"Saya enggak bilang seperti itu. Saya hanya bertanya!"
Azizah tersenyum sinis, "Teteh itu sudah lebih dewasa dari saya, jenjang pendidikan pun lebih tinggi daripada saya. Seharusnya Teteh bisa membedakan mana pertanyaan, pernyataan dan tuduhan."
"Loh, kok kamu malah nyolot sama saya? Saya cuma nanya aja! Tapi kamu sendiri yang nuduh saya fitnah kamu. Saya tahu kamu cucu pemilik pesantren ini, tapi bukan berarti kamu bisa semena-mena."
Astagfirullah ... semakin heran lah seorang Azizah. Dia tidak mengerti kenapa perempuan ini sangat ingin memojokkannya. Terlebih, air mata buayanya, ini terlalu berlebihan.
"Saya akan melaporkan kamu pada Kiyai Juhairu. Kenakalan kamu ini sudah keterlaluan, Azizah!"
Teh Bilqis langsung melesat pergi meninggalkan Azizah, perempuan itu tersenyum menyeringai, sedang Azizah hanya bisa tertunduk dengan wajah yang semakin kusut.
Dengan langkah tak kalah cepat, Azizah mengikuti Teh Bilqis ke rumah kakeknya yang terletak di area pesantren itu.
"Ada apa?" tanya Ustadz Farhan pada seorang ikhwan yang baru saja masuk ke kelas dengan napas terengah-engah. "Kenapa kamu terlambat?"
"Itu Ustadz! Anu ... eummm ... tadi ... tadi saya dengar Teh Bilqis sedang adu mulut ... sama cucunya Kiyai!"
"Inalilahi!" Ustadz Farhan langsung menarik tangan muridnya keluar dari kelas, "Maksud kamu istri saya sama Teh Bilqis berantem?"
Murid itu menggelengkan kepalanya. Entahlah, dia tidak terlalu mengerti tapi sepertinya memang iya seperti itu. "Saya tadi ada keperluan, mau ke ruangan Teh Bilqis untuk minta tolong, tapi malah ada suara aneh!"
"Suara aneh?" tanya Ustadz Farhan lagi.
"Iya ... Teh Bilqis bahas masalah cincin, istrinya Ustadz bilang Teh Bilqis nuduh istri Ustadz!"
"Astagfirullah!" Ustadz Farhan mengusap wajahnya pelan. "Sekarang masuk dulu! Saya kasih kalian tugas, nanti saya kembali!"
Murid itu mengangguk mengiyakan. Ia masuk ke kelas, tapi sebelum duduk, ia berbisik di samping Ustadz Farhan. "Katanya ke rumah Kiyai Juhairu!"
** ** **
"Esihhh ... dasar pengadu. Apa yang perempuan itu inginkan, mana mungkin aku nyuri barang dia."
Meskipun menggerutu, Azizah tetap mengikuti Teh Bilqis dari belakang. Seperti orang yang tidak melakukan kesalahan juga tidak terganggu akan tingkah staf itu. Sebenarnya Azizah heran, dari awal, dia sudah merasa kurang nyaman karena Teh Bilqis seperti sengaja mengomporinya dengan dia yang lebih banyak tahu tentang sang suami.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam!" sahut Ummi Warda ketika membukakan pintu untuk Bilqis. Ia yang sebelumnya tersenyum mendadak terkejut karena Bilqis datang dengan derai air mata, juga ada Azizah di belakangnya.
"Masuk, Teh! Kenapa kamu ikut Ai?"
Azizah memeluk Ummi Warda, berbisik sehingga semakin melotot lah istri Kiyai Juhairu.
"Kamu nyuri cincin Teh Bilqis?"
"Ikh ... enggak! Ai beneran enggak ngambil. Sumpah!"
"Saya tadi meninggalkan cincin saya di dalam tempat pensil yang dibawakan Azizah, tapi saat saya ingin mengambilnya, cincin itu sudah tidak ada."
Teh Bilqis kembali menangis, perempuan itu menunduk dalam. Menunjukkan rasa hormat meskipun sebenarnya ya seperti itu lah.
"Ada apa ini?" tanya Kiyai Juhairu dari arah dalam. "Azizah berbuat ulah lagi?"
Perempuan yang tertuding mengembusakan napas kasar, perempuan itu ingin membantah tapi Ummi menggelengkan kepalanya. Menuntun Azizah dan Bilqis untuk duduk di sebuah sofa yang ada di ruang tamu.
"Ummi ambilkan minum dulu sebentar!" Ummi Warda beranjak dari perpaduan, kembali dengan membawa segelas air di tangannya. "Minum dulu, Nak!"
"Ada apa Teh Bilqis, cucu saya salah apalagi? Kenapa Teteh menangis?"
"Kiyai! Ai enggak salah! Ai yang difitnah! Ai dituduh nyuri cincin Teh Bilqis, buat apa? Kalau mau, Bunda sama Ayah bisa beliin sama toko-tokonya!"
"Diam Azizah! Saya enggak bicara sama kamu!" bentak Kiyai Juhairu.
Azizah tertunduk, perempuan itu mengepakkan kedua tangannya kemudian beranjak.
"Mau ke mana kamu! Duduk!"
"Enggak mau!" sahut Azizah cepat.
"Azizah!" bentak Kiyai lagi.
"Azizah enggak salah Kiyai! Kenapa Azizah harus manut? Perempuan itu yang udah fitnah Azizah!"
"Saya bilang duduk, Azizah!"
"Enggak mau ikh!"
Perempuan itu sudah akan ke luar dari pintu, akan tetapi sosok di depannya membuat ia berhenti, menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca. Lihatlah! Semua orang datang, dia yakin, suaminya juga akan menyalahkanya, sama seperti kedua orangtuanya dan juga seperti Kiyai. Tidak ada satu orang pun yang sayang padanya. Tidak ada.
"Mas temenin kamu, Dek! Sebaiknya kita dengarkan dulu apa kata Kiyai. Mas janji, mas akan mempercayai apa pun yang kamu katakan! Boleh kita duduk sebentar?"
Mendengar kalimat lembut yang dilontarkan oleh suaminya, Azizah diam, perempuan itu pun menurut ketika Ustadz Farhan menuntunnya untuk duduk kembali.
"Assalamu'alaikum, Kiyai! Ummi!"
"Wa'alaikumsalam, Nak! Maaf kalau kami membuat keributan!"
Ustadz Farhan menggeleng kepalanya. "Silahkan dilanjutkan, Kiyai!"
Teh Bilqis yang duduk bersebrangan dengan Azizah dan ustadz Farhan sedikit gemetaran. Perempuan itu menceritakan semuanya, Azizah beberapa kali ingin menyela akan tetapi ustadz Farhan menahan tangannya, menggenggam dan mengusapnya lembut.
"Jadi ... apakah Teh Bilqis punya bukti kalau istri saya mencuri cincin Teteh?"
"Ustadz!" gumam Azizah menatap suaminya kecewa. Lagi-lagi Ustadz Farhan hanya tersenyum seraya mengusap kepala istrinya lembut.
"Saya yakin. Kalau cincin itu tidak dibuang, cincinnya pasti masih disimpan, tadi saya sempat sedikit menceritakan tentang Ustadz Farhan, sepertinya Azizah tidak menyukai itu dan ingin membuat perhitungan dengan saya!"
"Teh!" pekik Azizah. Kali ini dia sudah beranjak, habis kesabaran karena ocehan tidak bermutu yang dilontarkan Teh Bilqis. "Geledah saya kalau saya memang mencuri cincin Teteh!"
Perempuan itu meraba-raba setiap pakaian yang dia kenakan. Saku rok, dan ... anehnya, ketika dia meraba saku hoodie yang dia kenakan, Azizah berhenti. Perempuan itu memasukan tangannya ke dalam dengan ekspresi wajah bingung.
"Astagfirullah Ai!" Ummi Warda menutup mulutnya ketika Azizah mengeluarkan cincin dari dalam saku hoodie tersebut. Kiyai terlihat sangat marah, tapi ustadz Farhan hanya bisa menunduk karena itu.
"Tunggu! Demi Allah aku enggak ngambil cincin Teh Bilqis, aku enggak tahu kenapa cincin ini bisa ada di sini! Aku---!"
Kiyai Juhairu langsung merampas cincin itu dari tangan Azizah. "Apa cincin ini bisa berjalan sendiri ke dalam saku kamu?" sarkas Kiyai menatap Azizah dengan mata melotot tajam.
"Kiyai ... Ai enggak salah! Ai juga enggak tahu kenapa cincin itu bisa ada di saku Ai. Mungkin itu ulahnya sendiri, Kiyai. Teh Bilqis sengaja mau----"
"Cukup Azizah! Sudah cukup kamu berbohong! Jangan katakan apa pun lagi dan minta maaf sama Teh Bilqis!"
"Enggak mau!"
"Azizah!" pekik Kiyai Juhairu.
"Ai udah bilang kalau Ai enggak salah! Jangan paksa Ai untuk mengakui perbuatan yang enggak Ai lakukan!"
Tanpa memberikan permintaan maaf itu, Azizah dengan cepat berlari keluar dari rumah kakeknya. Kiyai Juhairu menatap nanar hal tersebut, terduduk dengan wajah malu.
"Kiyai ... mohon maaf sebelumnya. Jika boleh, izinkan saya untuk berbicara dengan istri saya terlebih dahulu! Saya akan bertanggungjawab kalau memang iya istri saya melakukan itu. Saya permisi dulu, Kiyai. Ummi, Teh Bilqis. Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam!" sahut mereka. Kiyai Juhairu menatap istrinya lekat, ia bingung, malu juga kepada Ustadz Farhan. Azizah benar-benar menguji kesabaran semua orang. Beberapa kali helaan napas keluar dari mulutnya, Kiyai tidak tahu, harus dengan cara apa lagi untuk membuat Azizah berubah.
Tok! Tok! Tok!
"De! Kamu di dalem?" tanya Ustadz Farhan setelah mengetuk pintu kamarnya beberapa kali. Ia mencoba untuk membuka pintu sebab tidak ada sahutan dari dalam.
"Sayang~~!" Ustadz Farhan duduk di tepian ranjang. Menatap istri kecilnya yang sedang berbaring menyamping, derai air mata membanjiri wajah cantiknya. Hidung dan matanya sudah merah karena terlalu lama menangis.
"Ngapain ustadz ke sini?! Ustadz mau marahin Ai juga? Mau bentak Ai juga kayak mereka? Kenapa sih kalian enggak percaya sama Ai!" Azizah berbicara menggebu-gebu. Bahkan, dia yang tadinya berbaring sudah duduk menatap suaminya tajam.
"Ustadz mau minta Azizah buat ngakuin kesalahan itu juga hah? Ustadz mau Azizah minta maaf? Azizah enggak bakal mau! Lebih baik ceraikan saja Ai! Usir Ai dari sini biar kalian enggak malu! Kenapa harus mempertahankan orang seperti Ai hah?"
Ustadz Farhan terdiam, menatap Azizah dengan tatapan berbeda dari biasanya. "Iya, kenapa kami harus mempertahankan orang sepertimu?" gumam Ustadz Farhan pelan.
"What?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Neng Diah
Dari sini kita bisa belajar loh, kalau orang yang dianggap buruk sama kita tuh belum tentu buruk. Begitupula sebaliknya
2024-10-14
1
Jamaliah
konfliknya jangan berat dong Thor bunda jadi tegang nih....
2023-07-17
1
Ratna Mahendra
mbakkk,,mesti lho kalau potong ceritanya pas bikin org penasaran. ayo lanjut up nya hehehe
2023-07-17
2