Azizah melemparkan tasnya ke atas ranjang. Perempuan itu berbalik menatap pintu kamar dengan amarah luar biasa. Hari ini, sungguh ... dia hampir meledak karena pria yang sudah menjadi suaminya malah membuatnya ingin melemparnya ke bulan.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam!" ketus Azizah. Ia menghampiri ustadz Farhan tergesa. Namun, pria itu malah bersikap biasa saja, melakukan hal yang biasa dia lakukan yaitu membereskan barang-barang istrinya.
"Mau mandi duluan enggak?" tanya ustadz Farhan. Hal itu tentu saja membuat Azizah semakin naik darah. Ia menatap marah, berkacak pinggang tepat di depan Ustadz Farhan yang sedang merapikan meja kerjanya di kamar itu.
"Kenapa? Saya salah lagi?" cicit ustadz Farhan lembut.
"Tadi itu maksudnya apa, ustadz? Ustadz sengaja melakukan itu, Ustadz mau bilang ke seluruh penghuni sekolah kalau kita sudah menikah? Begitu? Ustadz mau bikin saya dibully lagi? Kok bisa sih ingkar janji begitu aja. Apa yang Ustadz mau, kenapa sangat tidak konsisten! Seharusnya Ustadz mencontohkan hal yang baik, bukan malah seperti ini. Ustadz sengaja kan ngelakuin itu! Jahat ya!"
Napas perempuan itu naik turun. Rasanya benar-benar sangat menyebalkan. Dia pikir semua rahasianya akan terbongkar, beruntung tidak ada yang menyadari tatapan ustadz Farhan padanya tadi. Kalau ada, Azizah akan langsung melarikan diri dari pesantren ini.
"Udah marahnya?" tanya ustadz Farhan masih dengan kesabaran luar biasa luas, suaranya juga sangat lembut, tidak ada amarah, bentakkan kecil pun tidak ada.
Azizah mendengus. Ya kalau belum, masa dia diam.
"Saya enggak dalam kondisi untuk bisa mengatakan tidak, kalau saya tidak mengakui pernikahan kita dengan alasan buruk, itu sama saja dengan saya menjatuhkan talak untukmu! Saya hanya berusaha membuat semua balance."
Kening perempuan itu mengerut dalam, ia menoleh menatap suaminya malah semakin tidak mengerti. "Apa maksudnya?"
Ustadz Farhan menggelengkan kepala. "Sudahlah! Saya mandi dulu! Hari ini kamu harus setor hafalan yang waktu itu sampai selesai. Kalau enggak, Adek tahu kan konsekuensinya seperti apa?"
Perempuan itu mendengus, ya ... dia tahu, dia tahu kalau dia akan menjadi ikan buntal jika tidak mengerjakan tugas-tugasnya. "Bisa - bisanya sesantuy ini! Sebenarnya dia manusia atau bukan sih," keluh Azizah menatap punggung suaminya kesal. "Aduh, gimana caranya ya biar Ustadz Farhan marah."
** **
"Silahkan!" pinta ustadz Farhan pada Azizah yang sudah berada di depan meja kecil, yang tentunya juga ada di depannya. Mereka belajar di ruang terbuka, di sebuah gazebo besar yang menghadap langsung ke kolam ikan juga kebun-kebun sayur mayur.
Pesantren tersebut memang tidak terlalu sering membeli bahan-bahan untuk lauk dari luar karena mereka sendiri mengelola lahan pertanian sayur mayur, juga ada beberapa kolam ikan dan hewan ternak seperti ayam dan bebek.
"Ai!" panggil ustadz Farhan karena Azizah malah melamun.
"Iya, ustadz!" Azizah mulai memberikan setoran hafalannya perlahan-lahan.
Senyum simpul pun tersinggung di bibir ustadz Farhan. Pria itu menunduk, mencerna hafalan istrinya dengan sangat teliti.
Hampir semua orang yang melihat momen itu dibuat iri. Bukan iri dengki, tapi memang hal seperti ini sangat jarang terjadi, alhasil mereka merasa kalau itu adalah momen langka yang sangat lucu.
"Terima kasih untuk hafalannya, Ai. Sekarang lanjutkan ke bab berikutnya! Dan tambahan yang lain, saya mau kamu hafalkan juz 30 ya. Boleh setor kapan pun kalau sudah selesai."
"Ustadz! Ustadz enggak bercanda kan?" keluh Azizah dengan tatapan nanar. Bahunya luruh ke bawah, dia sudah sangat ingin menangis tapi malu juga.
Ustadz Farhan hanya tersenyum. "Baik ... untuk sore ini cukup ya! Kalian boleh kembali, istirahat sebentar sebelum mulai pelajaran lainnya!"
"Baik, ustadz!" jawab mereka serempak.
Beberapa murid masih tertinggal di sana, termasuk juga teman Azizah yaitu Afifah.
"Enggak papa! Nanti aku bantu. Sore ini ustadzah Alina lagi mau ngambil ubi kayu di kebun yang di belakang. Mau ikut enggak?"
Azizah yang sudah kesal karena suaminya, melirik ke arah ustadz Farhan sekilas kemudian beranjak.
"Hayuk Fah! Ada ustadz Zaky kan? Mending cuci mata daripada di sini!"
Perempuan itu menarik Afifah pergi dari sana, melewati Ustadz Farhan tanpa mengucapakan sepatah kata pun.
Namun, lagi-lagi ustadz Farhan malah tersenyum. Pria itu bergegas pergi ke suatu tempat, tapi ... setelahnya juga berjalan ke area perkebunan singkong.
Pria itu terkekeh. Ia benar-benar merasa kalau Azizah ini terlalu lucu, hanya mulutnya yang besar tapi tubuhnya letoy.
"Aduh ... kok susah sih? Itu, Ustadzah Alina bisa, kenapa ini susah?"
Afifah, ustadzah Alina dan yang lainnya tertawa melihat Azizah yang kesulitan untuk mencabut pohon singkong itu.
"Saya bantu," kata ustadzah Alina ... akan tetapi ia diam tak bergerak saat ustad Farhat datang menggantikannya.
"Jadi gini Dek, tarik ke setiap sisi dulu!" ujar ustadz Farhan seraya memindahkan tangan Azizah yang terlalu tinggi untuk berada lebih dekat dengan akar pohon.
Perempuan itu menolehkan kepalanya alangkah terkejutnya ia saat melihat ustadz Farhan lah yang membantunya. Terpaku, tidak bisa melakukan apa pun dan dia hanya diam, menurut bak kerbau yang di cucuk hidungnya.
Ustadz Farhan tersenyum menatap kekikukan istrinya. "Nah, stelah semua sisinya longgar, baru cabut agak kencang. Saya hitung sampai tiga, kita tarik sama-sama."
Azizah pun mengangguk mengiyakan.
"Satu!" mereka semua yang ada di sana tanpa sengaja ikut menghitung saking gemasnya karena sejak tadi Azizah tidak bisa mencabut pohon singkong itu tapi tetap memaksa ingin mencabut pohon itu sendiri, padahal ... ustadzah Alina memang sudah terbiasa bekerja dengan otot, bukan karena pekerjaannya mudah.
"Dua!"
"Tiga!"
"Arghhhh!" Azizah yang awalnya meringis mulai berbinar karena singkong - singkong itu sudah terlihat bermunculan sedikit demi sedikit. Ia semakin menarik kencang pohon singkong tersebut karena tekanan yang diberikan tanah sudah semakin longgar.
"Astagfirullah!"
Mereka semua memekik karena ustad Farhan dan Azizah malah terjengkang. Ustadz Farhan meringis, tapi Azizah malah bersorak heboh dan langsung berdiri untuk mengambil singkong-singkongnya padahal ustadz Farhan masih terkapar.
"Ustadz enggak papa kan?" tanya Ustadz Zaky yang membantu rekannya itu untuk berdiri.
"Alhamdulillah baik, lihatlah! Padahal hanya singkong, tapi bisa seheboh itu!" Ustadz Zaky mengangguk seraya tersenyum. Azizah ini, sebenarnya dia adalah anak yang baik, tapi entah kenapa dia malah menjadi pemberontak.
"Ustadzah Alina lihat! Aku juga bisa ngambil singkong, emangnya ustadzah aja yang bisa!"
Ustadzah Alina menunduk untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Azizah. "Tapi kamu dibantu ustadz Farhan! Ustadzah mah narik sendiri."
"Ho'oh! Baju ustadz Farhan sampai pada kotor seperti itu, lho Ai!" tambah Afifah membuat Azizah menolehkan kepalanya ke arah sang suami. Dia berjalan mendekati suaminya membawa dua buah singkong dengan ukuran cukup besar, berdiri di depan ustadz Farhan seraya menatapnya lekat.
"Ini!" kata Azizah memberikan salah satu singkong ke tangan ustadz Farhan. "Kita bagi sama rata. Aku satu, ustadz satu! Jadi ... enggak ada yang dirugikan pan?"
Ustadz Farhan terkekeh. Ia terlihat senang dengan itu. "Baiklah, saya terima singkongnya, semoga besok-besok kita bisa bekerja sama lagi!"
"Drama apa ini?" gumam ustadzah Alina di samping Afifah.
"Entahlah! Bukankah mereka ini sangat aneh?"
Ustadzah Alina mengangkat kedua bahunya. "Kalau enggak aneh memang bukan mereka. Sudah nikah kok masih kaya Tom and Jerry. Nah sekarang lagi akur, entah bagaimana nanti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Aini Chayankx Ahmad N
baru muncul udah ngakak aku kak
2023-08-05
3