Bumi Syam memandang datar pria yang telah duduk tepat di hadapannya. Baju kemeja putih hampir sama dengan yang gunakan pria paruh baya yang telah Ia anggap sebagai ayahnya sendiri. Bagaimana tidak, setiap hari mereka bersama kecuali di hari libur.
Tak pernah terbesit dendam sekalipun pada orang ini. Toh kecelakaan itu bukan disebabkan oleh Pak Rusli. Mereka tertabrak oleh sebuah mobil yang dikemudikan seorang remaja dalam keadaan mabuk. Dan orangnya kini telah bertanggung jawab.
Bumi Syam pun tak berniat menyeret pria tua ini dalam masalahnya. Tapi hasutan dari Buana benar-benar masuk dan menyerap di dalam otaknya.
" Biar bagaimanapun, Pak Rusli harus tetap bertanggung jawab dengan keadaanmu saat ini."
" Kawin itu enak loh! Lagian, anaknya cantik-cantik kok, nggak neko-neko juga. Daripada memikirkan mantan kamu itu, yang meninggalkan di saat kamu butuh. Itu sudah cukup, untuk kita menilai pacarmu itu seperti apa."
" Sudah cukup menangisi orang yang tidak berharga dalam hidupmu."
" Aku nggak nangis!"
Bantah bumi Syam dengan ketusnya.
Bohong sekali Jika ia tak menangis, meski saat ini mungkin tidak. Tapi air matanya justru tak tertahan saat dia sendirian. Kadang tengah malam saat kantuk tak bertemu, ia meluapkan perasaannya seorang diri. Bersembunyi di balik punggungnya dari ibu yang tertidur di ranjang sebelah.
" Hemmm," Buana tak berniat berdebat, asalkan adiknya itu mau mengikuti sarannya menikah dengan salah satu Putri dari sopirnya sendiri. Jangankan Bumi Syam, dirinya saja kadang menangis jika sedang sendiri dan membayangkan keadaan adiknya itu.
Begitupun dengan Pak Rusli. Sedikit ancaman darinya membuat pria paruh baya itu tak berkutik. Terlebih saat dia membawa nama besar sang ayah yang seorang perwira meski telah menyandang status purnawirawan.
Juga pamannya, yang memiliki kekuasaan dan uang mampu membuat semua keinginannya berjalan dengan sangat lancar. Hanya menunggu takdir yang berharap tak mengganggu semua keinginannya itu.
Nyatanya memiliki harta yang cukup berlimpah dengan kekuasaan tak cukup untuk kata bahagia. Selalu saja ada masalah yang menghampiri.
Cinta, bisa datang seiring berjalannya waktu.
Buana hanya ingin memberikan yang terbaik pada sang adik, dan semua berjalan sesuai dengan keinginannya tanpa terlalu bersusah payah.
Dan hari ini, semua menjadi nyata.
Dengan tangan ke kanan masih bisa bekerja dengan baik, Bumi Syam menjabat tangan sopir yang sebentar lagi akan resmi menjadi mertuanya.
Ia tak tahu bagaimana setelah ini, meski memang tubuh dan hati belumlah sembuh dari segala yang menimpanya. Semua terlalu cepat, kecelakaan ini, keadaan ini dan perginya sang kekasih hati.
Hingga semuanya berbalik dan yang mengatur adalah kakaknya, Buana.
Di luar, Nada mengenakan kebaya putih sederhana dengan make up natural terpoles di wajah. Gadis itu hanya menunduk, menanti detik demi detik ia berganti status menjadi seorang istri.
Setelah lelah selama beberapa hari menjalankan perang dingin bersama dengan keluarganya, akhirnya ia menyerah juga.
Pernah ia bertanya pada Ainun, kenapa mau mengorbankan diri menikah dengan om Syam?
Dan jawaban gadis belia itu mampu menyenggol hatinya.
" Aku takut kalau Ayah benar-benar dipenjara. Bagaimana keadaan Ayah nanti di sana. Tidurnya, makannya, apa seenak di rumah? Terus Ayah juga kadang manja kalau berjauhan dengan ibu."
Mereka tahu, saat ayahnya bekerja di luar kota, maka waktu malam akan disempatkan untuk menelpon ibu mereka.
" Lalu bagaimana dengan sekolahmu?"
" Aku akan minta pernikahan ini dirahasiakan dulu sampai aku lulus kuliah. Keluarga mereka pasti mengerti, mereka kan baik-baik."
Lihatlah betapa polos dan lugunya Ainun. Gadis belia itu tak pernah memikirkan apa yang akan terjadi setelah pernikahan itu.
Tak ada kesedihan yang terlihat di mata sang adik saat mengucapkan itu. Mungkin karena Ainun belum memiliki kekasih seperti dirinya.
Dan sejauh itu pemikiran seorang gadis yang masih duduk di bangku Sekola Menengah Atas itu. Dewasa sekali. Jauh berbeda dengan dirinya yang lebih mementingkan perasaan dan cintanya sendiri, egois.
" Bisa Kak?" Suara Ainun mengembalikan kesadarannya. Gadis belia yang bersedia menggantikan posisinya sebagai pengantin perempuan untuk Bumi Syam, kapan saja jika memang benar kakaknya itu tak bersedia dan mundur. Semua ini ia lakukan demi kebahagiaan keluarga mereka.
" Bisa!" Nada menjawab lirih. Meski berat, ia harus bisa. Dan itu tergambar jelas dari suaranya. Wajah cantiknya pun sedari tadi hanya menunduk.
" Sudah boleh ke sana."
Nada tersentak kala mendengar kalimat itu, berikut dengan tangan yang terulur di hadapannya, mempersilahkan dirinya bangkit dan berpindah tempat.
Tanpa sadar waktu telah membawanya menjadi seorang istri.
Gugup yang tadinya sempat mereda, kini kembali menghampiri kala ia menyadari langkah kakinya akan dibawa ke mana.
Sambil berjalan pelan kepalanya masih terus tertunduk meski tubuhnya kini dituntun untuk duduk di sebuah kursi. Di sampingnya Bumi Syam juga turut duduk bergeming.
"Sekarang boleh salaman, sudah sah kok."
Kedua pengantin baru itu masih diam bergeming, tak tahu harus memulai dari mana. Padahal hanya berbalik sedikit dan saling mengulurkan tangan, apa susahnya.
Ternyata memang susah ketika hati tak ikut berperan.
" Nada, salim sama suami kamu!" Perintah ibu, berpikir jika Nada jauh lebih bebas dalam pergerakan dibandingkan dengan Bumi Syam.
Dan kali ini, gadis cantik itu mengikuti perintah sang ibu. Berbalik meski kepala masih saja menunduk. Mulai mengulurkan tangan dengan ragu. Ia tahu jika Bumi Syam sama dengan dirinya terpaksa menikah dengannya. Nadapun tahu jika seorang Bumi Syam telah memiliki kekasih yang harusnya dinikahinya bulan ini juga.
Namun yang menjadi pertanyaannya, kemana tunangan Bumi Syam itu? Apa yang terjadi.
Dilupa menanyakan itu pada keluarganya, karena memilih mengunci mulut saat berada di rumah. Diam dan kamar menjadi kebiasaannya selam perang dingin berlangsung. Hendak kabur, atau pergi sebentar namun itu bukan gayanya.
Dan kini, justru dirinyalah yang menjadi istri pria ini. Yang pasti semua ini disebabkan karena kecelakaan yang disebabkan ayahnya. Pasrah, demi keluarga yang tetap utuh.
Nada mulai memiringkan tubuh, mengulurkan tangan ke arah Bumi Syam. Disambut baik oleh pria itu. Tangan yang beberapakali terulur memberikannya uang jajan itu, kini ia gengam dengan hati yang meragu. Pria ini telah menjadi suaminya.
Memberanikan diri untuk menunduk demi mengecup tangan kekar itu. Ia tahu jika pria ini adalah pekerja keras.
" Cium Syam!"
Nada pasrah, masih menunduk dan menunggu seolah mempersilahkan Syam mengecup keningnya. Mata tertutup dengan sangat rapat, ridhokah dirinya kini?
Entahlah.
Nyatanya bayangan sang kekasih hati kini mulai menari di ingatannya. Mungkin salah, namun ia tak bisa mencegah. Rasa sakit itu kini menghantam sanubari. Ia telah berkhianat, ia selingkuh di belakang sang kekasih.
Ia masih sempat merasakan sebuah dorongan di punggungnya demi memajukan tubuhnya. Ah, ia lupa jika kondisi Syam saat ini belumlah mampu untuk mandiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments