Semua Seperti Mimpi

Kedua polisi itu memaksaku untuk naik ke mobil patroli, tanpa mau mendengarkan alasanku.

Seolah, akulah biang onar pembuat keributan disini.

Banyak mata tetangga memandangiku, ada yang menatapku tajam, bahkan ada juga yang menatapku iba.

"Vania, kamu kenapa bisa sampai dibawa polisi ini?" Mbak Rika datang menghampiriku yang hendak masuk ke dalam mobil patroli.

"Mbak, ak...."

Belum sempat aku melanjutkan omongan, polisi tersebut langsung memotongnya.

"Ibu Vania di tangkap karena telah membuat keributan dan mengganggu ketenangan warga Bu" ucap polisi tersebut.

Aku menggelengkan kepala pelan menatap Mbak Rika, sepertinya aku memang tidak di izinkan berbicara untuk membela diri.

"Tapi saya tidak mendengar keributan Pak" sanggah Mbak Rika melirikku.

"Tapi kami menerima laporan kalau Ibu Vania ini sudah membuat keributan di sekitar daerah ini Bu" ucap polisi itu.

Aku menduga bahwa orang yang melaporkan itu adalah Mas Arvin.

"Siapa yang membuat laporan itu Pak? Kalau misalnya itu laporan palsu bagaimana, Bapak gak bisa asal main tangkap-tangkap saja, karena semua itu ada prosedurnya Pak" Mbak Rika menjawab dengan ketus.

"Maaf bu, kami melihat sendiri bahwa Ibu Vania ini membuat keributan di depan rumah Bapak Arvin" ujar Polisi tersebut yang mulai kesal dengan Mbak Rika.

"Oh, jadi yang melapor itu Arvin? Bapak tau gak siapa Arvin itu? Dia suami nya Vania Pak, masa iya Arvin melaporkan istrinya sendiri" balas Mbak Rika.

"Bu, saya tidak mengatakan kalau yang membuat laporan itu adalah Pak Arvin, sebab kami hanya menerima laporan melalui telepon dan orang tersebut tidak menyebutkan nama nya. Lalu kami datang ke sini untuk memastikan laporan tersebut, dan ternyata benar bahwa Bu Vania membuat keributan sehingga mengganggu ketenangan warga sekitar" ujar sang polisi menjelaskan pada Mbak Rika.

Mbak Rika tampak heran,  "Tapi saya heran, kenapa Pak Polisi bisa tahu kalau itu rumah nya Arvin? Apa kalian adalah kerabat nya Arvin, sampai mengetahui nama penghuni rumah tersebut ucap Mbak Rika sambil menunjuk rumah Mas Arvin.

"Maaf Bu, sebaiknya masalah ini diselesaikan di kantor Polisi saja. Jika memang Bu Vania tidak bersalah, dia pasti akan di bebaskan, kami permisi dulu". Ungkap kedua Polisi tersebut sambil berlalu membawaku.

Aku menoleh ke belakang, tampak Mbak Rika terdiam menatapku dengan iba.

Memang, dari awal kami pindah ke sini hanya Mbak Rika yang selalu ramah menyapaku. Bahkan terkadang Mbak Rika mau mampir ke rumah hanya sekedar bercerita-cerita padaku. Bisa di katakan kami memang cukup dekat.

***

"Bu Vania, harap menunggu disini sampai ada orang yang bisa menjamin kebebasan Ibu" ungkap salah satu Polisi tersebut padaku.

Hahh???

'Siapa yang akan membebaskanku? Aku tak punya siapa-siapa yang bisa diandalkan. Aku hanya merantau ke kota Jakarta ini, dan kebetulan menikah dengan lelaki yang memang asli kelahiran kota ini. Aku tidak punya satupun keluarga di sini kecuali Mas Arvin.

Tak mungkin aku mengadu pada orangtua ku yang jauh. Tidak, tidak, aku gak mau Bapak sama Ibu kepikiran karna aku. Tapi siapa yang akan menolongku keluar dari tempat ini? Bahkan aku keluar dari rumah Mas Arvin tanpa membawa apa pun selain baju yang aku kenakan sekarang, ponsel bahkan uang sepeser pun tak punya. Ya Tuhan, bagaimana dengan nasibku?' Gumam ku sambil meratapi nasib hidup ku.

Seketika aku melihat salah satu polisi yang membawaku tadi tampak sedang bertelepon.

Apa aku pinjam saja ponsel nya? Aku berjalan mendekatinya.

Astaga, tapi aku tak tahu harus menelepon siapa.

"Baik pak, tidak akan ada yang bisa menjamini nya. Kami akan tetap menahan nya disini, sampai dia menyetujuinya" ucap polisi tersebut dengan suara yang samar-samar tapi masih dapat ku dengar.

Aku terkejut mendengar apa yang di katakan nya.

'Apa maksud nya? Dan dengan siapa dia berbicara?' Aku bertanya dalam hati.

Polisi itu langsung memutuskan panggilan telepon saat melihat ku yang semakin dekat dengan nya.

Dia merasa tidak nyaman dengan tatapan ku yang tajam seolah sedang mengintrogasinya.

"Bu Vania, anda bisa dibebaskan tapi dengan satu syarat" ucap polisi tersebut ketika kami sudah berhadapan.

"Apa?" Jawab ku ketus.

"Anda harus pergi dari kota ini, dan kembali ke kampung halaman anda. Tapi sebelum pergi, anda harus menandatangani sebuah surat perjanjian ini" ujar nya seraya menyerahkan secarik kertas padaku.

Aku menerima surat itu dan membacanya seksama.

"Apaaa?????"

Dasar manusia tidak punya perasaan, kenapa harus ada manusia kejam seperti itu? Aku tak habis pikir kenapa dulu aku bisa mencintai lelaki brengsek seperti itu.

Tanpa pikir panjang aku langsung merobek kertas itu.

Polisi tersebut terkejut sampai membelalakkan mata nya melihatku merobek kertas itu hingga menjadi bagian-bagian kecil.

Kemudian aku memberikan potongan-potongan kertas tersebut padanya "tapi maaf Pak, saya lebih suka tinggal disini dari pada harus berpisah dengan anak ku selamanya" ucapku menatapnya tajam.

"Baiklah, tinggal lah disini sampai kapan pun kamu mau, dasar bodoh" umpatnya kesal.

Lalu dia membawaku kembali masuk ke sel penjara.

"Aaarrrgghh, dasar manusia-manusia licik' umpat ku dalam hati.

***

Aku terkejut, saat bangun berada di tempat yang asing. Entah sudah berapa lama aku tidur, aku mencubit tangan ku kuat "aahhhhh, sakit.

Ternyata ini bukan mimpi, bagaimana bisa nasibku berubah hanya dalam hitungan jam?

Saat ini pikiran ku benar-benar kalut.

Saat aku duduk termenung, tiba-tiba seorang polisi datang menghampiriku " Bu Vania, anda kedatangan seorang tamu" ucapnya sambil membuka kunci sel penjara ini.

Aku pun keluar dari sel,  penasaran dengan siapa yang datang pagi-pagi begini.

Hahhh, kenapa dia bisa ada disini? Bagaimana bisa dia tahu aku ada disini?

"Pak Andra" aku pun memanggil nya, sedangkan dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku mengerti.

Kami duduk berhadapan, dia masih diam menatapku tanpa bicara.

"Bagaimana Bapak bisa tahu saya ada di sini?" Aku memulai percakapan.

Pak Andra masih terdiam lalu menghembuskan nafas kasar.

"Tadi saya ke rumah kamu" jawabnya singkat.

"Apaaa??" Aku terkejut mendengarnya.

"Bagaimana Bapak bisa tahu alamat  rumah ku?" Tanya ku lagi.

"Apa itu penting untuk di pertanyakan saat ini?" Dia masih bersikap dingin, tidak seperti biasanya.

"Maaf Pak, dua hari saya tidak masuk kerja dan tak ada kabar". Jawab ku sambil tetap menunduk.

Aku siap jika harus di pecat sekarang juga, duniaku sudah hancur sehancur-hancurnya. Tak ada lagi hal baik yang bisa ku harapkan.

"Vania, kamu baik-baik saja? Apa kamu sudah makan?" Pak Andra bertanya sambil menatapku hangat.

'Ada apa ini? Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa dia mengasihaniku?' Batinku.

"Mari kita pulang, kamu tidak pantas berada di tempat ini" ucap Pak Andra sambil menggengam tanganku.

Aku terdiam, bahkan tidak menolak ketika dia menggengam tanganku.

"Tapi aku tidak bisa keluar dari sini Pak, tidak ada yang mau menjaminiku".

Aku tak bergeming, walaupun pak andra sudah berdiri ingin membawaku.

"Ada aku, kenapa kamu ragu? Sudah tak usah banyak berpikir, apa kamu suka tinggal di sini?" Tanya nya menyelidik.

Aku langsung menatapnya "Tidak Pak, aku tidak mau disini. Siapa juga yang suka tinggal disini, Bapak aneh banget" ucapku.

"Yasudah, buruan kita pergi. Aku akan membebaskan mu dari sini" dia menarik tanganku, dan aku pun bergegas mengikutinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!