Di kambing hitamkan

Pernikahan kedua Hengki pun dilaksanakan secara meriah. Laki-laki itu sama sekali tidak memikirkan perasaan istrinya yang hancur berkeping-keping dengan melihat dirinya berdiri bersama wanita lain di pelaminan. 

Bagaikan jatuh, tertimpa tangga. Diana tidak hanya dihancurkan dengan melihat kebahagiaan sang suami bersama wanita lain di atas pelaminan sana. Dia juga harus mendengar gunjingan para tamu yang seakan tanpa perasaan ikut menghinanya. 

"Istri baru Hengki cantik sekali, ya," puji tamu yang sengaja menyindir Diana. 

"Iya, tidak heran kalau Hengki kepincut." Si tamu lain ikut menimpali. 

"Kalau menurutku, cantik itu relatif. Tapi, seorang suami enggak bakal nikah lagi kalau istrinya tidak memiliki kekurangan." Tamu yang lain ikut menyuarakan penilaiannya. 

Diana memejamkan matanya saat rasa sakit itu kian terasa. Hatinya telah hancur lebur akibat ulah Hengki yang tidak berperasaan. Jika laki-laki itu benar-benar hanya menginginkan anak, seharusnya mereka memaksimalkan usaha mereka bukan justru mencari wanita lain dengan dalih ingin memiliki keturunan. 

"Ikhlaskan hatiku untuk menerima takdir, Ya Allah." Diana hanya bisa berdoa kepada sang maha kuasa, agar dia menjadi seorang hamba yang tabah. 

*****

Sejak pernikahan Hengki dan Tsabina, hidup Diana bagaikan berada di neraka. Hinaan dari penghuni rumah sudah seperti makanan sehari-hari untuk Diana. Hingga pada suatu hari, madunya membuat keributan di rumah tersebut dan menjadikan Diana sebagai kambing hitam. 

"Aduh, Mas. Perutku sakit banget!" teriak Tsabina, dia merintih kesakitan di depan seluruh penghuni rumah. 

"Memangnya kamu habis ngapain, Tsab?" tanya Hengki khawatir. 

"Aku enggak ngapa-ngapain, Mas. Kamu tahu sendiri, dokter menyuruhku untuk bedrest, 'kan?" 

"Terus perut kamu sakit kenapa?" tanya Rohima pada menantu barunya. Dia pun tidak kalah cemas dari Hengki. 

"Aku cuma makan bubur ayam buatan Mbak Diana, Mas. Tadi pagi aku minta tolong dia buatin aku bubur ayam," jawab Tsabina, dia sengaja membuat seisi rumah mencurigai Diana. 

"Ini pasti ulah Diana. Dia sengaja mau mencelakai Tsabina biar calon anak kalian kenapa-kenapa, Heng." Rohima menyuarakan pendapatnya. 

Hengki yang semula tidak berpikir apapun tentang Diana, kini terhasut oleh ucapan Tsabina dan Rohima yang menuduh Diana. Laki-laki itu pun beranjak untuk mencari keberadaan Diana–istri pertamanya. 

"Diana!" Teriakan Hengki menggema di dalam rumah berlantai dua itu. 

Hengki mencari Diana ke setiap penjuru rumah. Namun, belum juga menemukan keberadaan Diana. Amarah semakin membara di jiwa Hengki. Dia mempercepat langkahnya menuju taman belakang rumah. Biasanya Diana selalu menghabiskan waktu di sana dengan merawat tanaman hias. 

"Diana!" teriak Hengki ketika melihat sang istri sedang sibuk dengan tanamannya. 

Diana terkejut saat Hengki memanggil namanya dengan nada tinggi. Dia langsung berdiri ketika Hengki berjalan ke arahnya dengan langkah tegas. 

"Ada apa, Mas?" tanya Diana bingung. 

"Enggak usah pura-pura bodoh, Dian. Kamu sengaja mencelakai Tsabina, 'kan? Kamu iri karena dia bisa memberikan aku keturunan, sementara kamu tidak!" 

"Maksud kamu apa, Mas? Aku mencelakai Tsabina? Aku enggak paham sama maksud kamu." 

"Alah! Enggak usah munafik, Dian. Aku tahu kamu sakit hati sama aku dan Tsabina. Tapi enggak gini caranya!" bentak Hengki tanpa peduli dengan ekspresi kecewa Diana. "Mulai sekarang enggak usah berani mencampuri urusan Tsabina. Aku bakal cari Koki terbaik untuk calon ibu dari anakku." 

Usai berkata seperti itu, Hengki langsung pergi. Dia dengan angkuh dan sombongnya menghina istri pertamanya. 

Air mata Diana tumpah saat perlakuan Hengki semakin kasar padanya. Dia masih hidup, tapi rasanya jiwanya telah mati sejak Hengki memutuskan untuk melakukan poligami tanpa meminta restu darinya. 

"Baik, Mas. Jika kamu dan keluarga ini sudah tidak memerlukan aku lagi, aku akan berusaha mengurus hidupku sendiri. Aku juga sudah tidak kuat, setiap hari harus melihat kemesraan kamu dengan wanita lain."

Keesokan harinya, Diana yang biasa bangun lebih pagi untuk mengurus urusan rumah, kini tidak memikirkan urusan rumah lagi. Dia sudah bertekad akan membalas perbuatan Hengki dan seluruh keluarga yang telah menghinanya terus menerus. 

"Biarkan saja. Kalian urus saja hidup kalian sendiri. Aku tidak akan ikut campur urusan kalian lagi," ucap Diana saat mendengar Ibu mertuanya sedang mengomel di dapur. 

Wanita paruh baya itu pasti jengkel karena dapur masih dalam keadaan berantakan. Belum ada satupun masakan yang tersedia untuk sarapan. 

Diana yang sudah rapi dengan pakaian formalnya, hanya mengedikkan bahu sebelum akhirnya keluar dari rumah itu. Dia sengaja memberi pelajaran pada mertuanya agar merasakan bagaimana jika hidup tanpa dirinya. 

Begitu keluar dari rumah, Diana pun berjalan menuju pintu gerbang setelah menerima pesan yang berasal dari tukang ojek online yang dia pesan. Untuk memudahkan aktivitasnya, Diana memilih untuk memesan ojek online dari pada naik kendaraan pribadi. 

"Mbak Diana?" tanya si pengendara motor yang berada di depan pintu gerbang rumah tersebut. 

"Iya, Bang." 

Si tukang ojek pun mengangguk, kemudian menyerahkan helm berwarna putih pada Diana yang langsung diterima olehnya. Diana memakai helm itu sebelum naik ke boncengan. 

Setelah memastikan si penumpang sudah siap, tukang ojek itu langsung mengendarai motornya menuju alamat yang sudah tertera di aplikasi. Diana memang sudah mencari lowongan pekerjaan sejak semalam, jadi sekarang dia sudah tahu di mana saja dia bisa melamar pekerjaan. 

Alamat pertama, Diana gagal mendapatkan pekerjaan karena ternyata dia datang terlambat. Sudah ada orang yang mengisi lowongan tersebut. Begitu juga di tempat kedua yang didatangi oleh Diana. 

Diana belum mau menyerah. Kini dia menuju tempat ketiga. Dengan harap-harap cemas, Diana masuk ke dalam sebuah butik terkenal di kota itu. 

"Maaf, Mbak. Saya mau melamar pekerjaan," kata Diana saat menemui seorang pekerja di tempat itu. 

"Oh, boleh, Mbak. Mana CVnya?" tanya balik si pekerja bername tag Sulis. 

"Ini, Mbak." Diana menyerahkan data dirinya pada si pekerja yang langsung diterima oleh pekerja wanita itu. 

"Oke. Mbak bisa tunggu di sana. Biar saya temui bos dulu," kata Sulis dengan ramah.

"Baik, Mbak." 

Hampir setengah jam Diana menunggu. Perasaannya sudah tidak karuan. Dia merasa dia akan gagal lagi. Namun, ketika dia mulai frustasi, Sulis kembali memanggilnya. 

"Mbak, mari ikut saya menemui bos!" 

"Oh, baik, Mbak." Diana dengan patuh mengikuti Sulis naik ke lantai tiga. 

Sulis mengetuk pintu sebuah ruangan. Tidak lama terdengar suara sahutan dari dalam. Ketika sudah mendapatkan izin untuk masuk, Sulis pun membuka pintu dan melangkah masuk. Begitu juga dengan Diana. 

"Bos, ini orang yang melamar pekerjaan di butik kita," ucap Sulis sopan. 

"Oke. Kamu boleh lanjutkan pekerjaan kamu, Lis," ucap seseorang, dari suaranya jelas itu adalah seorang laki-laki. 

Sulis bergegas pergi meninggalkan Diana bersama sang bos di ruangan mewah dengan nuansa putih. Ruangan itu memiliki pemandangan kota yang terlihat dari kaca bening. 

"Jadi kamu mau melamar sebagai desainer di butik saya?" tanya si bos tanpa basa-basi, posisinya masih membelakangi Diana. 

"Ya, Pak," jawab Diana singkat, tetapi dengan nada segan. 

"Saya akan terima kamu bekerja, jika kamu tidak memanggil saya dengan sebutan 'Bapak'. Saya belum setua itu," ucap si bos, sambil memutar kursi kebesarannya. 

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

moga jodoh Diana....

2023-12-14

0

ria

ria

semoga dugaanq benar diana..
awal yg indah dh bekerja dibutik..
semangat diana

2023-12-05

2

ria

ria

nah gitu dong..jgn mau diinjak2..
trs urus surat cerai

2023-12-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!