PANGERAN SUBUH (Ustadzku, Guruku, Suamiku)
Prang!
Sebuah vas bunga keramik hancur berhamburan di atas lantai setelah seorang gadis melemparkan itu dengan amarah meluap-luap. Azizah, gadis cantik berusia 18 tahun yang masih duduk di bangku kelas 12 SMA itu marah karena perkataan dari kedua orangtuanya.
"Ai enggak mau nikah, Bunda. Ai itu masih mau sekolah. Ai masih mau have fun sama temen-temen Ai. Kenapa sih Bunda sama Ayah selalu enggak adil sama Ai, apa karena Ai enggak lebih baik dari Kak Ima apa karena Kak Ima lebih bisa membuat kalian bangga! Kalian itu jahat! Kalian enggak adil. Yang kalian pikirkan dan kalian prioritaskan hanya Kakak. Aku ini cuma anak pungut buat kalian."
Plak!
Satu tamparan pelak mendarat di pipi Azizah, perempuan yang sejak tadi mengoceh itu mendadak bisu. Bibirnya tersenyum miring saat rasa panas menjalar di area pipinya. Ia menepis tangan bundanya ketika wanita paruh baya itu ingin merangkulnya.
"Maafkan Bunda, Sayang. Bunda minta maaf, Bunda enggak sengaja," ucapnya tulus. Air mata merembes keluar, tangan wanita itu bergetar, menyesal karena sudah kelepasan sampai membuat Azizahnya terluka.
"Arghhhhhhh!" Bu Sahla ikut frustasi, ia menjambak rambutnya seraya meraung-raung menangis di depan Azizah. "Bunda capek, Azizah. Bunda capek harus terus memaklumi kenakalan kamu. Lebih dari tiga kali dalam seminggu Bunda harus mendatangi kepala sekolah. Kenapa? Kenapa kamu harus bersikap seperti ini?" lirih Bu Sahla kesal. "Oke! Kalau kamu mau bilang ini wajar enggak masalah karena ayah sama bunda masih hidup, kami masih bisa menaungi kamu, kami bisa memaafkan kamu dan memaklumi kesalahan kamu. Tapi kalau kami udah enggak ada gimana Azizah?" lirih Bu Sahla dengan suara yang sangat memilukan.
"Bunda enggak pernah minta kamu buat jadi yang terbaik, tapi jangan terlalu nakal, Nak. Kamu itu anak perempuan. Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama kamu hah? Bagaimana?"
Pak Haidar ikut berjongkok, memeluk istrinya yang semakin lama semakin menyedihkan. Bu Sahla memiliki riwayat penyakit asma, jika tidak segera dihentikan tangisannya, itu akan sangat berbahaya.
"Nak! Lihat Bunda kamu, Bunda sampai seperti ini, kita mau menikahkan kamu bukan karena kita enggak sayang, kita sayang sama kamu dan kita harap kamu bisa belajar untuk memperbaiki sikap. Tolong Nak! Menikah dengan Ustadz Farhan, beliau adalah Ustadz kepercayaan kakek kamu. Kamu enggak akan menyesal karena menikah dengannya. Kamu masih tetep bisa sekolah."
Azizah tertawa sinis, dia tidak mau menikah muda, tapi melihat ibunya seperti itu, ada sedikit ketakutan dalam hatinya kalau ibunya akan sakit. Terlebih, ancaman dari Bu Sahla tidak main-main. Beliau mengatakan akan mencoret Azizah dari kartu keluarga jika tidak menikah dengan laki-laki pilihan kakeknya.
"Baiklah!" jawab Azizah dengan suara bergetar menahan tangis. "Azizah akan menikah jika itu memang keinginan kalian!"
Brak!
Pintu kamar kedua orangtuanya dibanting kasar oleh Azizah, gadis itu tertegun di ambang pintu ketika ia melihat sosok kakaknya tengah menatap ke arahnya dengan tatapan kasihan, padahal, Azizah selalu berpikir jika kakakya lah yang pantas dikasihani sebab, sejak kecil, kakaknya itu selalu memakai tongkat untuk membantunya berjalan.
"Puas! Kakak puas liat aku diasingkan kayak gini hah? Puas karena sekarang Kakak bisa menguasai semuanya, kasih sayang ayah sama bunda gak akan terbagi lagi, mainan, makanan, semuanya ... semuanya buat Kakak. Ambil itu dan bahagialah di atas penderitaan orang lain."
Azizah melengos pergi menyenggol bahu kakaknya sampai perempuan itu hampir terjatuh. Ima meringis, air matanya menitik membayangkan kekacauan yang terjadi di rumah ini adalah karenanya. Ima tidak menyangka jika adiknya akan semarah ini karena rasa cemburu yang berlebihan.
** ** **
Di sebuah pesantren yang sangat besar, malam itu terjadilah sebuah akad pernikahan sederhana, tidak ada pesta atau lain sebagainya karena pernikahan itu pun dilangsungkan di malam hari. Saksi-saksi hanya sebatas penghuni pesantren sebab mempelai wanita masih sangat muda, masih berstatus pelajar dan sepertinya tidak terlalu baik jika mengekspos pernikahan ini terlalu jauh.
Seorang pengantin perempuan tengah menatap nanar pantulan dirinya dari cermin besar di depannya. Azizah kembali menitikkan air mata, perempuan itu tidak tahu apa yang harus dia lakukan agar terbebas dari semua ini. Kabur? Tidak mungkin, Azizah tidak mau berakhir menjadi penyebab meninggalnya sang ibu.
"MasyaAllah, cantik banget anak Bunda, kamu beruntung karena menikah dengan Ustad Farhan, beliau ternyata sangat tampan, gagah dan idolanya para santri wati di pesantren ini," ujar Bu Sahla dengan senyum di bibir. Ia benar-benar tidak bisa membaca raut wajah tertekan Azizah, saking inginnya membuat Azizah keluar dari lingkaran hitam, orang yang seharusnya tidak suka melihat air mata anaknya, kini malah menjadi sumber penyebab hancurnya hati darah dagingnya sendiri.
"Kamu mau lihat fotonya Ustadz Farhan enggak? Cakep lho. Bunda ambil ya!"
Azizah menggelengkan kepalanya. "Enggak usah Bunda. Azizah baik-baik aja. Toh meskipun enggak ganteng, meskipun Ustadz Farhan sudah tua, Azizah tetap tidak bisa menolak pernikahan ini bukan?"
Bu Sahla tertegun, lidahnya mendadak kelu mendengar suara lirih anak bungsunya. Jika saja Azizah tidak nakal, Bu Sahla tidak mungkin membiarkan Azizah menikah si usainya yang masih sangat muda. Anak remaja melakukan kenakalan memang sudah bisa, tapi Azizah ini telah melampaui batasan. Bukan satu dua kali ia memergoki Azizah ada di klub malam dengan teman-teman sebayanya, tapi berkali-kali. Jika terus dibiarkan, Bu Sahla takut kedepannya akan semakin sulit dan semakin buruk.
"Maafkan bunda, Sayang," batin Bu Sahla berseru lirih.
Sementara itu, di tempat lain, yaitu di aula pesantren. Aula yang sudah sangat ramai itu mulai senyap ketika penghulu di pernikahan Ustadz Farhan dan Azizah mulai bersuara.
“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq.”
"Sah?" tanya penghulu pada seluruh saksi di acara pernikahan tersebut.
"Sah!" jawab mereka semua serempak.
“Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir.” Kiyai Juhairu nepuk pundak Ustadz Farhan, lega dan bangga. Itulah yang Kiyai rasakan saat ini. Ustadz Farhan adalah Ustadz kebangganya, selain kepahaman Ustadz Farhan terhadap ilmu agama sangat dalam, Kiyai merasa sangat bahagia sebab ia sudah menganggap Ustad Fattan seperti keluarganya sendiri.
"Kiyai!" panggil Bu Sahla kepada ayahnya. Dia mendekat ke arah Kiyai, suaminya, dan juga Ustad Hanan yang sekarang sudah menjadi menantunya.
"Kenapa? Ada apa lari - lari seperti itu hah? Mana obat kamu?" panik Kiyai sebab beliau hafal betul jika anak perempuannya itu tidak bisa terlalu lelah sebab asmanya bisa kambuh tiba-tiba.
"Enggak ada waktu, Kyai. Azizah, Azizah pingsan. Azizah pingsan di kamar."
"Inalillahi!" Orang-orang itu, termasuk ustadz Farhan langsung berlarian menuju dimana tempat Azizah berada, mereka langsung membuka pintu kamar, dan memeriksa keadaan Azizah.
"Nak! Hei! Bangun Sayang, ini Ayah Nak!" ucap Pak Haidar mengguncang bahu sang anak pelan tetapi tidak ada respon sama sekali.
"Kiyai!" panggil Ustadz Farhan memperlihatkan toples kecil berwarna putih yang sepertinya adalah obat-obatan.
"Astagfirullah, Ai!" gumam Bu Sahla membekap mulutnya tidak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
erviani
assalamu'alaikum kak Nita.. mampir ah baca sambil nunggu novel terbaru nya update.. bab 1 udh seru
biasanya yg nakal itu laki2 nya, disini tokoh cewe nya yg nakal
2024-09-15
1
❗♈🅰️T♀️🇮🇩
assalamu'alaikum kk
semoga ceritanya mengenakkan di hati, ada ilmu yg terselip di ceritanya
2023-09-18
2
Uneh Wee
aslamualaikum ka hadir
2023-06-17
2