12-14

0

Qly1

Qly1

apakah tujuan menikah hanya soal "keturunan"
kasian istrinya dia pun juga tidak bisa memilihkan takdirnya

2023-12-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!