Mata perempuan itu memincing, melihat Ustadz Farhan yang sedang membereskan meja makan. Ia yang hendak meletakan piring ke dalam wastafel melirik piring itu kembali, cukup lama ia berpikir sampai pada akhirnya.
Prang!
"Astaga ...!"
Azizah memekik, perempuan itu menutup mulutnya dengan tangan. Ekspresi wajahnya ia buat senatural mungkin, sebagaimana orang terkejut dan merasa bersalah.
"Kenapa?" tanya Ustadz Farhan khawatir.
"Itu, Ustadz, maafkan aku. Tanganku lemah, jadi piringnya malah jatuh, aku enggak sengaja." Azizah merengek dan dia buat itu seperti alami, tidak ada akting. Namun, saat Ustadz Farhan melihat ke arah pecahan piring tersebut, Azizah tersenyum miring.
"Kau pasti marah bukan? Kau akan berpikir kalau aku adalah gadis ingusan, tidak becus dan teledor! Ayok ceraikan aku, Ustadz Farhan. Talak tiga juga aku ikhlas," batin Azizah. Harapan gadis itu sudah setinggi gunung, seluas samudra dan sebulat tekadnya untuk berpisah dari ustadz Farhan.
"Inalillahi wainailaihi rojiun. Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah milik Allah, mereka semua memiliki ajal, termasuk piring-piring ini. Sudah, sekarang kamu siap-siap. Lima menit lagi kita berangkat. Saya bereskan ini dulu ya."
"Hah?" cengo Azizah. Wajahnya menunjukkan ekspresi luar biasa bodoh. Tidak mungkin, ibunya saja akan sangat marah saat dia memecahkan tatakan cangkir kecil, kenapa ustadz Farhan malah bisa sesabar ini.
"Saya bilang kamu siap-siap dulu! Kamu enggak papa kan? Apa ada yang terluka?" Ustadz Farhan baru akan memeriksa Azizah, tapi perempuan itu dengan cepat mundur seraya mengibaskan tangan.
"Aku baik-baik saja, Ustadz. Aku akan pergi!" ujarnya langsung berlari. Azizah terlihat sangat gugup dan takut.
"Hah!" Ia bernapas ngosh-ngosahan setibanya di kamar. Ini tidak masuk akal, Ustadz Farhan tidak bisa diremehkan, dia memiliki kemampuan bertempur di luar dugaan. "Ini baru pertama, aku yakin masih ada kesempatan lain, banyak yang bisa aku lakukan untuk membuatnya jengkel." Azizah berseru dengan semangat juang 45.
** **
"Kita mau naik ini?" tanya Azizah kepada suaminya. Tidak mungkin Ustadz Farhan mengajaknya untuk menaiki motor bukan? Kalau panas bagaimana? Yang lebih parah, bagaimana jika hujan? Ya ampun, ini benar-benar di luar nurul pikirannya Azizah.
"Lebih enak naik motor, lebih cepat juga Dek. Paling cuma 15 menit nyampe. Yuk Naik!" Ia menyodorkan helm untuk Azizah. "Ini milik adik perempuan saya. Pakailah!" katanya langsung mendekat ke arah Azizah, memakaikan itu untuk sang istri karena Azizah malah mematung seperti orang bodoh tulen.
"Naik!" titah Ustadz Farhan.
"Enggak mau!"
"Mau telat atau bagaimana? Saya ada kelas pagi!"
"Aku enggak mau naik motor, apa Bunda enggak kasih inventaris, mobil misalnya?"
Ustadz Farhan tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. "Naik sekarang atau saya hukum kamu nanti malam."
"What? Hukum? Dengan cara apa? Lebih baik hukum aku saja!" Azizah masih berusaha untuk menolak karena memang dia tidak bisa keluar rumah dengan motor, apalagi harus dibonceng laki-laki ini. Azizah malu.
"Baiklah! Kalau begitu tunggu saya di rumah. Mandi biar wangi!"
Azizah yang sudah berbalik dan melangkahkan kakinya menghentikan itu. Keningnya mengerut, bola matanya berputar berusaha mencerna apa yang dimaksud oleh suaminya. Dan, ketika ia sadar hukuman apa yang suaminya maksud, barulah perempuan itu berbalik, menatap Ustadz Farhan tajam tapi pria itu malah mengangkat kedua bahunya acuh.
Mau tidak mau Azizah menuruti sang suami meskipun hatinya dongkol bukan main. Sedang pria yang ada di depannya malah tersenyum karena hal tersebut.
Tidak sampai di sana, perdebatan terus berlanjut. Azizah memaksa untuk diturunkan karena dia tidak mau penghuni sekolah tahu jika dia sudah menikah dengan pria yang usianya 10 tahun lebih tua darinya.
"Ustadz! Udah di sini aja!"
"Kenapa?" tanya Ustadz Farhan menepikan motornya. Pria itu menerima helm yang disodorkan oleh sang istri.
"Ustadz enggak berniat mengumumkan pernikahan kita kan? Aku enggak akan minta banyak, Ustadz. Cukup jaga rahasia kita baik-baik. Saya juga menikahi Ustadz karena terpaksa, orang-orang enggak perlu tahu, kalau kita bercerai, akan sulit menjelaskan semuanya kepada mereka."
"Bercerai?" tanya Ustadz Farhan tidak mengerti.
"Iya, bercerai. Aku enggak niat nikah di usia muda Ustadz. Jadi tolong, hargai keputusanku."
Setelah mengucapakan itu, Azizah melengos meninggalkan Ustadz Farhan begitu saja. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan sang suami, tidak bisa menyaring kata-kata dan Azizah bertingkah seolah-oleh hanya dia yang memiliki hati.
"Astagfirullah ... semoga Allah mudahkan segalanya untuk kita Dek."
** **
"Assalamu'alaikum, Pak!" beberapa siswa dan siswi di sekolah tersebut menyapa Ustadz Farhan ramah.
"Wa'alaikumsalam," sahutnya. "Bagaimana dengan tugas yang Bapak berikan, sudah hafal semu?"
Anak-anak itu banyak yang mengangguk tapi ada juga yang menggelengkan kepalanya.
"Siap-siap aja! Jam pelajaran kedua saya tes kalian satu-satu! Paham!"
"Na'am, Pak!"
Ustadz Farhan tersenyum, pria itu pun pergi ke ruang guru untuk memulai harinya.
Sampai di lorong pun, Ustadz Farhan masih terus menjawab sapaan beberapa guru dan juga anak-anak didiknya.
Tak jauh dari sana, Azizah, gadis yang baru keluar dari kantor kepala sekolah langsung bersembunyi di belakang tembok, perempuan itu mengintip bagaimana cara suaminya berinteraksi dan bagaimana hebohnya anak-anak perempuan saat melihat Ustad Farhan.
"Pak Han memang selalu menjadi idola anak-anak di sekolah ini. Selain karena tampan, ilmu dan akhlak beliau terlalu sempurna untuk ukuran manusia pendosa seperti kami."
Azizah mengangguk-anggukan kepalanya. Perempuan itu mengerti kalau yang mereka lihat dari tampang dan ilmu, tapi Ustadz Farhan itu terlalu kolot untuk mereka yang masih duduk di bangku SMA. Ekh, ia menoleh ke arah sumber suara. "Pak Kepsek," kaget Azizah terkejut karena kepala sekolahnya sudah ada di belakang. "Saya permisi dulu, Pak!" Gadis itu membungkuk dan lari menuju kelasnya.
Sesampainya di kelas, Azizah dibuat celingukan melihat sekitar, meja yang penuh dengan coretan, juga ruangan kumuh itu membuatnya merasa kurang nyaman. Buru-buru ia mengambil masker karena tidak ingin hidungnya terkontaminasi debu dan menyebabkan sesak napas dadakan.
Para murid yang ada di kelas tersebut menatap ke arah Azizah dengan tatapan heran, aneh. Satu kata yang bisa mereka berikan untuk murid baru di kelas mereka.
"Pak Farhan datang!" pekik murid perempuan ... orang-orang yang masih berada diluar mulai berhamburan masuk ke dalam kelas, mereka benar-benar sangat ribut dan kasar. Bahkan, segerombolan murid itu menyenggol bahu Azizah sampai tasnya jatuh dan tumblr di saku tas itu menggelinding ke arah pintu.
"Astaga ... para brengsek kecil ini," keluh Azizah, ia mau tidak mau berjongkok untuk mengambil tasnya. Namun, saat ia berdiri dan hendak mengambil tumblr miliknya, tangan kekar itu terulur dengan begitu apik, ia menatap tangan dan tumblr itu cukup lama, ingin berterima kasih, tapi niatnya luntur begitu melihat sepasang manik mata hitam berkilau bak black jade tengah menatapnya lekat.
"Hati-hati!" ucap Ustadz Farhan dengan senyum terbaik yang dia miliki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Raudatul Munawaroh
haha.. Azizah Azizah, pria dewasa berilmu dan Sholeh kok mau disepelekan begitu..
2024-12-20
0
erviani
pak ustadz yg baik hati
2024-09-16
0
erviani
lucu bgt sih
2024-09-16
0