Arriena merasakan sensasi misterius dari dalam tubuh nya, merasakan cekitan cekitan perih di sekitar lambung. Tubuhnya langsung merasakan ketegangan yang menyeruak, dan bola matanya meluncur ke atas dengan sendirinya. Kehalusan tulang belulangnya ternyata takluk pada kekakuan tak terduga. Dan saat itu juga, para siswa melontarkan teriakan terkejut seakan tak percaya akan apa yang mereka saksikan.
"Hei, apa yang terjadi padanya? Kapan ramuan itu akan bereaksi?"
"Apakah ramuannya gagal?"
"Lihat! Tubuhnya mengejang, jangan-jangan yang beraksi penuh adalah racun bukan ramuan nya."
"Respon tubuh yang mengerikan."
Dan pekikan lain yang di lontarkan oleh para siswa dengan panik.
Di helaan napas panik para siswa, teriakan mengerikan memenuhi ruangan.
Arriena mendapati dirinya diterabas rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya tanpa ampun.
Tangan-tangannya melipat kuat, kekuatan yang ia miliki surut dengan kejatuhan dirinya, dan buliran busa mulus melebur dari bibirnya.
Sialan, ia hampir kehilangan kesadarannya. Ia menahan sakit yang luar biasa, racun apa yang telah di campurkan oleh Lillian ke dalam ramuan tersebut? Dalam keremangan kesadarannya yang semakin tipis, kepanikan merasuk di dalam dirinya, takut bahwa ramuan itu tidak berespon sebagaimana mestinya. Apakah Lillian sengaja ingin membunuhnya?
Lillian tidak merespon apapun, ia hanya menikmati penampilan Arriena yang sangat kesakitan dengan perasaan senang.
"Jelas ramuan itu akan beraksi, tetapi ramuan tidak akan beraksi dengan cepat, tetapi membutuhkan waktu." ucap Lillian kepada para siswa.
Noe yang sama terlihat panik berucap, " lalu, kapan waktu itu akan tiba, kau sengaja menyiksanya ya?"
"Tidak," balas Lillian.
Tubuh Arriena melemah dan tatapannya mulai normal, sementara napasnya terengah-engah menyeluruh di ruangan.
"Lihat? Ia sudah mulai kembali, itu artinya ramuan tadi berhasil," lanjut Lillian dengan santai.
Noe segera menghampiri Arriena dan menggendongnya, berniat membawa Arriena ke ruang medis.
"Tidak perlu membawa dia ke ruang medis, ramuan tadi bekerja dengan sempurna. Dia hanya perlu sedikit waktu untuk istirahat," tiba-tiba ucap Lillian, kemudian ia membubarkan kelas karena praktik sudah selesai.
*
Saat ini, Arriena merasakan tenaga dalam tubuhnya sedang pulih dengan perlahan. Tidak lama kemudian, ia menyadari bahwa dirinya berada di sebuah ruangan yang tak lain adalah ruangan medis milik guru Althea. Ruangan ini terasa tenang dan nyaman, dengan aroma harum dari lilin yang terbakar di pojok ruangan.
Arriena duduk santai di tempat tidur medis yang empuk, memandangi sekelilingnya dengan rasa ingin tahu. Perabotan medis yang tersusun rapi di sekelilingnya membuatnya merasa aman dan terlindungi. Tampak ada beberapa tanaman hijau yang diletakkan di sekeliling ruangan, memberikan sentuhan alami yang menenangkan.
Guru Althea, yang saat ini berperan sebagai profesor ahli medis di Melldfy's Academy, dengan lembut mendekati Arriena. Ia tersenyum ramah, memberikan rasa kenyamanan dan kepercayaan pada Arriena.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, Arriena?" tanya Guru Althea dengan nada lembut yang penuh kepedulian. Arriena sedikit tersentak karena kelembutan ucapan guru Althea.
Arriena menjawab dengan senyuman lemah di wajahnya, "Sekarang sudah jauh lebih baik, prof. Tenaga saya kembali dengan perlahan."
Guru Althea mengangguk mengerti, lalu mengambil kotak kaca berisi bubuk ramuan dari meja kerjanya. Ia menjelaskan dengan bijak, "Ini adalah ramuan yang aku persiapkan untukmu, Arriena. Ramuan ini membantu mempercepat proses penyembuhanmu dengan alami. Tetapi, yang paling penting adalah kesabaran dan istirahat yang kau berikan pada tubuhmu, ya."
Arriena mengangguk, mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia merasa terhibur oleh perhatian Guru Althea yang begitu hangat dan bijak.
"Lillian itu, mengapa sangat ceroboh? Tidak biasanya ia melakukan tes praktik ini kepada pemula," lanjut guru Althea.
Dalam ruangan yang tenang itu, Arriena merasakan kehangatan dan kedamaian. Ia tahu bahwa perjalanan pemulihannya masih membutuhkan waktu, tetapi ia merasa yakin bahwa dengan dukungan dan bantuan dari Guru Althea, ia akan pulih dengan sempurna.
*
Sementara itu, Celine tampak gelisah. Ia berdiri di ujung tangga, menantikan sosok Arriena yang belum juga muncul.
"Mengapa Arriena begitu lama? Aku sudah sangat lapar, aku ingin mengajaknya pergi ke kantin bersama," Celine merenung dalam monolognya, sambil menggosok-gosok perutnya yang terasa kosong.
Matanya menyusuri para siswa yang keluar dari ruangan medis satu per satu. Ia mencoba mengenali setiap wajah, berharap melihat Arriena di antara mereka. Namun, harapannya pupus saat dia melihat siswa terakhir keluar dan Arriena tidak ada di antara mereka.
Tidak ingin menyerah, Celine menghampiri siswa tersebut dan memutuskan untuk menanyakan keberadaan Arriena.
"Maaf, apakah Arriena sudah keluar dari ruangan atau masih berada di dalam?" tanyanya dengan lembut, namun terlihat kekhawatiran di matanya.
Siswa tersebut terlihat sedikit bingung, berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Arriena? Ia sepertinya berada di ruangan profesor Althea, karena ia tadi menjadi bahan cobaan praktik kami."
Celine merasa khawatir semakin tumbuh dalam dirinya. Ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahan saat ini. Apakah Arriena baik-baik saja? Apakah ada yang terjadi padanya?
Mencoba menenangkan dirinya sendiri, Celine memutuskan untuk berterima kasih pada siswa itu, "Baiklah, terima kasih,"
Siswa itu hanya mengangguk dan melangkah pergi meninggalkan Celine.
Celine merasa hatinya berdebar kencang. Dengan cepat, ia berjalan menuju ruangan profesor Althea di mana Arriena berada. Setiap langkahnya penuh kekhawatiran dan ingin segera melihat sahabatnya.
Ketika Celine tiba di depan pintu ruangan, ia mengetuk dengan hati-hati. Pintu pun terbuka perlahan dan Guru Althea muncul dengan senyuman hangat.
"Kau Celine ya? Apa ada yang di butuhkan?" tanya Guru Althea, melihat ekspresi cemas di wajah Celine.
"Dapatkah aku melihat Arriena?" ucap Celine dengan nada yang penuh kegelisahan.
Guru Althea mengangguk dan memberi jalan pada Celine. Ruangan medis terlihat cerah dengan cahaya yang lembut memancar dari lampu-lampu kecil yang ditempatkan di sekitar ruangan. Di tengah-tengah ruangan, Arriena terbaring dengan tenang di tempat tidur medis.
Celine sedikit terkejut melihat salah satu senior berada di dekat tempat tidur Arriena.
Ia mendekati Arriena dengan langkah perlahan.
"Ha? Celine, mengapa kau ada di sini? Dan bagaimana kau tahu bahwa aku berada di sini?" tanya Arriena heran.
"Aku mengetahuinya dari salah seorang siswa di kelas medis. Dia mengatakan bahwa kau menjadi subjek percobaan! Apakah kau baik-baik saja?" tanya Celine dengan cemas.
Arriena tidak bisa menahan tawa, dengan main-main memukul tempat tidur beberapa kali. "Kamu terlihat sangat lucu dengan wajah panik itu," serunya.
"Aku baik-baik saja, kau tahu. Apa menurutmu aku selemah itu?" balas Arriena.
Tiba-tiba, Leah menyela sambil menunjuk Celine, "Hei, bukankah dia gadis yang sewaktu itu?"
Arriena mengangguk, senyum terbentuk di wajahnya. "Ya, benar. Sepertinya kita sudah berteman baik," jawabnya hangat.
"Ah, aku Leah." ucap Leah memperkenalkan diri kepada Celine.
"Aku Celine, teman seangkatan Arriena, tetapi kita beda kelas." jawab Celine malu-malu.
"Baiklah, sepertinya aku mendapat teman baru," lanjut Leah lalu kembali duduk di kursi sebelah kasur Arriena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Dwi Sulistyaningsih
Pen nampol Lillian deh
2023-07-10
1