Madu Beracun

Hengki hanya diam ketika Diana menatapnya dengan tajam. Lelaki itu sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah melukai hati istrinya. Diana kira Hengki datang padanya karena benar-benar merindukan momen berdua dengan istri pertama. Namun, ternyata lelaki itu hanya mau menuntut Diana agar tetap melakukan tugasnya seperti biasa.

"Ingat, ya, Mas. Posisiku di sini adalah istri pertamamu. Aku bukan budak yang bisa kamu suruh sesuka hati kamu. Jika kamu merasa istri kesayangan kamu itu tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik, ya sudah. Kamu sewa saja asisten rumah tangga serta koki khusus untuknya. Bukankah kamu pernah bilang sendiri padaku untuk tidak mencampuri urusan istri mudamu itu?" Diana mengeluarkan segala unek-uneknya kepada Hengki.

Bukannya sadar dan segera meminta maaf. Hengki justru melipat kedua tangannya di dada dengan raut wajah yang menunjukkan keangkuhan.

"Baik, jika kau memang tidak sudi melakukan tugasmu sebagai istri. Aku tidak kekurangan uang untuk mempekerjakan asisten rumah tangga serta koki handal. Tapi, jangan harap aku akan memberikan kamu nafkah," ancam Hengki.

Sudut bibir sebelah kiri Diana tertarik ke atas. Diana tentu sudah tidak mencemaskan hal tersebut. Sebab, dia telah memiliki penghasilan sendiri. "Aku tidak keberatan. Gunakan saja nafkahmu untukku itu untuk membayar pembantu. Asal kamu tahu, Mas. Gajiku sebagai desainer lebih besar dari pada uang bulanan yang kamu berikan," balas Diana dengan santai.

Hengki terperangah manakala mendengar balasan menohok dari Diana. Namun, lelaki itu menyembunyikan kekesalannya dengan tetap berusaha bersikap tenang.

"Bagus kalau begitu. Jadi, mulai sekarang kamu sudah bisa hidup mandiri," balas Hengki yang juga berusaha tenang. Padahal, jantungnya sempat berdetak dengan tidak normal tadi.

Tidak ingin mengalami spot jantung gara-gara berdebat dengan istri pertama yang kini pandai berargumen, Hengki memilih untuk pergi dari kamar itu. Diana menatap jengkel sang suami yang sempat menghentikan langkah dan menatap sinis dirinya, sebelum lelaki itu keluar dari kamar.

"Lihat saja nanti, Mas. Aku akan membalas semua rasa sakitku atas perlakuan kamu padaku," ucap Diana geram.

*****

Dua hari kemudian, di rumah itu sudah ada seorang asisten rumah tangga serta seorang koki khusus. Sebenarnya hanya menggunakan asisten rumah tangga saja sudah cukup. Namun, Hengki yang tidak ingin diremehkan oleh Diana memilih untuk menggunakan keduanya sekaligus. Meski harus mengeluarkan uang yang cukup besar.

Hengki tidak berpikir dua kali untuk mempekerjakan kedua orang itu. Sebab, uang yang keluar bukankah uang pribadinya. Melainkan yang jatah untuk Diana yang dia alihkan untuk kedua pekerja tersebut.

Kehidupan di rumah itu mulai berjalan dengan normal kembali sejak adanya pembantu dan chef. Rumah sudah kembali rapi, tidak ada sedikitpun tempat yang berantakan seperti sebelum adanya kedua pekerja tersebut.

Seperti biasa, Diana akan pulang dari butik tempatnya bekerja usai pukul sembilan malam. Wanita cantik itu sengaja meminimalisir terjadinya pertemuan dirinya dengan sang suami, keluarga nyinyir, serta madu beracunnya itu.

Meski sudah berusaha agar tidak bertemu dengan keluarga toxic itu. Namun, tetap saja mereka lebih sering bertemu secara tidak sengaja.

Ketika Diana melewati ruang keluarga, di sana ada Tsabina, Hengki, Rohima, serta Karina sedang menonton televisi. Mereka yang sejak tadi fokus pada film yang diputar di layar kaca, tiba-tiba saja mengeluarkan suara yang tidak enak didengar.

"Wah, itu lakik bodoh banget. Udah tahu bininya mandul, masih aja dipertahanin. Harusnya tinggal kawin lagi aja," ucap Karina, sambil melirik Diana.

Diana yang paham bahwa Karina sedang menyindir dirinya, memilih untuk mengabaikan tuan putri ternyinyir sedunia itu. Diana masih terus melangkahkan kakinya untuk segera masuk ke kamarnya. Namun, telinganya kembali mendengar kata-kata tidak pantas.

"Itu namanya laki-laki tidak waras, Karin. Seharusnya dia memikirkan masa depannya. Jika tidak punya anak, lalu siapa yang akan mengurusnya di hati tua?" Sindiran itu kembali menyapa pendengaran Diana. Wanita cantik itu sempat menghentikan langkahnya sejenak.

Keempat orang yang ada di ruangan itu merasa di atas angin saat melihat Diana berhenti. Namun, detik berikutnya mereka kesal. Sebab, Diana kembali mengayunkan langkah untuk menaiki anak tangga.

"Dasar wanita tidak tahu malu. Sudah disindir pun masih tidak merasa," ucap Tsabina dengan nada menye-menye.

Diana yang sudah berada di beberapa anak tangga kembali menghentikan langkah. Wanita cantik dengan gaun tiga perempat itu mengepalkan tangannya.

Diana menarik napas dalam dan mengeluarkannya lewat mulut. Dia berbalik, lalu menatap madunya itu dengan sorot mata meremehkan.

"Derajat seorang wanita mandul lebih tinggi dari pada wanita perebut suami orang. Apa lagi dengan suka rela menampung benih lelaki yang bukan suaminya," ucap Diana tanpa rasa takut.

Tsabina mendelik tajam usai dihina secara terang-terangan oleh Diana. Wanita hamil itu langsung merengek kepada Hengki agar mendapat pembelaan.

"Lihat, Sayang. Dia menghinaku dan calon anak kita," ucapnya dengan bercucuran air mata, palsu.

"Sudahlah, Sayang. Tidak perlu ditanggapi." Hengki berusaha menenangkan Tsabina, tetapi wanita hamil itu tetap tidak terima dengan hinaan Diana.

"Aku enggak terima, Sayang. Kamu harus beri dia pelajaran!"

Muak melihat pemandangan di depannya, Diana memutuskan untuk membalik tubuhnya, lalu kembali melanjutkan kakinya untuk menaiki anak tangga. Dia tidak menghiraukan makian dari Hengki maupun keluarga suaminya itu.

Merasa diabaikan oleh Diana, Hengki pun mulai kesal. Lelaki itu segera menyusul langkah Diana yang sudah hampir sampai di anak tangga teratas.

Hengki berjalan cepat demi bisa menyusul istri pertamanya itu. Usai berhasil mengejar langkah Diana, Hengki mencekal pergelangan tangan kanan sang istri hingga wanita cantik itu terpaksa menghentikan langkah.

"Apa, sih, Mas?" tanya Diana geram.

"Minta maaf pada Tsabina!" perintah Hengki tanpa rasa malu.

"Hah, minta maaf? Memangnya aku salah apa pada istri kesayangan kamu itu?" tanya Diana dengan tawa ringan.

Reaksi Diana yang seperti menyepelekan perintahnya membuat Hengki semakin jengkel. Lelaki itu mengangkat tangannya ke atas, hendak menampar sang istri pertama.

"Kamu mau menampar aku, Mas? Silahkan. Tapi jangan salahkan aku jika besok pagi kamu masuk ke dalam sel," ancam Diana sebelum tangan Hengki berhasil mendarat di pipinya.

Hengki langsung mengurungkan niatnya untuk menampar Diana. Dia membiarkan tangannya menggantung di udara. Namun, sorot matanya menatap Diana dengan benci.

"Dasar wanita pembangkang." Hengki memaki sebelum akhirnya menurunkan tangannya.

Tidak ingin terus berdebat dengan Diana yang kini semakin berani Hengki memilih untuk kembali ke tempat istri keduanya yang tengah mengandung. Lelaki itu berpikir lebih baik merayu Tsabina dengan belanja barang-barang keinginan wanita hamil itu dari pada berdebat dengan Diana.

*****

Dua bulan sudah Diana bertahan di rumah yang sudah semakin mirip dengan neraka untuk dirinya itu. Kini Diana merasa sudah tidak sanggup lagi. Hari ini, Diana pulang lebih awal dari biasanya.

Hengki yang kebetulan mengetahui bahwa Diana pulang cepat merasa heran. Sebab, biasanya wanita itu lebih sering menghabiskan waktu di tempatnya bekerja. Namun, Hengki yang sudah tidak memerdulikan Diana sama sekali tidak berniat menegur wanita itu.

Hampir satu jam Diana berada di kamarnya. Kini wanita cantik itu keluar dari kamar. Ada dua koper berukuran besar yang dia tarik. Meski saat berada di tangga Diana merasa sedikit kesusahan, tetapi wanita itu sama sekali tidak meminta pertolongan siapapun. Ketika asisten rumah tangga di sana menawarkan bantuan pun Diana dengan tegas menolak.

Hengki yang pada saat itu hendak mengambil air putih di dapur, tidak sengaja melihat sang istri pertama sedang kesulitan menenteng dua koper saat menuruni tangga. Penasaran, Hengki pun menghampiri istri pertamanya itu.

"Kamu mau ke mana, Dian?" tanya Hengki tiba-tiba.

Diana menoleh ke belakang dan mendapati sang suami tengah berdiri di ujung tangga atas. Wanita cantik itu menatap malas Hengki yang kini mulai menuruni anak tangga untuk menghampirinya.

"Aku mau keluar dari neraka ini, Mas," jawab Diana saat Hengki sudah berada di hadapannya.

"Neraka kamu bilang? Dulu kamu bilang ini adalah istana," balas Hengki yang tiba-tiba membahas masa lalu.

Diana tersenyum samar. Wanita itu berusaha menahan rasa sesak di hati setelah mendengar kata-kata yang keluar dari bibir suaminya itu.

"Itu dulu, Mas. Sepuluh tahun yang lalu," balas Diana, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sudah hampir sampai di lantai dasar.

"Apa bedanya sekarang dan sepuluh tahun yang lalu?" Pertanyaan Hengki barusan berhasil menghancurkan hati Diana yang memang sudah retak.

Diana memilih untuk tidak menghiraukan pertanyaan Hengki. Dia terus saja berjalan hingga sampai di lantai dasar. Diana kembali menyeret kopernya saat sudah ada di permukaan datar yang dengan mudah dilewati oleh roda kecil koper miliknya.

Hengki pun menyusul Diana. Lelaki itu masih mengikuti sang istri pertama hingga sampai di mobil.

"Diana. Jawab pertanyaanku!" bentak Hengki jengkel. Namun, Diana masih sibuk memasukkan kedua kopernya ke dalam bagasi.

"Kamu tanya apa bedanya, Mas? Apakah belum sadar juga bahwa kamu sudah memberiku madu beracun?"

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

mantap Diana....biarkan Hengki menyesal 😏😏

2023-12-14

0

ria

ria

dasar hengky banci..
salah kok gk sadar diri

2023-12-05

2

ria

ria

kereen

2023-12-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!