" Oh, dia sepupuku. Orang tuanya sedang keluar kota jadi dititipkan ke sini deh!" Setelah memutar otaknya akhirnya jawaban itu yang terlintas di kepala Tiwi. Disertai dengan anggukan kepala sebagai penegas.
Sementara Dini yang wajahnya turut terpampang di layar hanya memilih diam tak berkata. Sebenarnya turut penasaran, tapi dia tak punya waktu berdua dengan Tiwi.
Sepupu, rasanya dia sedikit tak percaya. Berapa lama Nada tinggal di kota yang sama, baru kali ini terlihat bersama dengan Tiwi, akrabpun tidak.
Apa mungkin sepupu baru gede?
" Oooooh, sepupu toh. Terus kenapa gak akrab kalo lagi di kampuss?" Lilis.
" Hemm, aku juga baru liat di rumah kamu." Nah kali ini kedua gadis yang ditanya itu kembali saling menatap.
Rumah Andini berada dalam satu komples dengan rumah Tiwi. Dan tak jarang dia datang ke rumah ini, meski hanya sekedar singgah jika hendak mengajak Tiwi menemaninya ke mini market. Dini tak lagi bisa menahan rasa penasarannya. Mumpung semua sedang membahas ini.
" Iya, dia keluarga yang baru ketemu, hahahaha,..." Tiwi harus menambahkan tawa untuk lebih meyakinkan.
Hah, begini ternyata membohongi sahabat yang tahu segalanya tentang kita. Sulit guys!
" Oooh."
Setidaknya jawaban itu menghentikan tanya jawab rasa introgasi ini.
" Malam minggu hangout yuk?"
Ajakan Andini dijawab serempak penuh semangat oleh ketiga sahabat itu. Sekaligus mampu mengalihkan pembasan.
Tiwi tak tahu jawaban apa lagi yang akan ia berikan setiap kali ada pertanyaan seputaran Nada. Ia juga harus tetap menjaga perkataannya, berupaya semoga Nada tidak tersinggung dengan itu.
hangout?
Rasanya memang sudah lama mereka tidak melakukan kegiatan itu.
" Ajak nada juga!" Itu masih ajakan Andini. Membuat Tiwi menoleh ke arah samping menatap sang ipar yang baru saja ia akui sebagai sepupunya.
Seberapa lama Pratiwi memandang seolah sedang bertanya, namun Nada Justru tak mengerti tatapan wanita itu, hingga Tiwi harus menggunakan kata, " Mau ikut nggak?"
" Ya terserah!" Sebenarnya ia ingin menjawab, tergantung dari izin keluarga itu. Pasalnya bukan hanya Bumi Syam yang harus Ia hadapi. Tapi kedua mertuanya dan juga pria sarkas bernama Buana.
" Ya udah nanti!"
" Kamu kenapa bilang aku sepupumu?"
Di sini Nada merasa jika Tiwi tak sudi mengakuinya sebagai saudara ipar, atau mungkin malu karena dirinya hanyalah seorang anak dari sopir mereka? Tapi kenapa gadis itu mencoba akrab dengannya sampai memanggilnya masuk ke kamarnya? Bukankah ini daerah privasi?
" Trus harus bilang apa dong?" Jujur, Tiwi tak berniat apapun apalagi menyinggung dan merendahkan Nada.
" Kenapa gak bilang kalau aku istri kakakmu?" Lirih, takut jika ia dikira terlalu lancang.
" Kamu udah siap public?"
Dan Nada hanya menggelengkan kepalanya. Tadinya ia berpikir jika hanya ketiga sahabat Tiwi yang tahu statusnya, mungkin masih bisa disembunyikan. Tapi itu juga tidak menjamin. Bisa saja mereka berbicara dan didengar oleh orang lain.
Dan akhirnya, dia pun harus mengakui jika alasan yang diberikan Tiwi memang sudah tepat. Mungkin selanjutnya, Ia pun akan menganggap Tiwi sebagai sepupunya di depan orang-orang.
Ponsel masih hangat, sebelum kembali berdering menampilkan nama kontak, "Sumber Penghasilan."
Seketika itu, Tiwi berjingkat lalu mendorong Nada untuk bangkit dari kasurnya. " Suamimu calling!" Ucapnya.
Meski dengan kening berkerut Nada terpaksa harus bangkit dan pergi dari sana, sepertinya Tiwi menggunakan kekuatan untuk mengusirnya dari sini.
" Cepetan, balik kamar sana!" Bahkan dorongan itu Nada rasakan hingga tiba di depan pintu.
" Eh Nad, lupa. Bonekamu!" Tiwi masih sempat menyodorkan dua buah boneka yang telah ia berikan tadi pada Nada sebelum benar-benar menutup pintu kamarnya.
Suami.
Itukan yang ia tangkap tadi di telinganya. Terlalu cepat, hingga Nada merasa linglung sendiri.
Hingga beberapa detik lamanya, Nada baru tersadar jika yang dimaksud Tiwi adalah Bumi SYam.
Dengan meringis ia mulai melangkahkan kaki kembali ke kamar.
Bumi Syam menatap pintu yang baru saja terbuka, menampakkan Nada yang terlihat dengan senyum tipis di wajah. Belum lagi saat membawa dua boneka dalam pelukannya. Tak bisa Bumi Syam tepis sebuah rasa yang sedikit bergejolak begitu saja.
" Boneka dari siapa?" Tanya.
" I-ini dari Tiwi. Gak boleh yah?" Wajah dingin Bumi Syam mampu membuat moodnya seketika berubah. Takut.
" Oooh, boleh kok." Dan lega yang dirasakan Bumi Syam kini. Dia pikir boneka itu pemberian dari kekasih sang istri. " Minumnya mana?"
" Ya ampun, lupa!"
Dengan menepuk kening sendiri, bergerak cepat melemparkan dua boneka itu ke sofa lalu berlari kembali ke arah pintu.
Sementara di sana, Bumi Syam justru tersenyum melihat tingkah polos itu. Ia hanya bisa menebak jika istrinya itu tadi bergosip dengan Tiwi hingga lupa dengan tujuan awalnya keluar kamar.
Tangannya bergerak menekan tombol-tombol agar kursi rodanya bergerak menuju ke arah sofa. Diambilnya dua boneka itu, lalu melemparkannya ke arah ranjang. Di situ harusnya tempatnya berada, bersama dengan sang pemilik yang baru saja meninggalkan kamar itu.
Hingga hari dimana tiba, mungkin Nada baru saja merasakan menghabiskan waktu selain dengan kekasihnya. Itupun setelah mendapat jaminan dari Pratiwi.
Setelah lelah berjalan meski hanya sekedar mengitari Mall, dan menonton di bioskop lalu berakhir di sebuah food court. Kini mereka semua setelah berada di dalam kamar milik Pratiwi.
" Kenapa Nada nggak ikutan?"
Hah, terbiasa dengan Nada, dan pertanyaan seperti ini membuat otak Pratiwi kembali harus berputar mencari jawaban.
" Dia ada kamar lain. Lagian kalau mau tidur di sini, di mana juga?"
Tubuh mereka saja berempat sudah memenuhi seisi ranjang milik Pratiwi. Jika harus ditambah dengan satu sosok Nada pasti mereka tak bisa bergerak hanya untuk berbalik ke kanan-kiri.
Tiwi hanya berdoa semoga tak ada adegan mencurigakan antara Nada dengan Sumber Penghasilan-nya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments