" Mah ini ada sedikit kue dari
ibu!" Dengan mengulurkan tangan di mana sebuah kotak dari plastik mika
dalam kendalinya.
" Ini apa?" Wajah cantik Mama
mertuanya tersenyum simpul sambil menatap ke arahnya. jelas-jelas ini hanya
sebuah pertanyaan basa-basi. Bentuk dan warna kue bahkan terlihat dari plastik
transparan itu.
" Brownies mah. Tadi ibu bikin
dua." Nada meringis lalu menggigit bibir bawahnya, takut jika kue itu tak
sesuai dengan lidah penghuni rumah ini.
Ia tak tahu selera orang kaya seperti
apa. Mungkin makanan mahal yang biasa tersaji di restoran-restoran terkenal.
" Emmm, Pasti enak!" Jawaban
mama Mira sambil membuka bungkusan itu. Wanita itu bahkan menghirup dalam-dalam
aromanya.
" Eh tunggu ini kue untuk mama
atau untuk suamimu!" Tangannya yang tadi bergerak menyiapkan kue brownies
itu terhenti begitu saja. Lirikan mata menggoda ke arah Nada berganti Bumi Syam
yang sedari tadi menyaksikan interaksi itu.
"Hah?"
" Memangnya tadi ibumu bilang apa
waktu ngasih kue ini?" Mama Mira memperjelas pertanyaannya.
" Ibu bilang bawakan kak
Syam!"
" Ya udah, Mama cobainnya dikit
aja, yang spesial kan Bumi Syam." Wajahnya bahkan dibuat seperti orang
yang merajuk dengan bibir yang maju ke depan.
" Eh bukan gitu mah. ya untuk
semuanya mah!" Mungkin ukurannya tak seberapa besar, tapi tak mungkin pula
kue itu akan dihabiskan seorang diri.
Di sana Bumi Syam tersenyum tertahan.
Tak biasa Ia tepis rasa haru yang menyelimuti hatinya. Ia Tak tahu apa maksud
dari Ibu mertuanya memberinya kue ini. Tuluskah? Namun yang jelas hatinya
benar-benar tersentuh saat ini.
Sepotong brownies di atas sebuah piring
diletakkan Ibu di pangkuannya. Ditemani dengan secangkir teh hangat di atas
meja. Tangan kiri sedikit demi sedikit pulih, meski saat ini tugasnya hanya
menahan piring agar tak terlalu bergoyang.
Masih berupaya menyembunyikan senyum
kecilnya dengan rona merah di pipi, kala nada telah beranjak dan berjalan
menuju ke kamar mereka dengan menggunakan tangga.
Bukan hanya perhatian kecil dari ibu
mertuanya yang membuat ia tersentuh, namun wajah malu-malu Nada tadi juga membuatnya
turut berbunga-bunga.
"Nad, sini deh!" Pratiwi.
" Apa?"
Mereka bertemu saat sama-sama baru saja keluar dari dalam kamar. Nada yang hendak turun ke dapur mengambil air dan Tiwi yang suntuk sendiri di kamar hendak ke luar hanya untuk mencari hiburan saja. Bertemu dengan Nada, tak ada perencanaan sama sekali.
Dan tanpa menjawab Tiwi terus saja menarik tangan nada hingga masuk ke dalam kamarnya.
" Ada apa sih?"
" Nggak ada sih, cuma mau ngajak kamu main aja." Tiwi bahkan telah menghempaskan tubuhnya kembali ke atas ranjang. Setelah itu menepuk sisi sampingnya seolah memanggil Nada untuk ikut berbaring di dekatnya.
Ia hanya mencoba meng-akrabkan diri dengan Nada. Bukankah mereka adalah saudara ipar?
Nada menyimpan jar kosong ke atas nakas di samping tempat tidur Tiwi.
Dengan perlahan nada mulai mendudukkan diri, meski berjarak. Ia merasa belum terlalu akrab dengan Pratiwi. Terlebih lagi saat mengingat status sosial mereka. Dan jangan lupakan, sebelumnya ia hanyalah seorang anak sopir yang bekerja di rumah ini. Itu artinya Pratiwi adalah anak majikan dari ayahnya.
Sesekali mata gadis itu melirik ke sana ke mari, hendak menikmati kamar luas dan sangat cantik milik Tiwi.
Warna ungu lembut menjadikan ruangan ini nampak sekali jika milik seorang gadis. Belum lagi dengan banyak boneka yang juga terbaring di kasur besar nan empuk ini.
Belum lagi ornamen yang terpasang di dinding. Foto-foto polaroid dengan lampu indah yang menghiasi.
Nada juga memiliki koleksi boneka, namun entah mengapa saat melihat koleksi milik Tiwi, hatinya sedikit iri. Dan itu tak bisa ia pungkiri. Enak sekalinya menjadi orang kaya.
Nada mengulurkan tangan meraih satu boneka gurita besar berwarna kuning dengan pita lucu di atas kepalanya. Tersenyum gadis itu memeluk, mencoba merasakan empuknya boneka itu.
" Lucu yah!" Ucapnya masih dengan senyuman.
" Kamu mau?" Sedari tadi Tiwi hanya melirik. Semua perlakuan Nada terlihat meski hanya dengan ekor matanya.
" Boleh?" Mata itu berbinar dengan senyuman yang masih setia.
" Boleh, tapi jangan yang itu deh. Itu spesial tau." Tiwi menyodorkan boneka penguin berwarna abu-abu putih." Ambil ini aja! Sama yang ini deh!" Dan satu lagi boneka beruang yang terlihat memiliki banyak kembaran di sana.
Ia baru ingat, jika kakak iparnya itu tak memiliki boneka sama sekali di kamar kakaknya.
" Cie...cie... Dari someone yah?" Nada.
" Ah, kayak kamu gak aja."
Mendengar Tiwi berkata dengan sinis, Nada tak tersinggung sama sekali justru tersenyum. Tahu jika iparnya itu hanya bercanda. Lalu setelahnya pembicaraanpun mengalir begitu saja.
Ternyata mudah yah akrab dengan adik iparnya ini. Dirinya saja yang selalu mengambil jarak, selalu merasakan diri tak pantas.
" Kamu masih pacaran sama kak Andre?"
Oh ternyata ini yang menyebabkan Pratiwi ingin bicara berdua dengannya. Hendak mengulik hubungannya dengan Andre.
Jika dipikir wajar sih sebenarnya. Saat seorang adik hendak melindungi perasaan Kakaknya. Pun dengan Tiwi pasti tak ingin melihat kakaknya Tersakiti.
Seberapa lama Nada terdiam hingga membuat Pratiwi menoleh ke arahnya. Dan kini wanita itu sadar jika mungkin saja menyinggung satu kampusnya itu.
" Eh enggak. Kamu jangan salah paham. Aku nggak berniat mengurusi masalah pribadimu. Kupikir kamu juga sudah dewasa, tau mana yang benar dan yang tidak."
Pratiwi sadar jika penjelasannya ini seolah tak mendapat dampak apapun bagi Nada. Dan beruntung suara ponselnya merubah suasana yang tadinya kikuk menjadi lebih santai.
" Hehehe biang rusuh." Ucapnya sambil mengangkat telepon.
Dan kini satu persatu dari ketiga sahabatnya mulai menampakkan wajah di layar ponselnya.
" Bu Farida ngasih tugas kelompok, Kamu sama siapa?" Itu suara Lilis.
" Minta aja sama Bu dosen biar kita satu kelompok."
Perasaan Nada sedikit penasaran. Bagaimana hebohnya sih memiliki sahabat seperti mereka?
Hingga tubuhnya sedikit condong dan turut masuk dan tertangkap melalui kamera.
" Eh itu bukannya… siapa ya?" Sudah ada suara-suara yang menebaknya.
" Nada ceweknya kak Andre bukan ya?"
" Oh iya itu Nada ceweknya kak Andre." Dan jawaban itu dari Rindi. Jelas saja janda cantik itu bisa menebaknya, secara Andre dan kekasih dari gadis yang bernama Rindi itu merupakan satu geng.
" Kok ada di kamar kamu Wi?"
Sejak tadi Tiwi diam saja, membiarkan kedua sahabatnya itu menebak.
" Kalian… ada hubungan apa sih?"
Dan di sini kedua gadis yang ditanya hanya saling memandang tanpa menjawab. Sama ragu dengan jawaban apa yang akan di berikan.
" Oh, dia sepupuku. Orang tuanya sedang keluar kota jadi dititipkan ke sini deh!" Setelah memutar otaknya akhirnya jawaban itu yang terlintas di kepala Tiwi. Disertai dengan anggukan kepala sebagai penegas.
Sementara Dini yang wajahnya turut terpampang di layar hanya memilih diam tak berkata. Sebenarnya turut penasaran, tapi dia tak punya waktu berdua dengan Tiwi.
Sepupu, rasanya dia sedikit tak percaya. Berapa lama Nada tinggal di kota yang sama, baru kali ini terlihat bersama dengan Tiwi, akrabpun tidak.
Apa mungkin sepupu baru gede?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments