"Ini hanya obat tidur, Azizah masih meminumnya dalam kadar yang normal!" kata seorang dokter. Bersyukurnya sebab saat itu memang ada beberapa kenalan Kiyai yang sudah mapan dan memiliki pekerjaan di berbagai bidang termasuk kedokteran.
"Alhamdulillah," ujar semua orang lega. Mereka pikir Azizah kenapa.
"Tapi, sebaiknya jangan berikan obat ini setiap saat, jika Azizah tidak meminumnya sesuai anjuran dokter, ini akan sangat berbahaya."
Orang-orang di sana mengangguk paham, obat itu pun diambil oleh orangtuanya Azizah agar tidak disalahgunakan. Mereka sendiri tidak tahu kenapa Azizah sampai harus mengonsumsi obat tersebut.
** **
Keadaan di sana menjadi sangat hening setelah semua orang pergi dan Ustadz Farhan bisa beristirahat, pakaian Azizah pun telah diganti oleh Bu Sahla, jadi tidak perlu Ustadz Farhan yang mengurusnya malam ini.
Pria itu berbaring menyamping di sisi Azizah, menatap wajah damai di depannya lekat. Ia masih tidak menyangka jika hubungan pernikahannya harus berakhir seperti ini. Namun, sebuah pepatah dari seseorang membuat Ustadz Farhan harus ikhlas dan rhido menerima ketetapan dari-Nya.
Ia masih bisa mengingat dengan jelas satu kalimat ini. "Menikahi yang dicintai itu adalah harapan, sedang, mencintai yang dinikahi adalah sebuah kewajiban."
Ustadz Farhan berharap, ia bisa menunaikan tanggungjawabnya, untuk menjadi suami dan juga menjadi guru dalam segala aspek untuk istri kecilnya, karena, memang itu tujuan mereka menikahkannya dengan Azizah.
Ustadz Farhan masih mengingat dengan jelas, bagaimana dia menolak pernikahan ini tegas. Bukan karena takut Azizah tidak cantik, tapi ia merasa masih belum bisa menjadi imam yang baik.
Namun, ketika ayahnya mengatakan kalau keluarga Kiyai Juhairu memiliki peranan penting untuk mereka, Ustadz Farhan menerima perjodohan itu, awalnya memang terpaksa, tapi setelah mendengar bagaimana nakalnya Azizah, Ustadz Farhan tahu kalau mungkin, ini memang tugas yang Allah berikan untuknya karena dia mampu dan dia bisa.
Beberapa hari yang lalu ... Ustadz Farhan masuk ke rumahnya dengan perasaan tak menentu, ia benar-benar bingung karena baru saja menolak permintaan Kiyai Juhairu untuk menikahi cucunya.
"Kenapa Nak?" tanya Pak Ziyad kepada putra sulungnya. Ia duduk di depan Ustadz Farhan dan tak lama setelah itu, Bu Fahima datang membawakan teh hangat untuk keduanya.
"Minum dulu," ujar Bu Fahima.
Kedua laki-laki itu berterima kasih lantas meminum teh buatan wanita yang sangat mereka cintai.
"Pak Kiyai, Abi. Beliau meminta Farhan untuk menikah dengan salah satu cucunya. Katanya, beliau ingin Farhan membimbing cucu perempuannya karena perempuan itu sulit untuk dinasehati."
"Terus?" tanya Ummi Fahima penasaran.
"Farhan tolak!"
"Hah?" cengo keduanya tidak percaya. "Alasan kamu menolak karena apa, udah punya calon istri?"
Ustadz Farhan menggelengkan kepalanya. "Bukan itu, Abi. Tapi Farhan takut mengecewakan Kiyai. Farhan ini bukan orang baik, Farhan takut aja."
Pak Ziyad pun mengangguk seraya tersenyum. "Sebenarnya, kalau Kiyai minta kamu buat jadi suami cucunya, kamu harus bersyukur, kamu itu beruntung lho, Han. Banyak ustadz ustadz muda di pesantren, tapi kalau kamu yang dipilih, kamu beruntung. Lagipula, sebenarnya kita itu punya hutang budi sama keluarga Kiyai, kamu juga tahu kan saat dulu sekali Abi terlilit banyak hutang? Yang nolongin adalah Kiyai Juhairu."
Ummi Fahima mengangguk. "Ya kalau kamu enggak keberatan, sebaiknya kamu terima lamaran Pak Kyai, InsyaAllah, selain kamu bisa mendapatkan pasangan yang baik nasabnya, kamu juga bisa meraup banyak pahala, Nak. Bismillah, kalau enggak dijalani dulu, mana bisa kamu tahu kamu sanggup atau enggak."
Ustadz Farhan pun mengangguk mengerti. Benar, keluarga Kiyai memang sudah memberikan banyak hal untuk keluarganya, akan tidak baik jika dia menolak permintaan Kiyai. Apalagi, tujuannya adalah tujuan yang mulia, ingin membawa seseorang ke jalan yang lebih baik agar terhindar dari buruknya pergaulan zaman sekarang.
"Baik, Ummi, Abi. Farhan akan menerima pinangan Kiyai Juhairu."
"Alhamdulillah!"
Ummi dan Abi Ziyad saling menatap lantas tersenyum. Mereka sama-sama bernapas lega, akhirnya, ada yang bisa mereka lakukan untuk keluarga Kiyai Juhairu.
** **
Azizah melirik jam di samping tempat tidur, jam masih menunjukkan pukul 4: 30 malam. Saat itu, Azizah tersenyum. Ia menatap si pria dengan hati berbunga-bunga. "Pangeran Subuh," ucap gadis itu. Namun, bukannya bangun, ia malah kembali tertidur, menarik selimut dan meringkuk seperti anak bayi di dalam rahim ibunya.
Ustadz Farhan bukannya marah malah tersenyum, pria itu duduk di tepian ranjang, menarik selimut Azizah tapi kembali ditarik oleh perempuan itu.
"Dek bangun, Yuk! Mas udah siapkan air hangat buat kamu mandi."
"What? Mandi? Pagi-pagi buta seperti ini?" pikir Azizah heran, perempuan itu hendak memukul kepala orang di dekatnya, tapi pergelangan tangan itu ditahan oleh Ustadz Farhan.
Kelopak matanya melebar seketika. Azizah langsung terduduk, menatap pria itu dengan bibir ternganga. "Kamu siapa? Kenapa kamu ada di kamar saya?" Ia menarik selimut sampai ke dadanya. Perempuan itu juga meraba surai panjangnya, celingukan mencari kerudung tapi tidak ada.
"Kamu mau ngapain? Kenapa saya enggak pake kerudung!"
Pria itu tersenyum, merekahlah sedekah pagi darinya. "Mas suami kamu, Dek. Bukankah kemarin malam kita baru saja menikah?"
"What?!" pekik Azizah yang langsung berdiri menjauh dari suaminya.
Tunggu, ini tidak mungkin, suami? Suami siapa? Azizah terlihat sangat kebingungan, perempuan itu berusaha mengingat apa yang terjadi seraya meraih kain apa pun yang bisa menutupi kepalanya.
"Kita emang udah nikah, Dek. Coba lihat cincin di jari manis kamu!" pinta Ustadz Farhan, menarik kain yang Azizah gunakan untuk menutupi rambutnya. "Mas halal lihat rambut kamu, sudah tidak masalah kalau mas lihat aurat kamu, begitupun sebaliknya."
"Enggak mungkin," sahut Azizah kembali mundur. Ia tidak percaya kalau dirinya memang sudah memiliki suami. Namun, saat bayangan dimana sura seseorang mengucapkan ijab kabul, Azizah menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Aku sudah menikah?" gumamnya yang dibalas anggukan oleh sang suami.
"Inalilahi wainailaihi rojiun!" ucap Azizah spontan. Mimpi buruk, ini adalah mimpi buruk untuknya.
** **
Perempuan itu celingukan, menyusuri sudut rumah yang tidak terlalu besar itu. Rumah ini masih ada di area pesantren, setahunya, dulu rumah ini adalah rumah yang dibangun untuk guru fikih di pesantren tersebut.
"Sarapan dulu, Dek! Nanti berangkat sekolah sama mas aja ya."
"No!" pekik Azizah cepat. Namun, saat Ustadz Farhan menatap, ia langsung memalingkan wajah gelagapan. "Ma-maksudnya Ustad kan harus mengajar di sini, kenapa harus ke sekolah. Saya bisa berangkat sendiri kok."
Kembali Ustadz Farhan tersenyum, pria itu mempersilahkan Azizah untuk duduk dan menyodorkan sepiring nasi goreng juga ada buah apel yang sudah dia kupaskan.
"Saya mengajar pelajaran Agama Islam di sekolah kamu, Dek. Jadi sekalian aja."
Hahhhh ... semakin tercengang lah Azizah, perempuan itu benar-benar tidak akan bisa melakukan apa pun jika terus berada dalam pengawasan suaminya 24 jam, jadi guru di sekolah, ustad di pesantren dan suami di rumah. Azizah merinding membayangkan bagaimana terkekangnya ia saat ini.
"Hehehe ... kok bisa kayak gini, Ustadz," gumam Azizah dengan senyum dipaksakan. Jauh di dalam lubuk hati terdalam, Azizah justru tengah mengumpat dan menyumpah serapahi suaminya, perempuan itu tidak boleh kalah.
"Kita lihat, aku akan pastikan, kalau dalam waktu satu minggu, kamu akan menceraikanku, Ustadz Farhan!" gumam Azizah dengan smirk menakutkan di wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
erviani
klw laki² berilmu mah malah di pinang sama pihak perempuan yaa.. MaasyaAllah
2024-09-16
0
Noer Asiyah
dapat suami ustadz Neng, harusnya seneng loh🤭
2023-06-17
6