Setidaknya Tak Menderita Sendirian

Semua kebutuhan Bumi Syam telah diberitahukan pada sang gadis. Semuanya!

Perlahan Nada mulai meletakkan meja kecil yang telah dipersiapkan khusus untuk Meletakkan makanan Bumi Syam di atas ranjang tepat di hadapan pria itu.

Canggung, pastinya.

Bahkan Gadis itu harus menahan tubuhnya agar tak terlalu terlihat gemetar di hadapan pria ini.

Nampan telah tertata tepat dihadapan Bumi Syam. Meski begitu, Nada masih setia berdiri di samping ranjang sang suami. Ya harus siap sedia kala Bumi Syam membutuhkan bantuannya.

Bumi Syam masih bisa menggerakkan tangan kanannya, meski begitu rasanya ada perasaan malas untuk bergerak hari ini.

Hanya beberapa suap saja, Bumi Syam meletakkan kembali sendoknya.

" Aku capek, suapin!" Ucapnya dengan tanpa menatap gadis muda yang berdiri di sampingnya. Mereka hanya berdua, siapa lagi yang iya temani berbincang kalau bukan Nada?

Dan ini bukanlah sebuah kebohongan. Kesehatan yang belum pulih benar, membuatnya gampang merasa lelah dan letih.

Jangan lupa tentang doktrin yang dihembuskan Buana, " Dia sudah jadi istrimu, jadi jangan sungkan untuk meminta "tolong padanya!"*

Berikut kedipan mata yang sebenarnya terlihat menyebalkan. Andaikan keadaan normal dan stabil, dia pasti telah melayangkan sesuatu pada kakak sulungnya itu.

Terkesiap Nada mendengar kalimat itu. sang gadis hanya diam mematung. Hubungan mereka tak terlalu dekat, untuk suap-suapan.

Ah ia lupa, dirinya berada di sini sebagai seorang istri bukan perawat.

" Aku lapar!" Ucap Bumi lagi setelah ia merasa diacuhkan.

Nada mulai bergerak mendekati, meski masih sedikit ragu. Memaksa tangannya bergerak meraih sendok, mengisi dengan nasi lalu mengulurkan kehadapan sang suami.

Nada harus tetap menekankan status pria di hadapannya ini.

Suami, suami, suami kata hatinya terus meyakinkan diri.

" Sudah!" Padahal baru beberapa suap saja. Atau mungkin memang Ia itu tak berselera untuk makan.

" Kamu sudah makan?" Satu pertanyaan yang lagi-lagi membuat nada terkesiap. Apakah ini sebuah perhatian?

Hanya anggukan kecil yang merupakan jawaban dari gadis cantik ini. Mencoba tersenyum, mencairkan rasa canggung yang masih saja menyelimuti.

" Tapi aku gak liat kamu makan kecuali siang tadi!"

" Masih kenyang!" Masih disertai dengan senyuman tipisnya.

Bumi Syam tak tahu apakah gadis ini berbohong atau tidak.

Dan berikutnya tak ada lagi kata, hingga sampai saatnya tidur.

Bumi Syam menoleh ke samping, di mana sebuah ranjang yang terisi sosok tubuh berbaring di atasnya. Bukan Buana, bukan Pratiwi, bukan juga Fabio yang biasanya menemani malam-malamnya di rumah sakit ini.

Tapi seorang gadis, yang terpaksa untuk menjalani hidup di sisinya. Ia tak tahu, kapan ini semua berakhir.

Apakah dia di sini hanya persinggahan atau mereka akan menua bersama?

Ia pun bisa menebak jika sosok di sana sedang menangis meski tak bersuara.

Iapun tahu rasanya seperti apa, sebab ia juga merasakan.

Ketika mencintai seseorang, namun justru harus menerima orang lain yang menjadi pasangan.

Sakit, rasanya memang sesakit itu, bahkan kadang harus menahan napas demi mencegah rasa sakit itu menjalar ke seluruh ulu hati.

Rasa Iba memang ada, Jika tak semestinya ia merenggut kebahagiaan Nada. Namun kakaknya benar-benar mampu menyuntikkan racun tega pada dirinya. Setidaknya ia tak menderita sendirian.

Hingga kantuk menyerang hanya ia habiskan memandangi punggung milik seorang gadis yang katanya telah menjadi istrinya kini.

Pagi menjelang, menyadarkan setiap insan dari segala bunga tidur. Pun dengan Nada dan Bumi Syam.

Nada yang memilih menyibukkan diri dengan apa saja, merapikan tempat tidur, membersihkan kamar, apa saja demi mengusir kecanggungan yang masih tercipta diantara mereka.

Sementara Bumi Syam hanya sebagai pengamat saja. Ia bisa apa dengan kondisi seperti ini?

Hingga pintu diketuk dari luar, membuat Nada melangkahkan kaki ke sana. Seorang perawat dengan membawa perlengkapan untuk mandi Bumi Syam.

" Beni mana?" Syam yang bertanya. Biasanya seorang perawat pria yang membersihkan tubuhnya, namun kini berganti dengan perawat wanita, jelas saja ada perasaan yang entah, kala harus membanyangkan jika tubuhnya harus disentuh oleh seorang wanita.

Seandainya dirinya tak sadarkan diri mungkin bisa, tapi ternyata ia sadar yang sesadar-sadarnya.

" Beni lagi off pak!"

" Biar istriku saja yang melakukannya!" Sontak perkataan itu mampu membuat gadis yang berada di sana terpaku. Tubuh itu tiba-tiba membeku kala mendengar kata itu.

Gadis itu tak siap.

Bagaimana dan apa yang harus ia lakukan saat ini?

" Kamu keluar saja!" Pandangan BUmi Syam mengarah pada wanita yang berseragam putih yang berdiri diantara dirinya dengan sang istri.  Membuat wanita itu menunduk sejenak sebelum berlalu meninggalkan sepasang insan yang semakin tenggelam dalam keadaan canggung mereka.

" Kenapa diam saja?"

Sedikit membentak membuat Nada terkesiap, tersadar dari lamunan kosongnya.

" Cepat mandikan aku!" Ucapnya lagi masih dengan perintah yang seolah tak terbantahkan.

" Aku gak tau!" Handuk basah bahkan telah berada dalam genggamannya, padahal baju Bumi Syam belum ada yang tertanggal dari tubuh.

" Cuma di lap-lap doang, apa susahnya sih? Atau kamu memang gak mau? Lebih rela melihat suamimu di sentuh wanita lain?" Kesalpun datang melanda seorang Bumi Syam. Hingga mau tak mau membuat Nada harus memaksakan diri untuk maju lebih dekat.

" Maaf yah om, aku buka!" Jari-jari lentiknya mulai bergerak dengan gemetar di depan tubuh Bumi Syam. Yakinlah bukan hanya jarinya yang bergetar, tapi seluruh tubuhpun.

Masih dengan tangan yang bergetar, Nada mulai menyapukan kain handuk basah di tubuh Bumi Syam. " Maaf om, maaf!" Sesekali berucap maaf kala harus menyentuh daerah yang lebih jauh.

*******

" Om, boleh ijin pulang dulu. Aku mau ambil buku sama barang dulu."

Panggilan Om yang memang biasa Nada sematkan pada Bumi Syam sebelumnya, takkan mungkin luntur begitu saja. Perbedaan usia yang hampir 10 tahun, menjadikan itu sebuah kewajaran.

Bumi menganggukkan kepala, setidaknya hari ini jauh lebih baik daripada kemarin, tak terlalu canggung pula. Di sudut sana mama Mira yang baru saja tiba mengerutkan kening meski hanya sebentar. Sebenarnya ingin protes tentang panggilan itu, namun kembali mengingat semua kejadian dan hubungan ini memanglah terlalu cepat. Senyum kembali terukir di bibir manis sang ibu.

Nada kini menuju ke arah mama Mira, mengulurkan tangan sebagai tanda pamit.

" Istirahat di rumah aja yah. Nanti bilang sama bibi atau Tiwi untuk antar kamu ke kamarnya Syam!" Tak lupa wanita itu memberikan senyum penenang pada sang menantu baru, berharap agar gadis ini tak merasa berat saat bersamanya.

" Tante, boleh ijin pulang ke rumahku dulu!" Pinta Nada dengan sedikit memohon. Untuk datang seorang diri ke rumah itu rasanya seperti emmm,... Berat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!