" Cium Syam!"
Nada pasrah, masih menunduk seolah mempersilahkan Syam mengecup keningnya. Mata tertutup, ridhokah dirinya.
Entahlah. Nyatanya bayangan sang kekasih hati kini mulai menari di ingatannya. Mungkin salah, namun ia tak bisa mencegah. Rasa sakit itu kini menghantam sanubari. Ia telah berkhianat, ia selingkuh di belakang.
Ia masih sempat merasakan sebuah dorongan di punggungnya demi memajukan tubuhnya. Ah, ia lupa jika kondisi Syam saat ini belumlah mampu untuk mandiri.
Dan saat Nada merasakan sesuatu yang menempel di keningnya, maka semakin luruhlah air mata itu. Gadis itu bahkan harus meremas jemarinya sendiri demi mengurai rasa sesak di dadanya.
Apa yang akan ia katakan pada Andrie nantinya?
Bagaimana cara ia memutuskan hubungan dengan pria yang selama ini memenuhi rongga hatinya?
Rasanya ia tak siap berada diposisi ini.
Ahhhkk, sakit sekali rasanya dadanya kini.
Bumi Syam hanya mampu menatap sang istri dengan nanar. Ia tahu jika wanita itu sama sakitnya dengan dirinya. Ia tahu, pasti berat ketika berada di posisi Nada saat ini. Gadis itu juga memiliki kekasih tapi justru menikah dengan pria lain yang tak dicintai, sama seperti dirinya.
Ah, mungkin lebih sakit dirinya saat ini. Ingat keadaannya yang kini tak bisa berbuat apa-apa karena kecerobohan ayah dari gadis ini.
Tak perlu mencari siapa yang lebih menderita sekarang, kini mereka adalah sepasang suami istri yang sah di mata hukum dan agama. Terjerat dalam benang merah, dan harus belajar menerima satu sama lain.
" Selamat yah, semoga rumah tangga kalian langgeng."
" Semoga bahagia sampai akhir hayat!"
" Jodoh tak kan jatuh pada orang yang salah, Jadi hargai pemberian Tuhan yang telah menggariskan kalian menjadi suami istri."
" Sekarang kalian sudah sah menjadi suami istri, harus saling menjaga dan menyayangi satu sama lain."
Kalimat itu hanya mampu mereka balas dengan senyuman. Meski semua yang di sana tahu jika senyum itu bukan dari dalam hati, tapi mereka tak peduli. Cinta bisa datang seiring berjalannya waktu. Dan kalimat itu kembali menjadi semboyan mereka.
" Jangan buat masalah. Ingat sekarang Syam sudah jadi suamimu, jadi perlakukan dia sebaik-baiknya." Kalimat ini terlontar dari bibir Buana yang sambil menyalami Nada.
Syam yang masih berada di sisi sang istri hanya mampu melirik kakaknya dengan mata yang menghunus tajam. Entah mengapa kalimat itu seperti seseorang yang mengancam, bukan memberikan selamat.
Ia bisa menebak, jika kakaknya ini menekan Pak Rusli agar mau menikahkan anak gadisnya ini dengan seorang pria lumpuh sepertinya. Miris sekali.
Satu persatu mereka mendatangi dan memberikan doa dan restu pada sepasang pengantin baru yang belum berpindah tempat dari kursi itu, masih di antara batas meja putih. Tak ada pelaminan tempat mereka tuju setelahnya.
Makanan ala kadarnya berupa nasi kotak yang jumlahnya hampir sama dengan para tamu. Masih ada jajanan berupa kue tradisional sebagai pencuci mulut yang di letakkan di atas sebuah piring lebar.
Hingga satu per satu dari mereka pamit dan meninggalkan kamar perawatan yang baru saja berganti ruang hajatan, kini kembali sepi.
Hanya tertinggal para orang tua dari sang pengantin, yang masih setia menemani mereka.
" Nada, mama titip Bumi Syam padamu yah!"
Sambil memeluk Nada, Mama Mira mulai menyampaikan pesan-pesannya. Ia tak pernah tahu alasan apa yang ada di balik pernikahan dadakan ini. Bahkan setelah beberapa kali berhadapan langsung dengan Buana, sang anak yang sekaligus menjadi pencetus acara ini.
Bertanya pada papapun sama bungkamnya. Hingga mau tak mau ia turut mendukung pernikahan tanpa cinta ini.
Mata merah dan wajah sendu dari kedua pengantin ini menggambarkan betapa berat mereka menerima.
" Dia sudah menjadi suamimu saat ini. Mama mohon, jaga dia baik-baik. Tapi jika sudah tak sanggup, atau ada yang tak sesuatu yang tidak kamu sukai dari suamimu itu, jangan bicarakan pada ibumu, tapi bicarakan pada mama." Lanjutnya, masih dengan memeluk Nada.
Separuh hati seolah masih ragu untuk membiarkan gadis ini merawat sang putra seorang diri. Inginnya ia, menemani dan merawat BUmi Syam hingga benar-benar sembuh.
Namun ajakan sang suami yang berkata biarkan mereka untuk beradaptasi, dan memberikan kepercayaan penuh pada gadis itu, hingga mau tak mau ia pun harus rela meninggalkan ruang perawatan sang putra.
" Kondisinya yang seperti ini masih bisa sembuh, hanya butuh waktu saja. Mama harap kamu bisa sabar menghadapi keadaan suamimu yang mungkin banyak menyulitkanmu. Tapi jika sudah tak sanggup dan ingin menyerah, jangan ragu untuk bilang semuanya pada mama."
" Baik bu!" Patuh dengan kepala yang mengangguk lemah.
" Anak-anak biasa panggilnya mama, kamu juga yah! Pelan-pelan aja, nanti juga terbiasa!" Mama Mira masih berusaha tersenyum meski hatinya meragu.
Dan kini giliran kedua orang tua Nada yang pamit.
" Bu, aku gak bawa pakaian ganti." Nada berbisik pada sang ibu, saat wanita itu tengah meminta diri untuk undur diri.
Syam telah kembali di ranjang perawatannya, kondisinya tak terlalu memungkinkan untuk sekedar berlama-lama duduk di atas kursi, meski yang disediakan sangatlah empuk.
" Kan tadi udah dibilangin!"
Sebenarnya Nada berharap bisa ikut pulang dengan keluarganya, tapi sayang ucapan mama mertuanya jelas saja menjelaskan posisinya sekarang.
" LUpa bu. Tapi udah kusiapin kok!" Mereka masih berbicara sambil berbisik.
" Ya udah nanti Ibu suruh Ainun pulang ambil tasmu."
Ainun yang tadi meninggalkan ruang perawatan itu, kembali muncul dengan sebuah tas ransel. Bukan koper yang digunakan Nada, untuk menyimpan pakaiannya. pikirannya saat ini ia hanya berada di sini dalam beberapa hari saja.
Hingga seluruh keluarga benar-benar pamit undur diri meninggalkan sepasang suami istri itu dalam keadaan Canggung.
Benar-benar Canggung, bahkan untuk melirik pun tak berani.
Nada yang begitu setia menunduk, memandangi lantai tempat dia berpijak, sementara BUmi Syam memilih diam dan menoleh ke arah jendela. Lebih menikmati pemandangan di luar yang hanya menampakkan langit biru saja.
"Aku lapar!"
Kalimat singkat pembuka. Malam telah bertamu, mengusir mentari yang tadi telah menemani sepanjang hari.
Hanya berdua, dan mereka tak tahu apa yang harus dilakukan dalam keadaan seperti ini. Ingatkan mereka tentang status yang baru saja tercipta diantara keduanya. Dari bukan siapa-siapa kini menjadi suami-istri.
Nada mulai melangkah mendekat, masih dengan kepala yang menunduk. Di sebelah kanan ranjang pasien Bumi ada sebuah nakas dan terdapat makanan yang telah disiapkan memang untuk pasien. Hanya sempat menikmati makanan enak demi merayakan pernikahan, kini Bumi Syam kembali dihadapkan dengan makanan lembek dengan rasa yang hambar.
Semua kebutuhan Bumi Syam telah diberitahukan yang ditunjukkan sang gadis. Semuanya!
Perlahan Nada mulai meletakkan meja kecil yang telah dipersiapkan khusus untuk Meletakkan makanan Bumi Syam di atas ranjang tepat di hadapan pria itu.
Canggung, pastinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments