Selama sebulan penuh Dilan mengikuti kegiatan Tsabina. Selain itu, lelaki muda yang diberi tugas mencari tahu tentang kebusukan Tsabina pun juga memiliki kemampuan untuk meng-hack akun milik targetnya.
Usailah sudah pekerjaan dilan tepat pada waktu yang diminta oleh Diana. Lelaki muda itu mengumpulkan semua bukti yang telah dia dapatkan untuk diserahkan kepada kliennya.
Dilan datang ke apartment Diana untuk menyerahkan semua bukti temuannya. Kini Diana sedang memeriksa satu persatu bukti yang diberikan oleh Dilan. Ketika wanita itu memegang satu bukti berupa salinan hasil USG, dahinya mengerut.
"Ini serius? Jadi seharusnya bulan ini dia melahirkan?" tanya Diana, seraya memandang Dilan.
"Dilihat dari salinan itu, memang seharusnya wanita itu melahirkan dalam waktu dekat, Mbak. Tapi, saya sangki. Sebab, penyelidikan saya tentang awal pertemuan suami kamu sama wanita itu tidak sama dengan perkiraan kelahiran ini," balas Dilan memberikan pendapatnya.
"Memangnya jarak antara kehamilan ini dan awal pertemuan mereka berapa lama, Dil?" tanya Diana penasaran.
"Jaraknya lebih dari dua bulan, Mbak. Jika masih satu bulan mungkin masih bisa dikatakan memang itu benih suamimu. Sebab, hitungan kehamilan setahu saya memang dihitung dari terakhir si wanita mendapatkan tamunya. Tapi, ini sampai dua bulan, loh!"
Diana manggut-manggut membenarkan pendapat Dilan. Lelaki muda itu seperti sangat cerdas dalam mengamati sesuatu. Tidak heran jika dia dapat memecahkan kasus yang rumit sekalipun.
"Jadi, menurut kamu, wanita itu memang tidak hamil dari benih suamiku, ya."
Dilan mengangguk. "Kalau dari pemikiran aku, gitu, sih, Mbak. Tapi, enggak tahu juga. Coba aja tes DNA kalau bayi itu lahir," ucap Dilan memberikan saran.
Diana terdiam, pikirannya membenarkan saran yang diberikan oleh Dilan. Mungkin cara itulah yang akan lebih meyakinkan jika bayi itu memang bukanlah anak Hengki.
*****
Bagaikan gayung bersambut. Hari yang ditunggu pun tiba. Diana mendapat kabar dari asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Hengki bahwa Tsabina telah melahirkan.
"Ini saatnya aku untuk mencari kebenaran itu. Aku harus datang ke sana untuk mengambil sample untuk diuji."
Sebelum datang ke rumah yang dulu merupakan istananya itu, Diana sempat membeli kado untuk dijadikan hadiah kelahiran anak Tsabina. Wanita cantik itu kini tengah mengendarai mobil menuju rumah suaminya.
Ketika sampai di gerbang tinggi rumah itu, seorang satpam yang berjaga segera membuka pintu usai Diana membunyikan klakson. Setelah gerbang terbuka, Diana kembali melajukan kendaraannya masuk ke halaman rumah sang suami.
Diana turun dari mobil seraya membawa hadiah yang sudah dipersiapkan. Netranya menatap pintu rumah yang kini terbuka dengan tatapan nanar. Sekelumit kenangan bersama Hengki tiba-tiba menari di ingatan.
Dering ponsel yang berada di tas menyadarkan Diana dari lamunannya. Wanita itu segera mengambil benda pipih miliknya. Terdapat panggilan masuk dari Sulis. Diana menggeser ikon gagang telepon dan panggilan pun tersambung.
"Ada apa, Lis?" tanya Diana.
"Mbak belum berangkat atau memang tidak berangkat?" tanya balik Sulis.
"Berangkat, kok, tapi agak siangan. Sekarang lagi ke rumah suami dulu," jawab Diana.
"Loh, ngapain ke sana?" tanya Sulis dengan nada kaget.
"Jengukin anak tiri aku, Lis," jawab Diana disertai kekehan kecil.
"Hah! Mbak serius?"
"Iya, Sulis. Udah dulu, ya. Aku mau masuk dulu," ucap Diana mengakhiri obrolan itu.
"Ya sudah, Mbak Diana hati-hati, ya," balas Sulis sebelum panggilan berakhir.
Diana menggeleng kecil saat panggilan berakhir. Dia bersyukur karena memiliki teman-teman baru yang begitu peduli padanya. Selama ini Diana hanya bisa menahan segalanya sendirian, sebab dia hidup sebatang kara sebelum menikah dengan Hengki.
Usai menerima panggilan dari Sulis, Diana kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Wanita itu kembali menatap pintu rumah, lalu memaksa kakinya untuk melangkah ke sana.
Sebelum masuk ke dalam rumah itu, Diana menghentikan langkahnya di ambang pintu. Kebetulan seorang asisten rumah tangga yang bekerja di sana melihat kehadiran tamu yang sebenarnya juga merupakan penghuni rumah itu, dulu.
"Bu Diana," panggil asisten rumah tangga itu seraya melangkah mendekati Diana.
"Mbak Sari," sapa Diana ketika asisten rumah tangga itu sudah berada di hadapannya.
"Bu Diana udah dari tadi di sini?"
"Belum, Mbak. Baru aja, kok. Saya mau menjenguk Tsabina," jawab Diana sopan.
"Oh, mari masuk, Bu."
Diana sempat menatap lama ke dalam rumah, sebelum akhirnya mengangguk kecil. Sari lebih dulu memimpin jalan, diikuti oleh Diana di belakang.
"Siapa yang datang, Sari?" Suara bariton seorang pria mengalun di pendengaran kedua wanita itu.
Wajah Diana memang belum terlihat, sebab masih tertutup oleh tubuh Sari. Ketika si asisten sedikit menyingkir, barulah Hengki bisa melihat sang istri pertama berdiri di hadapannya.
"Diana!" pekik Hengki, sebelah sudut bibirnya terangkat. Lelaki itu hendak mendekati sang istri yang memasang ekspresi datar.
Diana mundur selangkah saat paham sang suami hendak memeluknya. Hatinya masih sakit atas pengkhianatan yang dilakukan Hengki. Meski sebenarnya dia juga merindukan pelukan suami yang dulu begitu dicintai olehnya.
Hengki menghentikan niatnya ketika melihat sendiri reaksi sang istri. Lelaki itu menatap bingung wanita yang kini seolah menjaga jarak darinya itu.
"Aku ke sini untuk menjenguk Tsabina," ucap Diana datar.
"Kamu sudah bisa menerima keberadaan Tsabina, Dian?" tanya Hengki dengan bola mata berbinar.
'Ingat Diana, kamu harus berpura-pura agar niat kamu berhasil.'
"Aku sedang mencobanya, Mas," jawab Diana.
"Syukurlah kalau begitu. Ayo masuk!"
Hengki mengajak Diana masuk ke kamar Tsabina. Di sana juga ada Rohima yang sedang memangku bayi mungil baru lahir itu. Ketika Hengki dan Diana masuk ke kamar itu, Tsabina dan Rohima menatap benci Diana.
"Kamu ngapain ke sini?" tanya Rohima sinis.
"Ma, Diana mau menjenguk Tsabina dan anak kita," sahut Hengki membela Diana.
"Anak kita? Bayi ini anakku, Mas!" sahut Tsabina tidak terima.
"Tsab, Diana juga istriku, loh! Dia juga berhak atas anak kita. Bukankah masalah ini sudah kita bahas dari awal?"
Diana menyeringai dan itu dilihat oleh Tsabina. Wanita yang kini duduk di ranjang itu merasa kesal, sebab suaminya kini malah beralih membela Diana.
'Aku harus mengalah untuk saat ini.' Tsabina
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
moga mereka tidak curiga
2023-12-15
1