Belajar Mandiri

" Aku nggak bisa bu! Ibu kan tahu sendiri aku punya Kak Andri." Wajah cantik itu seketika cemberut. Tidak mungkin baginya meninggalkan sang kekasih hati demi menikahi pria lain yang tidak ia cintai sama sekali. Bahkan seluruh keluarganyapun tahu tentang hubungan mereka.

Terlebih dia juga tahu sendiri, jika yang dimaksud ibunya itu adalah majikan dari sang ayah. Bukankah pria itu juga memiliki seorang tunangan? Sangat jelas karena berita pernikahan keduanya telah tersebar luas.

Keluarga mereka bahkan turut hadir pada acara pertunangan mewah itu.

Kedua sejoli itu terlihat sangat bahagia dengan senyum yang tak pernah pudar. Sesekali terlihat memamerkan cincin yang melingkar di jari manis masing-masing. Genggaman tangan yang seolah tak mau terlepas dengan sesekali saling merangkul itu. Terlalu terlihat jika ke duanya memang sama mencinta dengan begitu dalam.

Lalu kenapa kini ia di tawari untuk menikah dengan pria itu? Ada-ada saja!

" Lalu bagaimana dengan ayahmu? Kalau kamu nggak mau menjadi istrinya, maka ayah akan dilaporkan pada polisi dengan alasan lalai dalam bekerja." Wanita paruh baya itu terlihat tengah menahan tangis.

Bahkan mereka sangat yakin, jika keluarga itu mampu menyeret Pak Rusli dengan berbagai alasan yang mungkin saja tidak masuk akal. Hanya bermodalkan uang, segalanya bisa saja terjadi bukan. Bu Aina bisa menebak, jika ini masalah sakit hati keluarga itu pada suaminya yang tak bisa mencegah dan menghindari kejadiaan naas itu. Tak menerima maaf, meski suaminya pernah dinyatakan tak bersalah.

Dan jika itu benar-benar terjadi, lalu bagaimana dengan hidup mereka. Tanpa suami, tanpa Ayah, tanpa tulang punggung keluarga, mereka bisa apa? Dirinya yang telah menjadi ibu rumah tangga sejati, sejujurnya tak bisa berbuat apa-apa hanya untuk menyambung kehidupan keluarganya. Terlalu berharap penuh pada suami ternyata tak terlalu baik juga.

" Ada Ainun Bu."

" Kamu tega, mengorbankan Adikmu yang masih kecil. Dia belum cukup umur untuk menikah, dia bahkan belum lulus sekolah."

" Jadi maksud ibu, Ibu lebih tega mengorbankan aku daripada Ainun?" Jika benar begitu, fix orang tua mereka pilih kasih. Meski selama ini, keluarga itu hidup dalam kecukupan harta namun sangat berlimpah dalam kasih sayang. Setidaknya sebelum ibunya menyampaikan berita ini.

" Ibu tidak pernah tega mengorbankan anak kandung ibu sendiri, termasuk kamu. Tapi untuk pernikahan anak di bawah umur seperti Ainun belum bisa terdaftar di Catatan Sipil Nada."

Tak pernah terpikirkan sebelumnya mengorbankan kebahagian anak-anaknya. Pernikahan yang ia yakini seumur hidup juga pasti berlaku pada anaknya. Dan ia mau, setidaknya pernihakan itu resmi  bukan hanya secara agama tapi negara juga. Hingga ia masih memiliki kekuatan hukum jika saja pernikahan itu hanyalah sebagai mainan bagi keluarga kaya itu.

Mungkin ini hanya sebuah perdebatan yang dilakukan oleh ibu dan anak. Nyatanya ayah dan juga satu putrinya yang lain turut mengikuti kata demi kata yang terlontar dengan nada tinggi dan sengit itu di balik dinding. Tak perlu menguping, karena kamar gadis itu tak tertutup dengan sempurna, belum lagi kamar yang memang tanpa menggunakan peredam suara hingga semua kata mampu tertangkap dengan jelasnya.

" Aku nggak mau!" Geram Nada sebelum beranjak dari situ. Ia tak mungkin tetap di sana saat hatinya bergemuruh hebat.

Marah, kesal jelas saja.

Ia bukanlah anak yang pembangkang, tapi tentang pernikahan jelas saja ia harus berpikir seribu kali. Bukankah pernikahan hanya sekali seumur hidup?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

" Woaaaah, kuenya banyak banget. Buat apa Bu?"

Separuh meja makan terisi dengan hidangan sarapan pagi. Nasi goreng dengan telur ceplok dan kecap. Sederhana sekali. Padahal biasanya ibunya menambahkan tempe goreng atau lainnya. Tetap ada teh hangat untu mereka masing-masing.

Sementar separuh mejanya lagi terisi dengan sekumpulan kue-kue kecil tradisional.

Tumben sekali, ibu membuat kue-kue itu di pagi hari, yang jelas-jelas waktu di mana Ibu sangat sibuk mempersiapkan kebutuhan mereka semua.

" Latihan menyambung hidup jika nanti ayahmu tidak ada." Hanya sebuah kalimat ringan yang mampu membuat semua anggota keluarga terdiam sambil menunduk. Wajah sendu itu tak dapat ibu tutup-tutupi lagi.

Memang sejak semalam telah memikirkan ini. Bahkan tak bisa tidur hanya memikirkan kehidupan mereka selanjutnya. Ancaman dari keluarga majikan sang suami benar-benar mampu mengubah hidupnya yang semula tenang menjadi kacau.

Belum lagi, putri sulungnya itu seolah tak mau tahu dengan keadaan yang menimpa mereka sekarang, Dan kini seolah ia harus bergerak seorang diri, belajar menopang kehidupan mereka sebelum semua mimpi buruk itu benar-benar menjadi nyata.

Hening.

Hari ini, Bu Aina bangun lebih cepat agar bisa menyempatkan diri membuat kue untuk dijajakan di warung-warung dekat rumah. Dicoba tak mengapa.

Tak ada yang berani mengulurkan tangan demi mengambil sarapan masing-masing. Terutama kedua putrinya itu.

Setelah beberapa lama diam membisu, Nada memilih beranjak lebih dulu, mengabaikan sarapan paginya. Ia tak yakin mampu menelan makanan saat perasaannya kacau seperti ini. Bisa dipastikan ibunya hanya ingin menyinggungnya saja.

Dengan tas selempang yang ia gantung di pundaknya mulai keluar dari hunian sederhananya.

" Aku siap kok jika harus menikah dengan Om Syam."

Sayup-sayup suara yang ia dengar dari dalam rumah, menghentikan langkahnya tepat di ruang tamu.

" Nggak bisa Ainun, kalau kamu yang menikah mungkin hanya nikah siri dan kita tak bisa berbuat apa-apa jika keluarga itu melakukan sesuatu padamu."

Di luar Nada terdiam memasang Indra pendengarannya baik-baik. Hatinya sedikit bergetar saat mendengar sang adik bersedia mengorbankan diri. Harusnya kini ia bisa merasa lebih lega, bukan dia yang akan dinikahkan dengan pria dewasa itu.

Namun mendengar bantahan ibunya, lagi-lagi membuat posisinya masih berada dalam ancaman.

Bumi Syam, semua keluarga mengenal sosok pria itu. Tampan, mapan dan juga baik. Kedua putrinya bahkan kadang menerima uang jajan dari pria itu.

Tapi untuk menjadikan pria itu sebagai pasangan hidup, tak pernah terlintas dipikiran kedua gadis cantik itu.

Sebulan yang lalu, telepon dari sang ayah membuat mereka semua panik.

" Kami kecelakaan." Suara lemas ayah di balik telpon seolah menghentikan waktu beberapa detik. Hingga ketiga wanita itu segera meluncur dari tempat-tempat berbeda menuju ke rumah sakit.

Ibu dari rumah, Nada dari kampus dan Ainun dari sekolahnya. Tiba dengan napas yang ngos-ngosan. Dan mampu bernapas lega kala mendapatkan ayah yang berdiri di depan pintu ruang ruang IGD dengan keadaan yang baik-baik saja, meski wajah panik dan ketakutan masih tergambar di wajah pria itu.

"AYah baik-baik saja kan?" Tanya ibu yang langsung memeriksa tubuh ayah. Terlihat bugar meski ada beberapa bercak darah di beberapa titik pakaiannya. Kening yang memerah dan sedikit benjol.

" Ayah baik, tapi majikan ayah,..."

Mobil mereka tertabrak dari arah samping. Tepat di bagian Bumi Syam duduk di kursi penumpang bagian belakang sebelah kiri. Dan ayah mereka, hanya lecet sedikit di bagian kening sebab terbentur dasboard moil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!